*

*

Ads

Jumat, 01 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 190

Kini Hay Hay berdiri memandang kepada Ling Ling yang sejak tadi berdiri mematung. Gadis ini terlalu bingung untuk mencampuri perkelahian tadi. Mendengar tuduhan tosu Bu-tong-pai dan para muridnya tadi bahwa Hay Hay adalah Ang-hong-cu, hatinya menjadi bimbang sekali. Ia merasa tertarik kepada Hay Hay yang dianggap susioknya itu, bahkan gadis ini mulai merasa yakin bahwa hatinya bukan hanya tertarik, melainkan ada perasaan cinta terhadap pemuda itu.

Akan tetapi, kini wakil Ketua Bu-tong-pai menuduh pemuda itu sebagai Ang-hong-cu, penjahat pemerkosa wanita yang terkenal kejam dan amat jahat! Dan dia merasa ragu-ragu. Hay Hay adalah seorang pemuda yang amat pandai merayu wanita, memuji-muji dan mudah menundukkan hati wanita, jadi tuduhan itupun bukan tidak masuk akal. Apalagi para tokoh Bu-tong-pai terkenal sebagai perdekar-pendekar gagah, pasti tidak menuduh sembarangan saja, dan bukankah ada buktinya, yaitu Hay Hay mempunyai sebuah benda perhiasan tawon merah yang menjadi tanda khas dari penjahat Ang-hong-cu?

"Ling Ling, jangan engkau memandang padaku seperti itu!" Hay Hay berkata. "Percayalah, aku bukanlah Ang-hong-cu, penjahat itu!"

Ling Ling menggeleng kepala, matanya masih terbelalak dan mukanya agak pucat.
"Aku... tidak tahu... aku tidak... tahu..." katanya ragu dan bingung, kemudian ia membalikkan tubuhnya. "Lebih baik aku pergi saja…”

"Ling Ling, ingat akan pesanku. Tiga hari kemudian aku akan mencarimu di tepi telaga…..!"

Hay Hay mengingatkan gadis itu. Dia sudah mengambil keputusan untuk melakukan siasat mendekati Ki Liong dan pura-pura mau bekerja sama agar dia dapat langsung masuk ke dalam sarang persekutuan itu. Dengan demikian, akan mudah baginya untuk melakukan penyelidikan, mengetahui siapa saja anggauta pimpinan persekutuan itu.

Tidak perlu terlalu lama, tiga haripun cukuplah dan dia akan melarikan diri keluar dan menemui Ling Ling. Dia harus meyakinkan hati gadis itu bahwa dia bukan Ang-hong-cu, sungguhpun dia belum tahu bagaimana dia akan dapat meyakinkannya tanpa membuka rahasianya bahwa Ang-hong-cu adalah ayah kandungnya.

Ling Ling tidak menjawab, melainkan berlari cepat meninggalkan tempat itu. Tempat yang tadinya menjadi medan perkelahian itu kini menjadi sunyi, Hay Hay lalu duduk, menanti kembalinya Ki Liong. Tak lama kemudian, pemuda itupun datang berlari cepat, dan begitu tiba di situ Ki Liong memandang ke kanan kiri, mencari-cari dengan pandang matanya karena dia tidak melihat Ling Ling disitu.

"Eh, dimana Nona Cia….?" tanyanya.

Hay Hay menarik napas panjang. Dia tidak perlu berpura-pura karena dia tidak perlu membohong pula.

"Ia telah pergi, marah karena menduga bahwa aku adalah Ang-hong-cu, tentu ia merasa malu mempunyai seorang Susiok yang menjadi jai-hwa-cat tersohor itu."

Ki Liong tersenyum.
"Saudara Tang, apakah engkau bukan Ang-hong-cu? Tokoh-tokoh Bu-tong-pai itu kelihatan begitu yakin… "

“Hemm, Saudara Sim Ki Liong, seperti yang dikatakan oleh Ling Ling tadi, Ang-hong-cu terkenal sebagai seorang jai-hwa-cat sejak puluhan tahun yang lalu. Bagaimana mungkin aku yang baru berusia dua puluh satu tahun dituduh sebagai Ang-hong cu yang tentu usianya Sudah jauh lebih tua ?” Lalu, dengan muka menunjukkan penasaran dan kemarahan, Hay Hay bertanya. "Saudara Sim, apakah engkau juga ikut-ikut menuduh aku Ang-hog-cu?"

Sim Ki Liong tertawa.
"Sama sekali tidak, Saudara Tang. Dan andai kata betul sekalipun, aku tidak akan mencampuri urusan pribadimu. Memang para pendekar itu kadang-kadang terlalu memandang rendah orang lain seolah-olah diri mereka saja yang baik, bersih dan gagah. Engkaupun telah mereka musuhi dan mereka tuduh semena-mena. Nah, mereka sama sekali tidak menghargaimu. Akan tetapi aku, maksud kami, akan dapat menghargaimu yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan kalau engkau suka bergabung dengan kami, membantu perjuangan kami sehingga berhasil, kelak engkaupun akan menjadi seorang berpangkat tinggi dan manusia-manusia macam mereka itu tidak akan berani lagi memandang rendah dan meremehkanmu, apalagi menghina seperti yang mereka lakukan tadi."

"Hemm, engkau tadipun bicara tentang perjuangan. Apa yang sebenarnya kau maksudkan?" Hay Hay memancing.

"Kami sedang menghimpun kekuatan dalam suatu persekutuan, memperjuangkan nasib kita dari tekanan pemerintah yang lalim. Kaisar dan para menteri sekarang ini kurang bijaksana, banyak pembesar melakukan korup, banyak terjadi kelaliman, oleh karena itu kami berusaha untuk melakukan suatu perjuangan "






"Maksudmu pemberontakan terhadap pemerintah?"

Ki Liong tersenyum.
"Bagi kami, bukan pemberontakan melainkan perjuangan, Saudara Tang! Memberontak terhadap kelaliman adalah suatu perjuangan yang mulia. Karena itu, marilah engkau bergabung dengan kami agar kepandaianmu tidak akan sia-sia.”

Hay Hay pura-pura mengerutkan alisnya dan berpikir.
“Akan tetapi, aku tidak tahu siapa pemimpin kalian, dan orang macam apa dia, dan siapa pula yang menjadi anggauta pimpinan.”

"Jangan khawatir, Saudara Tang, Pemimpin kami adalah seorang yang berilmu tinggi sekali. Bengcu kami adalah seorang yang bijaksana dan aku sendiri diangkat menjadi pembantu utamanya. Banyak orang kang-ouw yang sudah menggabungkan diri dan jangan engkau heran kalau di antara mereka terdapat tokoh-tokoh dari golongan hitam. Dalam suatu perjuangan, urusan pribadi ditinggalkan, dan kami menghimpun tenaga dari manapun juga asal dapat membantu gerakan kami. Marilah engkau kuperkenalkan dengan Bengcu dan para anggauta pimpinan."

"Dimana pusat persekutuan kalian itu?”

"Di Pegunungan Yunan. Marilah engkau ikut bersamaku, Saudara Tang. Hanya sayang bahwa Nona Cia tidak dapat ikut kesana."

"la sedang marah tak perlu dihubungi lagi, dan baiklah, aku akan ikut denganmu, Saudara Sim. Akan tetapi, bagaimana dengan penggembala Hui tadi? Siapakah dia dan sudahkah engkau tadi bertemu dengan dia, Saudara Sim?"

“Wah, orang itu memang aneh dan mencurigakan, juga agaknya dia lihai sekali. Tadi, melihat kelihainnya, aku ingin menghubunginya dan melakukan pengejaran. Akan tetapl ketika aku tiba di luar hutan ini, yang kutemulkan hanyalah segerombolan kambing yang digembala oleh seorang anak kecil suku bangsa Hui.”

“Kutanya dia tentang laki-laki setengah tua tadi dia hanya bilang bahwa laki-laki itu meminjam kambing-kambingnya itu dan baru saja dikembalikan. Anak itu diberi beberapa potong uang perak dan dia tidak mengenal siapa adanya laki-laki itu yang telah pergi dengan cepat setelah mengembalikan kambing-kambingnya dan memberinya beberapa potong uang perak."

"Aneh sekali…" kata Hay Hay, heran.

"Memang aneh. Jelas bahwa laki-laki itu sengaja menyamar sebagai penggembala untuk membubarkan perkelahian, atau kalau tidak keliru dugaanku, dia sengaja hendak membantu kami menghadapi orang-orang Bu-tong-pai. Akan tetapi sudahlah, dia sudah pergi. Mari engkau ikut bersamaku menemui Bengcu kami, Saudara Tang.”

Hay Hay mengangguk-angguk dan mengikuti pemuda tampan itu meninggalkan tempat itu, menuju ke barat. Diam-diam dia masih membayangkan keanehan laki-laki penggembala bangsa Hui itu. Siapakah dia dan apa maksudnya dengan berpura-pura menggembala kambing dan menyerbu ke tempat perkelahian?

Melihat betapa penggembala palsu itu tadi membuat gentar orang-orang Bu-tong-pai, membuktikan bahwa orang itu memang lihai sekali, padahal baru melakukan penyerangan beberapa kali saja dengan tongkat gembalanya!

Akan tetapi karena diapun menduga bahwa di tempat itu banyak berkeliaran orang pandai, Hay Hay menduga bahwa tentu laki-laki setengah tua tadi seorang diantara para pendekar yang menurut Menteri Yang Ting Hoo, banyak berdatangan ke tempat itu untuk melakukan penyelidikan terhadap persekutuan orang sesat yang dipimpin oleh Lam-Hai Giam-lo itu. Dan kini dia dibawa oleh Ki Liong menghadap Lam-hai Giam-lo!

“Hay-ko…! Engkau ini…?”

Pek Eng berseru dengan gembira sekali ketika ia mengenal Hay Hay. Pemuda itu masuk bersama Ki Liong untuk menghadap Lam hai Giam-lo dan karena para pengawal mengatakan bahwa bengcu sedang berlatih silat dengan murid atau puteri angkatnya di lian-bu-thia (ruangan berlatih silat), maka Ki Liong yang memiliki kebebasan di tempat itu sebagai pembantu utama dan terpercaya dari bengcu, langsung saja mengajak Hay Hay untuk memasuki ruangan itu.

Begitu mereka masuk, Hay Hay melihat dan mengenal seorang gadis yang sedang berlatih silat dan jantungnya berdebar penuh ketegangan. Gadis itu bukan lain adalah Pek Eng! Keraguannya lenyap seketika setelah gadis itu menoleh dan matanya terbelalak, lalu memanggilnya dengan gembira.

"Adik Eng…! Benar engkaukah ini? Bagaimana bisa disini ?”

Diapun bertanya terheran-heran. Apakah keluarga Pek, pimpinan Pek-sim-pang yang termasuk aliran putih itu juga bersekutu dengan gerombolan pemberontak yang dipimpin oleh Lam-hai Giam-lo? Rasanya tidak mungkin begitu.

“Ah, kalian sudah saling mengenal? Bagus!" kata Ki Liong, tentu saja hanya pura-pura karena ketika Pek Eng baru tiba di tempat itu, gadis ini sudah bercerita bahwa ia mencari dua orang, yaitu kakak kandungnya yang bernama Pek Han Siong, dan orang kedua yang dicarinya adalah Hay Hay.

Dia sendiri mendengar ketika Pek Eng menceritakan hal itu kepada Bi Lian, rnurid dari mendiang Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi itu.

Sementara itu, Lam-hai Giam-lo sudah mendengar beritanya lebih dahulu tentang pemuda bernama Hay Hay itu, yang kabarnya amat lihai, sedemikian lihainya sehingga dua orang diantara para pembantunya yang dipercaya, yaitu Min-san Mo-ko dan Ji Sun Bi, juga merasa jerih dan mengundang Ki Liong untuk membantu mereka, Kini Ki Liong kembali bersama pemuda itu, agaknya berhasil membujuknya maka diam-diam hati Lam-hai Giam-lo menjadi gembira sekali. Makin banyak orang pandai membantunya semakin baik.

Pek Eng dan Hay Hay saling pandang dan tiba-tiba saja kedua pipi gadis itu berubah merah karena ia teringat betapa ia pernah mencium dan dicium pipinya oleh pemuda ini yang tadinya ia sangka kakak kandungnya! Seorang pernuda yang pandai merayu, akan tetapi... menyenangkan sekali dan kelihaiannya membuat ia kagum bukan main. Setelah ia teringat akan peristiwa penciuman itu, tiba-tiba saja Pek Eng menjadi pemalu dan tidak mampu mengeluarkan kata-kata.

Sementara itu, melihat. betapa muridnya, juga anak angkatnya, yang amat disayangnya itu telah saling mengenal dengan pemuda yang baru datang itu, Lam-hai Giam-lo juga merasa girang sekali. Kalau Eng Eng sudah mengenalnya, akan mudah mengetahui siapa sebenarnya pemuda itu, dan tentu lebih dapat dipercaya.

"Saudara Tang Hay, inilah Bengcu kami yang memimpin gerakan perjuangan kami. Bengcu, dia adalah Saudara Tang Hay, seorang pemuda petualang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali. Dia sudah mendengar dariku tentang semua cita-cita perjuangan kita dan menyatakan setuju untuk membantu agar kelak dia dapat memperoleh bagian jabatan yang tinggi." kata , Sim Ki Liong.

Lam-hai Giam-lo mengangguk-angguk.
"Mari, silakan ikut dengan kami keruangan duduk, orang muda, agar kita dapat bicara dengan lebih leluasa"

Mereka memasuki ruangan duduk, dan diam-diam Hay Hay mengagumi semua perabot rumah yang serba mewah itu. Juga ruangan duduknya amat luas dan nyaman, dihias lukisan-lukisan dan tulisan-tulisan indah. Mereka berempat lalu duduk di dalam ruangan itu. Dua orang pelayan wanita muda yang cantik-cantik segera keluar menyuguhkan arak dan air teh harum, lalu pergi lagi dengan langkah kaki yang genit.

"Eng Eng, engkau sudah mengenal pemuda ini? Dimana engkau mengenalnya dan siapakah dia ini sebenarnya?"

Lam-hai Giam-lo bertanya kepada Pek Eng dengan suara menyayang. Hay Hay melihat sikap ini dan dia merasa semakin heran. Agaknya kakek bemuka kuda ini yang julukannya Lam-hai Giam-lo, pemimpin dari gerombolan orang sesat yang hendak memberontak terhadap pemerintah, amat akrab dengan Pek Eng, dan tadi dia melihat betapa Pek Eng berlatih silat di bawah bimbingan kakek ini!

Suara kakek inipun luar biasa sekali, parau pecah seperti ringkik kuda. Keadaan wajah dan tubuhnya juga aneh. Mukanya mirip kuda, dengan mulut atas menjorok keluar, dua matanya sipit dan sepasang telinganya lebar. Tubuhnya yang tinggi kurus itu memiliki sepasang kaki yang panjang. Seorang kakek yang aneh dan usianya belum begitu tua, sekitar lima puluh tahun lebih.

"Bengcu, aku mengenalnya sebagai Hay Hay, ketika masih bayi pernah menjadi anak angkat dari orang tuaku.”

“Ho-ho-ha-ha…!" Lam-hai Giam-lo tertawa dan suaranya bergema diruangan itu, "kalau begitu, dia ini masih kakak angkatmu sediri?"

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar