*

*

Ads

Jumat, 06 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 003

Tentu saja Siangkoan Leng dan Ma Kim Li menjadi kecewa bukan main. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang tidak pernah mau mengalah terhadap nasib dan dengan cara apa pun juga mereka ingin mengubah nasib diri mereka.

Mereka mendengar bahwa suami isteri pendekar itu yang untuk sementara kini mondok dalam sebuah kuil para nikouw (pendeta wanita) yang terpencil di luar kota, juga sudah dikaruniai seorang anak laki-laki yang lahirnya hanya selisih satu dua hari dengan kelahiran anak mereka yang diberi nama Siangkoan Hay itu.

Pada suatu malam, pergilah suami isteri ini membawa anak mereka yang baru berusia dua bulan, memasuki kuil dari kebun belakang.

Siangkoan Leng menyuruh isterinya bersembunyi di balik rumpun bunga dan mendekap mulut anak mereka agar jangan mengeluarkan suara, sedangkan dia sendiri cepat menyelinap untuk menyelidiki keadaan di dalam kuil itu. Dia merasa terheran-heran melihat betapa kuil itu sunyi senyap dan terdengar suara orang-orang tidur mendengkur didalam kamar-kamar kuil itu, tanda bahwa para penghuninya sudah tidur lelap.

Cepat dia memberi isyarat kepada isterinya dan mereka lalu mengadakan pemeriksaan dan mengintai ke dalam setiap kamar. Akhirnya mereka melihat seorang wanita yang berpakaian seperti pengasuh anak-anak, bersama seorang nikouw, yaitu seorang pendeta wanita yang berkepala gundul, berada didalam sebuah kamar dan anehnya, mereka pun agaknya tidur nyenyak. Seorang anak laki-laki berusia kurang lebih dua bulan juga tertidur diatas pembaringan.

"Cepat…..!"

Bisik Siangkoan Leng kepada isterinya. Mereka berloncatan tanpa mengeluarkan suara kedalam kamar itu. Ma Kim Li lalu menaruh anaknya sendiri diatas pembaringan dan menyambar anak laki-laki yang sedang tidur nyenyak itu, seorang anak laki-laki yang bertubuh montok dan berkulit putih bersih.

Akan tetapi anaknya sendiri menangis dan tanpa banyak cakap lagi Siangkoan Leng lalu menggerakkan tangan menampar dan anak itu pun terdiam dan tewas dengan muka yang tak dapat dikenal lagi karena sudah remuk!

Sementara itu, Ma Kim Li juga mempergunakan tangannya yang bergerak menyambitkan jarum-jarum hitam. Jarum-jarum itu berubah menjadi sinar hitam menyambar ke arah leher dua orang wanita itu yang tak sempat berteriak lagi dan langsung saja tewas dengan jarum-jarum itu terbenam dalam-dalam di leher mereka!

Setelah itu, suami isteri itu berloncatan ke luar. Pekerjaan terkutuk itu mereka lakukan dengan tenang-tenang saja. Membunuh anak sendiri dan dua orang wanita tidur itu bagi mereka bukan apa-apa, karena membunuh anak sendiri dan merusak mukanya agar tidak dikenal itu memang sudah termasuk dalam rencana mereka.

Setelah menukarkan anak mereka yang lemah dan tidak normal itu dengan putera suami isteri pendekar, anak yang dihebohkan sebagai Sin-tong, anak yang sejak dalam kandungan sudah ditunjuk oleh para pendeta Lama di Tibet sebagai calon orang besar, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li merasa girang sekali.

Akan tetapi mereka pun maklum bahwa orang-orang tidak akan tinggal diam saja, maka mereka pun seperti memperoleh dorongan lebih kuat lagi untuk segera meninggalkan daerah selatan.

Memang sejak Ma Kim Li mengandung, mereka ingin meninggalkan pekerjaan sebagai penjahat demi anak mereka. Kini, mereka setengah terpaksa meninggalkan daerah selatan pada malam hari itu juga dan setelah merantau berbulan-bulan lamanya, menghilangkan jejak mereka agar tidak dapat disusul oleh mereka yang mungkin melakukan pengejaran, akhirnya mereka tinggal di Nan-king sebagai pedagang dan ahli obat.






Suami isteri mengenangkan semua peristiwa itu dan kini menduga-duga siapakah yang membocorkan rahasia mereka sehingga diketahui oleh suami isteri Guha Iblis itu? Dan mengapa yang mencari mereka, yang ingin merampas anak itu adalah dua orang dari Guha Iblis itu, dan bukan orang tua anak itu, apakah sepasang pendekar yang menjadi orang tua asli dari anak yang kini bernama Siangkoan Hay dan menjadi anak mereka selama tujuh tahun? Dan siapa pula yang sebenarnya telah menculik anak mereka?

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" berkali-kali Ma Kim Li bertanya, kepada suaminya dan kepada diri sendiri karena ia merasa bingung sekali.

Biarpun bukan Siangkoan Hay anak yang dikandungnya dan dilahirkannya, akan tetapi karena ia telah memelihara dan mendidik anak itu sejak berusia dua bulan, ia sudah merasa amat mencinta anak itu dan dianggapnya seperti anak kandungnya sendiri saja.

"Kita menghadapi dua hal yang amat gawat," kata suaminya setelah lama berpikir-pikir mencari akal. "Pertama, dua orang itu tentu tidak mau melepaskan kita begitu saja. Mereka memberi waktu, dan selama itu tentu mereka akan selalu mengamati gerak-gerik kita sehingga andaikata kita melarikan diripun mereka akan tahu dan membayangi kita. Ilmu kepandaian mereka amat tinggi dan kita harus mencari daya upaya untuk melawan mereka dan menang. Kedua, kita pun harus cepat-cepat mencari anak kita yang diculik orang. Mencari anak kita dalam keadaan kita selalu dibayangi, sungguh akan tidak leluasa sekali, dan menghadapi mereka secara begitu saja, juga amat berbahaya. Ilmu kita yang paling baru saja tidak mampu merobohkan mereka!"

"Habis, bagaimana?" tanya isterinya yang diam-diam merasa jerih juga walaupun ia tidak menyatakan dengan mulut.

Iapun merasa ketika menyerang wanita yang menjadi lawannya malam itu, ia telah mengeluarkan ilmunya yang terbaru dan mengerahkan tenaga. Akan tetapi lawan itu dengan gerakan bertiarap lalu meloncat bangun, sanggup menahan pukulannya, bahkan membuat ia terdorong ke belakang dan terhuyung hampir roboh!

Padahal dahulu, wanita itu yang bernama Tong Ci Ki berjuluk Si Jarum Sakti, pernah dikalahkannya dalam perkelahian sampai beberapa kali. Juga suami wanita itu, yang bernama Kwee Siong berjuluk Si Tangan Maut, beberapa kali kalah oleh suaminya. Kiranya mereka telah memperoleh kemajuan yang amat hebat selama sepuluh tahun ini.

"Kita harus menggunakan akal sehingga untuk sementara kita dapat lolos dari ancaman mereka dan di lain pihak kita pun dapat bebas melakukan pengintaian kepada mereka apakah mereka itu menculik anak kita atau tidak."

"Bagaimana akalnya?" isterinya bertanya khawatir .

"Yang terpenting kita harus dapat meloloskan diri dari pengamatan mereka agar kita dapat leluasa bergerak dan dapat berbalik membayangi mereka, dan satu-satunya akal kita adalah begini."

Suami itu mendekati isterinya dan berbisik-bisik di dekat telinganya, karena khawatir kalau-kalau pihak musuh mengadakan pengintaian dan akan dapat mendengarkan siasatnya. Isterinya mengangguk-angguk setuju.

**** 003 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar