*

*

Ads

Senin, 11 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 214

Bi Lian meninggalkan Han Siong, mulai mencari sendiri musuh-musuhnya, yaitu Lam-hai Giam-lo dan Kulana. Dara ini masih merasa sakit hati terhadap kedua orang itu atas kematian kedua orang gurunya. Dan tak lama kemudian, ia melihat Lam-hai Giam-lo! Kakek ini sedang mengamuk dan di punggungnya terdapat sebuah gendongan kain. Mudah diduga bahwa kakek ini agaknya sudah siap untuk melarikan diri, dan di dalam gendongannya itu terdapat batangan emas yang diterimanya dari Kulana.

Para perajurit kerajaan yang melihat kakek ini segera mengepung, namun mereka ini bagaikan sekawanan nyamuk yang menyambar api saja. Lam-hai Giam-lo amat lihai sehingga setiap orang perajurit yang berani mendekat segera roboh oleh tamparan atau tendangannya. Bahkan beberapa orang pendekar anggauta Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai dan Kong-thong-pai roboh pula menjadi korban kelihaian pemimpin pemberontak itu.

Melihat Lam-hai Giam-lo, Bi Lian yang tadinya sudah khawatir kalau-kalau musuh besarnya ini telah melarikan diri, segera menghampiri dengan cepat dan membentak,

"Lam-hai Giam-lo, iblis busuk! Bersiaplah untuk menebus nyawa kedua orang guruku!"

Setelah mengeluarkan bentakan ini, Bi Lian sudah menerjang maju dan menyerang dengan ganasnya karena gadis ini maklum akan kelihaian lawan maka begitu menyerangnya, ia sudah mengerahkan tenaga sekuatnya.

Lam-hai Giam-lo juga mengenal Bi Lian. Dia maklum bahwa sebagai murid paman gurunya, Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi, tentu gadis itu berbahaya sekali, maka diapun menyambut serangan itu dengan sepenuh tenaganya, menangkis dengan tangan kiri ke arah lengan kanan Bi Lian yang mencengkeram ke arah lambungnya, dan tangan kanannya sudah menampar dari atas mengarah ubun-ubun kepala Bi Lian.

“Ciuuuttt…!"

Bi Lian sudah melompat ke samping sehingga hantaman maut itu lewat di samping kepalanya. Bi Lian segera membalas dengan tusukan jari-jari tangan kanannya ke arah dada lawan. Lam-hai Giam-lo tidak berani memandang ringan jari-jari tangan mungil ini karena tangan mungil itu sudah diisi tenaga .sin-kang yang membuat tangan itu dapat tajam seperti golok sehingga kalau mengenai sasaran, dapat menembus kekebalan, merobek kulit daging dan mematahkan tulang.

"Dukkk!"

Lam-hai Giam-lo menangkis dari samping dan ketika kedua lengan bertemu, tubuh Bi Lian terdorong mundur sedangkan tubuh Lam-hai Giam-lo hanya tergetar saja. Hal ini membuktikan bahwa dalam hal kekuatan tenaga sin-kang, pemimpin pemberontak itu masih lebih kuat dibandingkan adik misan seperguruannya.

Terjadilah serang-menyerang yang sengit antara kedua orang ini sedangkan para pendekar lain yang merasa tingkat kepandaian mereka masih belum mampu menandingi Lam-hai Glam-lo dan maklum bahwa kalau mereka maju berarti hanya akan mengantar nyawa, segera menonton dari jarak jauh. Perkelahian antara dua orang itu makin lama semakin seru dan akhirnya Bi Lian mulai terdesak juga.

Bi Lian maklum akan ketangguhan lawan, maka ia mulai melirik ke sana-sini menanti kemunculan Pek Han Siong untuk mengharapkan bantuan pemuda itu. Akan tetapi yang muncul bukan Han Siong, melainkan dua orang yang amat ditakuti Lam-hai Giam-lo. Mereka adalah suami isteri Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian!

"Lam-hai Giam-lo, bersiaplah untuk mampus!" terdengar Hui Lian membentak nyaring dan begitu ia menyerang, nampak sinar terang menyambar ke arah leher Lam-hai Giam-lo.

"Singgg…!" Pedang itu dapat dielakkan oleh Lam-hai Giam-lo yang membuang diri ke belakang.

"Wuuuttt….!"

Angin dingin menyambar dari arah lain dan Lam-hai Giam-lo kembali harus melempar diri ke samping untuk menghindarkan diri dari sambaran ujung lengan baju kiri dari Su Kiat yang tidak kalah berbahayanya dibandingkan pedang Kiok-hwa-kiam di tangan isterinya itu.

Ketika Lam-hai Giam-lo mengangkat muka memandang dan mengenal suami isteri yang amat ditakuti itu, wajahnya berubah pucat. Sudah beberapa kali dia harus menyelamatkan diri dari suami lsteri ini, bahkan dia sampai melarikan diri dan menyamar sebagai seorang hwe-sio di kuil Siauw-lim-pai saking takutnya dikejar-kejar suami isteri ini. Tak disangkanya bahwa perbuatan yang iseng dan jahat di waktu yang lalu mengakibatkan munculnya dua orang musuh yang luar biasa tangguhnya ini. Kini, dua orang musuh besar ini muncul kembali sebagai pembantu pasukan pemerintah, pada saat anak buahnya sudah mulai tersudut dan terhimpit.






Dia mulai mencari jalan keluar untuk melarikan diri, akan tetapi ketika membalik, di sana sudah ada Bi Lian yang siap menerjangnya! Celaka, pikirnya, menghadapi Bi Lian seorang saja, dia masih belum mampu mengalahkannya, apalagi dengan munculnya suami isteri yang ditakutinya itu.

Pasukannya menghadapi kehancuran, dan tidak nampak ada pembantu-pembantunya yang unggul, bahkan dia tidak metihat adanya Kulana dan Sim Ki Liong yang diandalkan, yang entah berada dimana. Karena tidak melihat jalan keluar, Lam-hai Giam-lo menjadi nekat.

"Baik, aku akan mengadu nyawa dengan kalian!" bentaknya dengan suaranya yang parau seperti ringkik kuda.

Tubuhnya lalu berputar-putar dan dia mulai memainkan ilmu silat yang diandalkan, yaitu ilmu silat dengan tubuh berputaran. Di dalam putaran tubuhnya ini terkandung kekuatan seperti angin puyuh yang berpusing, bahkan nampak daun kering dan debu ikut berpusing di sekeliling tubuhnya dan angin menyambar-nyambar di sekitarnya!

Hebat sekali ilmu dari Lam-hai Giam-lo ini sehingga beberapa orang pendekar dan banyak anak buah pasukan pemerintah tidak berani mendekat, membiarkan tiga orang perkasa itu menghadapi pemimpin pemberontak yang amat sakti itu.

Su Kiat dan Hui Lian tidak mengenal Bi Lian, akan tetapi mereka berdua merasa kagum sekali. Gadis yang cantik jelita itu, yang usianya baru sekitar dua puluh tahun, berani menghadapi Lam-hai Giam-lo seorang diri saja, tanpa senjata bahkan dapat menandingi iblis itu sehingga terjadi perkelahian yang seru. Padahal Lam-hai Giam-lo adalah seorang datuk sesat yang amat berbahaya!

Sementara itu, melihat munculnya seorang laki-laki berlengan kiri buntung bersama seorang wanita yang cantik dan mereka berdua itu menyerang Lam-hai Giam-lo dengan dahsyatnya, bahkan membuat Lam-hai Giam-lo kelihatan seperti orang ketakutan, Bi Lian juga memperhatikan dengan heran.

Akan tetapi, dara ini maklum bahwa mereka berdua itu adalah kawan-kawan, setidaknya membantu pasukan pemerintah, maka tanpa banyak cakap lagi iapun siap bekerja sama dengan mereka untuk membasmi manusia jahat macam Lam-hai Giam-lo. Tanpa mengucapkan sepatahpun kata, tiga orang ini sudah membentuk Sha-kak-tin (Barisan Segitiga) mengepung Lam-hai Giam-lo yang berputaran seperti gasing itu!

Bi Lian sudah mengerahkan tenaga sin-kang, disalurkan lewat kedua lengannya dan ia memainkan ilmu silat gabungan dari Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi, ilmu silat yang aneh gerak-geriknya, kedua telapak tangannya mengeluarkan uap putih, lengannya dapat mulur dan memendek seperti karet, tubuhnya dengan ringan dan cekatan dapat berlompatan ke sana-sini dan kadang-kadang tangannya mencuat ke depan, hendak menembus tubuh yang berpusing itu.

Ciang Su Kiat dengan lengan kiri buntung kini digantikan ujung lengan baju yang dapat dibuat lemas dan kadang-kadang keras seperti besi memainkan Ilmu Silat Sian-eng Sin-kun yang amat cepat.

Ilmu silat tangan kosong Sian-eng Sin-kun (Silat Sakti Bayangan Dewa) ini adalah peninggalan dari Sian-eng-cu The Kok, seorang diantara delapan orang sakti yang dikenal dengan julukan Delapan Dewa. Dengan ilmu silat ini, tubuhnya seperti dapat terbang saja, atau bahkan bagi pandang mata biasa, saking cepatnya gerakannya, yang nampak hanyalah bayangan saja, dan setiap kali menyerang, baik ujung lengan bajunya yang kiri ataupun tangan kanannya, maka serangan itu merupakan serangan maut yang amat berbahaya bagi lawan.

Kok Hui Lian juga mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk menghadapi Lam-hai Giam-lo yang lihai. Ia memainkan In-liong Kiam-sut dengan pedang Kiok-hwa-kiam. Gerakannya tangkas dan gagah, tepat seperti nama ilmu itu sendiri. In-liong Kiam-sut (Ilmu Pedang Naga Awan) ciptaan mendiang In Liong Nio-nio, seorang dari Delapan Dewa itu amat gagah gerakannya, seolah-olah seekor naga yang melayang-layang di angkasa. Gulungan sinar pedang itu panjang dan dari dalamnya menyambar-nyambar sinar pedang yang dahsyat.

Menghadapi tiga orang yang memiliki ilmu silat tinggi itu, Lam-hai Giam-lo menjadi repot bukan main. Lawan lain tentu akan menjadi gentar menghadapi ilmunya itu, akan tetapi tiga orang ini memiliki tingkat yang mampu menandinginya, maka tentu saja dia tidak memperoleh banyak kesempatan untuk menyerang mereka. Dalam keadaan berpusing itu, dia hanya mampu mempertahankan diri untuk menangkis atau bersembunyi di dalam pusingan tubuhnya yang sukar dijadikan sasaran serangan itu.

"Sing-singgg….!!"

Gulungan sinar pedang Kiok-hwa-kiam itu mengeluarkan sinar mencuat dua kali, yang pertama menyarnbar ke arah leher, kemudian seperti meluncur turun dan menyambar ke arah kaki tubuh Lam-hai Giam-lo yang berpusing. Lam-hai Giam-lo mampu menghindarkan diri dengan elakan-elakan, akan tetapi pada saat itu, tangan Bi Lian yang mulur mencengkeram ke arah lehernya.

"Dukk!"

Dia menangkis dan benturan kedua lengan membuat tubuhnya tergetar walaupun Bi Lian juga terhuyung, dan getaran tubuh ini menghentikan pusingan tubuh Lam-hai Giam-lo. Pada saat itu, ujung lengan baju yang menjadi lemas seperti cambuk sudah melecut ke arah matanya, dan ketika Lam-hai Giam-lo menarik tubuh ke belakang, ujung lengan baju itu sudah berubah kaku dan kini menotok ke arah pinggang. Totokan maut ini nyaris mengenai pinggangnya. Diam-diam Lam-hai Giam-lo cepat membuang dirinya ke samping dan bergulingan.

Sinar pedang menyambar-nyambar mengejar tubuh yang bergulingan itu. Dalam keadaan terhimpit itu, Lam-hai Giam-lo mencengkeram tanah dan sekali menggerakkan kedua tangan, ada pasir dan tanah menyambar ke arah mata ketiga orang pengeroyoknya!

Hebat memang kakek ini! Namun, yang dihadapinya juga merupakan tiga orang lawan yang amat tangguh, yang tidak mudah digertak dengan senjata rahasia seperti itu. Hanya dengan memiringkan kepala, tiga orang itu dapat menghindarkan diri dari sambaran pasir dan tanah itu tanpa menghentikan pengejaran mereka terhadap tubuh yang masih bergulingan itu.

"Singgg….!"

Sinar pedang Kiok-hwa-kiam menyambar ke arah leher Lam-hai Giam-lo yang sudah tidak memiliki kesempatan untuk mengelak lagi. Terpaksa dia menangkis dengan lengan kirinya ke arah sinar pedang berkilauan itu.

"Crokk!"

Pedang tertahan dan tidak mengenai leher, namun lengan Lam-hai Giam-lo terbabat buntung sebatas siku. Lam-hai Giam-lo sama sekali tidak mengeluarkan teriakan walaupun lengan kirinya buntung. Dengan tangan kanan dia cepat menotok jalan darah di pangkal lengannya untuk menghentikan darah yang bercucuran keluar, kemudian tubuhnya membalik ke arah Hui Lian dan dengan marah, disertai kenekatan, Lam-hai Giam-lo menubruk dengan serangan tangan kanan yang ampuh. Orang ini memang memiliki daya tahan yang kuat sekali sehingga dalam keadaan terluka parah itu serangannya bahkan lebih dahsyat daripada tadi.

Hui Lian terkejut, mengelebatkan pedangnya, namun pedang itu dapat ditampar dari samping oleh tangan kanan Lam-hai Giam-lo sehingga hampir terlepas dan tangan itu seperti cakar setan telah menyambar ke arah dada Hui Lian! Keadaan wanita itu sungguh kritis dan berbahaya sekali. Akan tetapi suaminya, Ciang Su Kiat, sudah siap siaga dan melihat bahaya mengancam isterinya, diapun menubruk ke depan dan menghantamkan tangan kanannya ke arah kepala Lam-hai Giam-lo.

"Plakk!"

Tubuh Lam-hai Giam-lo terpelanting keras dan roboh tak mampu bergerak lagl. Tewaslah Lam-hai Giam-lo, datuk sesat yang memiliki ambisi besar itu. Setelah Lam-hai Giam-lo tewas, Hui Lian, Su Kiat dan Bi Lian berpencaran lagi, masing-masing melanjutkan amukan mereka untuk membantu pasukan pemerintah yang mulai mendesak pasukan pemberontak yang kehilangan banyak pemimpin itu.

Sementara itu, Can Sun Hok yang berkelahi melawan Kim San Ketua Kui-kok-pang juga sudah berhasil merobohkan lawan itu dengan sulingnya yang lihai, kemudian membantu Ling Ling yang masih mengamuk dikeroyok oleh belasan orang anak buah Kui-kok-pang. Mereka berdua mengamuk dan biarpun anak buah Kui-kok-pang berdatangan membantu teman-teman mereka, namun satu demi satu mereka roboh dan tewas di tangan sepasang orang muda perkasa ini.

Kui Hong yang menjaga di atas tebing sebelah kiri bersama belasan anak buahnya, melihat betapa tebing di seberang sudah dikuasai pula oleh pihak pasukan pemerintah, bahkan kini ditinggalkan setelah tadi ia melihat betapa pendekar lengan buntung Ciang Su Kiat menarik putus sumbu panjang itu. Melihat ini, Kui Hong juga meniru perbuatan Su Kiat. Ia menarik sumbu panjang yang menjulur ke bawah dari puncak tebing itu dan mempergunakan tenaga menyentak sehingga sumbu itu putus pula dekat tempat pemasangan bahan peledak.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar