*

*

Ads

Senin, 11 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 211

Mulana melompat ke samping sambil menangkis dengan pedangnya yang berlepotan darah anjing.

“Tringgg …. trang-cringgg….!”

Kembali nampak bunga api berpijar-pijar menyilaukan mata dan kedua orang ini sudah saling terjang dengan hebatnya. Melihat ini, Ciang Su Kiat tertegun. Munculnya Mulana tadi membuat dia bingung. Dia tidak mengenal kedua orang itu, akan tetapi dari percakapan mereka, walaupun dilakukan dalam bahasa Birma yang hanya dimengerti sedikit, dia dapat menduga bahwa mereka adalah dua orang saudara kembar yang kini saling bermusuhan.

Dan melihat betapa orang pertama yang kini diketahuinya bernama Kulana membantu pemberontak, tentulah orang kedua yang bernama Mulana itu membantu pasukan pemerintah. Akan tetapi, dia masih merasa ragu untuk turun tangan membantu. Apalagi melihat betapa mereka adalah dua orang saudara kembar yang demikian mirip, sukar membedakan antara mereka kecuali warna jubah mereka, Su Kiat merasa tidak enak dan tidak tega untuk. mencampuri urusan mereka. Maka, diapun hanya mendekati sumbu dan menjaga agar benda itu tidak diganggu orang.

Sementara itu perkelahian antara Hui Lian dan Min-san Mo-ko kini mendekati akhirnya. Min-san Mo-ko mempertahankan diri mati-matian, namun makin lama dia semakin terdesak oleh wanita sakti itu sehingga dia hanya mampu menangkis dan mengelak saja, tanpa mampu membalas serangan Hui Lian yang semakin mendesak keras.

"Haiiii! Rebah kamuuu…..!!"

Tiba-tiba Min-san Mo-ko berteriak lantang dan mengisi suara itu dengan seluruh kekuatan sihirnya. Hal ini merupakan serangan yang mendadak bagi Hui Lian. Ia terkejut dan tergetar, kedua kakinya lemas dan hampir ia terpelanting. Kesempatan ini dipergunakan oleh Min-san Mo-ko untuk menerjang dengan pedangnya.

Dalam keadaan terhuyung itu, Hui Lian menangkis, akan tetapi hal ini membuat ia bahkan terguling jatuh. Dengan girang Min-san Mo-ko menubruk, akan tetapi pada saat itu, sebuah batu sebesar telur ayam meluncur dan mengenai hidungnya.

"Dukkk! Aduuhhhh….!"

Min-san Mo-ko memegangi hidungnya dengan tangan kiri dan tangan itu berlepotan darah. Hidungnya pecah dan darah bercucuran deras. Saat itu, Hui Lian yang tadinya terjatuh, sudah meloncat dengan meminjam tanah sebagai penahan loncatan kaki dan sebelum Min-san Mo-ko sempat mengelak atau menangkis karena dia sibuk memeriksa hidungnya, pedang Kiok-hwa-kiam telah menghilang ke dalam dadanya dari bawah, menembus jantung!

Dia terbelalak heran, seolah tidak percaya bahwa dia akan menjadi korban penusukan itu. Hui Lian menarik kembali pedangnya sambil menendang agar tidak sampai terkena percikan darah. Tubuh Min-san Mo-ko yang sudah tidak berdaya itu terlempar dan kebetulan jatuh menggelinding bagian yang menurun sehingga tubuh itu terus menggelinding turun dan terjatuh dari tepi tebing yang curam!

Hui Lian segera melompat ke dekat suaminya, menyentuh lengan suaminya,
"Terima kasih…." bisiknya. Ia tahu bahwa tadi, dalam keadaan terdesak karena lawan menggunakan sihir, walaupun belum tentu ia akan celaka, suaminya telah membantunya dengan lontaran batu yang membikin remuk hidung Min-san Mo-ko.

"Sshhh….."

Su Kiat berbisik dan menunjuk ke depan. Hui Lian memandang dan iapun terheran-heran melihat kedua orang kembar itu saling serang dengan hebatnya. Ia segera tahu bahwa kedua orang yang sedang bertempur itu memiliki ilmu pedang aneh dan kepandaian yang tinggi.

“Siapa… siapa mereka….?” Bisiknya sambil memegang tangan suaminya.

"Saudara kembar, yang jubah putih membantu pemberontak, yang jubah kuning membantu pemerintah." kata Su Kiat.

Tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi dan benturan pedang yang hebat sekali, membuat Kulana dan Mulana masing-masing terdorong mundur. Kulana mengangkat pedangnya, berkemak-kemik dan kembali memekik. Nampak asap hitam bergulung-gulung di atas tebing itu. Segera segala sesuatu menjadi gelap. Suami isteri pendekar itu terkejut sekali. Mereka mengerahkan sin-kang, namun tetap saja tempat itu menjadi gelap.

"Kita jaga sumbu ini, kau di kanan aku di kiri…." bisik Su Kiat. "Siapkan pedangmu dan setiap kali mendengar gerakan mendekatimu, serang!"

Suami isteri itu lalu berdiri dengan sikap waspada di kanan kiri sumbu yang harus mereka jaga.






"Heii, kedua orang gagah disana...!" tiba-tiba terdengar suara Mulana dari asap hitam, "Hati-hati berjaga disitu, jangan perkenankan iblis itu mendekati sumbu itu. Aku... aku... tak berdaya, darah di pedangku telah bersih...."

Ternyata dalam perkelahian tadi, berkali-kali pedang di tangan Mulana beradu dengan pedang Kulana sehingga darah anjing yang berlepotan disitu memercik lepas dan kini pedang itu telah bersih. Tanpa adanya darah anjing, kini Mulana tidak berdaya untuk menolak dan membuyarkan pengaruh ilmu hitam yang dipergunakan Kulana.

Menyusul suara Mulana ini, terdengar suara ketawa yang menyeramkan, suara ketawa Kulana dan suara itu menunjukkan bahwa orangnya yang tertawa mempunyai gejala kelainan jiwa alias gila!

Tiba-tiba terdengar gerakan pedang dan Hui Lian cepat menangkis dengan pedangnya ke arah suara itu.

"Cringgg….!!"

Bunga api berpijar ketika pedangnya berhasil menangkis pedang yang tadi dipergunakan Kulana untuk menyerangnya di dalam kegelapan yang tidak wajar itu. Beberapa kali Kulana mencoba untuk menyerang lagi, namun selalu dapat ditangkis oleh Hui Lian, bahkan ada sambaran tangan yang amat ampuh dari Su Kiat menyerangnya.

Biarpun suami isteri itu tidak dapat melihat lawan dalam kegelapan itu, namun pendengaran mereka amat peka sehingga suami isteri yang memiliki ilmu kepandaian yang sudah tinggi tingkatnya itu seolah-olah dapat melihatnya.

Menghadapi suami isteri yang kini bergabung menjaga sumbu itu, Kulana menjadi sibuk dan tidak berdaya. Dia tahu bahwa biarpun dalam kegelapan, sukar untuk menghalau suami isteri itu meninggalkan sumbu bahan peledak, apalagi mengalahkan mereka! Dia menjadi marah dan penasaran sekali.

"Jahanam Mulana, pengkhianat saudara sendiri! Engkaulah biang keladinya sehingga usahaku gagal!" bentaknya dan disambut oleh Mulana dengan suara ketawa cerah.

"Ha-ha-ha, Kulana! Ingatlah bahwa semua usaha jahat selalu akan menimpa diri sendiri, seperti mengalirnya air ke tempat rendah.”

"Jahanam, mampuslah kau lebih dulu sebelum aku meledakkan tebing ini!" Kulana sudah menyerang dengan gemas sekali.

“Trang-trang-trang….!"

Tiga kali Mulana berhasil menangkis serangan pedang saudara kembarnya yang bersembunyi di dalam kegelapan itu. Mulana juga memiliki ilmu kepandaian tinggi maka seperti kedua orang suami isteri itu, maka diapun memiliki panca indera yang amat peka. Biarpun dia tidak dapat melihat dengan jelas gerakan Kulana yang bersembunyi di dalam kegelapan asap hitam, namun Mulana dapat menangkis serangan bertubi yang dilancarkan saudara kandungnya.

Betapapun juga, karena kekuatan sihir yang dipergunakan Kulana semakin kuat, bukan hanya menimbulkan kegelapan akan tetapi juga mendatangkan perasaan ngeri dan seram, apalagi ketika terdengar suara aneh-aneh, bukan suara manusia melainkan suara yang lebih mirip suara setan dan iblis dari neraka. Mulana mulai menjadi sibuk dan kacau permainan pedangnya yang dipergunakan melindungi tubuhnya. Dia terdesak hebat dan diantara suara ketawa yang menyeramkan dari mulut Kulana, Mulana kini terhimpit dan hanya dapat menangkis dan mengelak dengan susah payah.

"Desss...!"

Sebuah tendangan yang mengikuti bacokan pedang mengenai lutut Mulana, membuat dia terpelanting.

"Ha-ha-ha, Mulana, bersiaplah untuk mampus….!"

Kulana tertawa bergelak dan siap untuk menubruk saudara kembarnya yang sudah jatuh terlentang dan takkan mampu menyelamatkan diri lagi itu. Akan tetapi tiba-tiba suara ketawanya terhenti karena mendadak saja semua asap hitam lenyap dan cuaca menjadi terang lagi, cuaca dari matahari pagi yang mulai muncul di ufuk timur. Kulana marah dan mengira bahwa Mulana yang telah memunahkan kekuatan sihirnya, maka dia menubruk ke depan dan menusukkan pedangnya ke arah dada Mulana yang masih rebah terlentang.

“Trangggg….!!”

Pedang itu tertangkis dan Kulana meloncat ke belakang dengan muka berubah pucat karena tangkisan pada pedangnya tadi membuat dia merasa telapak tangannya seperti akan pecah-pecah kulitnya. Panas dan perih sekali! Dia mengangkat muka memandang dan ternyata yang berdiri di depannya hanyalah seorang pemuda yang usianya baru dua puluh tahun, wajahnya cerah, matanya mencorong dan pemuda tampan yang berpakaian biru muda dengan garis pinggir kuning ini tersenyum-senyum dengan tenang.

Dia tidak mengenal Hay Hay, karena ketika pemuda ini diterima oleh Lam-hai Giam-lo, dia tidak berada disana dan sebelum Kulana datang ke sarang pemberontak untuk mengatur gerakan pasukan pemberontak, Hay Hay sudah pergi meninggalkan sarang itu karena dia penasaran dituduh menggauli Pek Eng.

Seperti kita ketahui, Hay Hay yang tadinya membayangi Han Lojin yang membuat peta daerah pemberontak. Setelah melihat Han Lojin menghadap Menteri Cang yang memimpin pasukan pemerintah, Hay Hay tidak lagi mencurigai Han Lojin dan dapat menduga bahwa tentu Han Lojin kini menjadi mata-mata pemerintah yang sengaja datang ke sarang pemberontak untuk melakukan penyelidikan.

Untuk masuk ke sarang pemberontak mencari Ki Liong, sungguh merupakan perbuatan berbahaya dan nekat. Maka, dia lalu membayangi pasukan pemerintah itu dan hendak membantunya di samping niatnya untuk menemui Ki Liong dan menyelidiki siapa para pengrusak Pek Eng dan Ling Ling itu.

Melihat jalannya pertempuran, Hay Hay tidak merasa khawatir karena yakin bahwa pasukan pemerintah pasti akan menang. Maka, dia lalu membantu sana-sini dan akhirnya dia naik ke tebing karena melihat ada perkelahian disana. Dia melihat betapa dua orang laki-laki yang berpakaian pendeta saling serang, akan tetapi yang seorang mempergunakan ilmu hitam menciptakan asap hitam bergulung-gulung. Dia melihat pula Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian berdiri dengan tegang saling membelakangi, agaknya juga terpengaruh oleh ilmu hitam itu.

Maka, Hay Hay lalu mengerahkan ilmu sihirnya dan dalam sekejap mata saja dia mampu mengusir semua asap hitam dan memunahkan kekuatan sihir Kulana. Ketika dia melihat betapa orang yang melakukan ilmu hitam itu hampir membunuh pendeta lain yang mempunyai wajah dan tubuh yang mirip sekali, Hay Hay cepat meloncat ke depan dan menggunakan sulingnya untuk menangkis, sambil mengerahkan tenaga saktinya.

"Keparat! Siapa engkau?"

Kulana membentak, dan dari sinar mata mencorong pemuda itu, dia dapat menduga bahwa pemuda inilah kiranya yang tadi telah memunahkan kekuatan sihirnya.

"Namaku Hay Hay, dan engkau ini siapakah? Kenapa main-main dengan sulap dan seperti menghibur anak-anak saja?"

"Jahanam muda! Engkau belum mengenal Kulana, ya? Rasakan sekarang pembalasanku!" .

"Amboi...! Inikah yang bernama Kulana, yang dijagokan oleh Lam-hai Giam-lo? Hemm, ingin aku melihat pembalasan apa yang kau maksudkan, karena aku tidak berhutang apapun padamu!" Hay Hay mengejek.

Kulana sudah berkemak-kemik membaca mantram dan pedangnya diacungkan ke atas. Tiba-tiba saja nampak api berkobar keluar dari pedang itu dan kobaran api itu bagaikan hidup saja, melepaskan diri dari ujung pedang dan melayang ke arah Hay Hay, seolah-olah mengancam dan hendak membakar pemuda itu.

"Hay Hay, awas….!"

Hui Lian berseru khawatir, bahkan hendak meloncat ke depan, akan tetapi lengannya dipegang suaminya.

"Sssttt, tenanglah, kurasa dia mampu mengatasi ilmu hitam itu!" kata suaminya yang sudah menduga bahwa tentu pemuda aneh itu yang tadi telah membuyarkan ilmu hitam yang mendatangkan asap hitam.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar