*

*

Ads

Jumat, 29 Juni 2018

Ang Hong Cu Jilid 024

Mereka lalu pegi ke bagian lain dari kuil itu, jauh ke ujung kiri dan tak lama kemudian Han Siong sudah berada di luar sebelah kamar lain yang juga tertutup daun jendela dan pintunya. Akan tetapi ada sedikit cahaya yang menerobos keluar dari celah-celah daun jendela, tanda bahwa di dalam kamar itu ada lilin bernyala. Gembira rasa hati Han Siong karena hal ini menandakan bahwa suhunya berada di dalam kamar itu.

Diketuknya daun pintu itu perlahan. Tidak ada jawaban dari dalam. Diketuknya lagi dan diapun berseru lirih,

"Suhu ……! Suhu, ini teecu yang datang mohon menghadap suhu!"

Kini. terdengar suara gerakan di dalam kamar itu, kemudian terdengar suara teguran dari dalam yang amat mengejutkan hati Han Siong.

"Omitohud! Siapa berani mengganggu pinceng di tengah malam buta begini?"

Tentu saja Han Siong terkejut karena dia mengenal suara yang berat dari Ceng Hok Hwesio, ketua Siauw-lim-si yang amat galak itu. Ketua inilah yang telah memberi hukuman kepada suhu dan subonya!

Biarpun Ceng Hok Hwesio selalu bersikap baik kepadanya, bahkan hwesio tua ini pula yang mendorongnya untuk mempelajari kesusasteraan melalui kitab-kitab agama yang kuno, namun Han Siong selalu merasa hormat dan segan kepada hwesio tua yang amat keras menjaga peraturan ini. Dia merasa serba salah. Dia sudah terlanjur mengeluarkan suara dan hwesio tua itu sudah tahu bahwa di luar ada orang, maka tidak mungkin lagi dia mundur. Apakah hwesio tua itu sedang mengadakan kunjungan kepada suhunya? Di malam buta begini? Sungguh aneh. Akan tetapi dia harus cepat menjawab karena hwesio tua itu sedang menanti dengan tidak sabar.

“Losuhu, maafkan saya. Saya adalah Pek Han Siong ……," jawabnya.

Hening sejenak dalam kamar itu. Kemudian terdengar suara yang berat itu,
"Pek Han Siong……? Ah, engkau telah kembali? Apakah engkau mencari suhumu, Siangkoan Ci Kang?”

Girang rasa hati Han Siong mendengar suara yang berat itu tidak mengandung kemarahan.

"Benar sekali, Lo-suhu! Bolehkah saya menghadap suhu?"

Kembali hening sejenak.
"Baiklah, akan tetapi pinceng mendengar gerakan dua orang. Siapa kawanmu?"

Han Siong saling pandang dengan Bi Lian. Kakek yang berada di dalam itu ternyata memiliki pendengaran yang amat tajam,

"Saya datang bersama seorang murid suhu dan subo yang lain, losuhu. Ia bernama…… Cu Bi Lian, juga ingin menghadap suhu dan subo."

“Seorang wanita?” Suara itu seperti terkejut, kemudian disambungnya cepat-cepat, “Siancay…… biarlah, kalian masuklah, pintu kamar ini tidak terkunci.”

Han Siong memberi isyarat kepada Bi Lian dan keduanya membuka daun pintu lalu masuk ke dalam kamar itu. Bi Lian memandang penuh perhatian sedangkan Han Siong menutupkan kembali daun pintu dari dalam.

Seorang hwesio tua sekali duduk bersila di tengah ruangan kamar itu, kamar yang kosong dan di sudut kamar terdapat sebuah meja dimana berdiri sebatang lilin yang bernyala. Beberapa batang lilin lain yang tidak bernyala menggeletak di atas meja.

Han Siong mengajak Bi Lian menjatuhkan diri berlutut di depan hwesio yang duduk bersila di atas lantai itu, lantai dingin tanpa tilam! Dan Han Siong merasa teharu. Baru dua tahun terlewat, akan tetapi ketua kuil itu kelihatan sudah sangat tua sekarang, tua keripuatan dan mukanya yang kehitaman itu yang biasanya nampak segar, kini nampak layu dan lesu. Sinar matanya bahkan diliputi kedukaan.

"Losuhu, saya dan sumoi mohon maaf kalau mengganggu losuhu. Akan tetapi, dimanakah adanya suhu? Juga subo tadi tidak ada di dalam kamar tahanannya. Dimanakah mereka?"

Sejenak sepasang mata yang nampak sayu, kini kehilangan kegalakannya dan kekerasannya yang dahulu, yang ada hanya tinggal sinar kejujurannya, mengamati Han Siong dan Bi Lian.

"Han Siong, coba nyalakan dua batang lilin lagi, biar agak terang. Mata pinceng sudah tidak begitu awas lagi....." katanya lirih.






Hati pemuda itu terharu dan diapun cepat menyalakan dua batang lilin di atas meja. Kini kakek itu mengamati mereka dan diam-diam merasa terkejut sekali melihat wajah gadis yang datang bersama Han Siong. Betapa miripnya wajah itu dengan wajah Toan Hui Cu! Teringat akan Toan Hui Cu, hatinya seperti diremas dan diapun memejamkan kedua matanya, merangkapkan kedua tangan di depan dada dan berkata lirih,

"Omituhud…. semoga diampuni semua dosa pinceng."

“Losuhu, sudilah kiranya losuhu menceritakan dimana adanya suhu dan subo sekarang." kata pula Han Siong, merasa tidak enak melihat kedukaan yang membayang di wajah kakek itu.

Kakek itu membuka matanya dan menarik napas panjang.
"Kalian duduklah yang enak. Kebetulan sekali kalian datang selagi pinceng bingung mencari siapa yang kiranya patut untuk menerima pencurahan penyesalah hati pinceng yang selama ini pinceng sembunyikan. Kalian berdualah yang paling tepat menerima dan mendengarkannya. Benar, terutama engkau, Han Siong. Dengarkan baik-baik pengakuan pinceng, pengakuan seorang yang berdosa besar!"

"Losuhu …….!"

Han Siong membantah dengan terkejut sekali, akan tetapi kakek itu mengangkat tangan kirinya ke atas.

"Diamlah, Han Siong, dan kau dengarkan saja pengakuan pinceng ini."

Han Siong yang duduk bersila menutup mulut dan menundukkan mukanya, sedangkan Bi Lian mengamati kakek itu dengan hati tertarik. Tentu ia akan mendengarkan cerita yang amat menarik, pikirnya. Kakek ini sungguh aneh, akan tetapi melihat mukanya yang tua itu, sepasang mata yang redup dan sayu, akan tetapi mengandung sinar kejujuran dan juga kekerasan itu membuat ia merasa suka kepada kakek tua renta itu.

"Kurang lebih dua puluh satu tahun yang lalu, sepasang orang muda datang ke kuil ini menghadap pinceng. Usia mereka seperti kalian berdua, masih muda, yang pria tampan dan yang wanita cantik. Mereka itu adalah Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Mereka membuat pengakuan yang mengejutkan hati pinceng. Siangkoan Ci Kang mengaku sebagai putera tunggal mendiang Siangkoan Lojin yang berjuluk Si Iblis Buta, seorang datuk sesat. Adapun Toah Hui Cu bahkan mengaku sebagai puteri mendiang Raja dan Ratu Iblis, sepasang raja datuk sesat yang menggemparkan dunia kang-ouw itu. Mereka sengaja menghadap pinceng untuk minta diterima menjadi hwesio dan nikouw, karena mereka berdua merasa telah berbuat dosa dan untuk mencuci darah keturunan mereka yang amat jahat. Pinceng menerima karena melihat betapa mereka itu mempunyai niat yang tulus ikhlas."

Sampai disini kakek itu berdiam sejenak. Han Siong merasa kagum sekali kepada suhu dan subonya. Biarpun keduanya keturunan datuk-datuk sesat yang seperti iblis, namun keduanya agaknya menyadari kekeliruan orang tua mereka bahkan hendak menebus dosa dengan masuk menjadi pendeta!

Diam-diam Bi Lian yang hanya samar-samar saja ingat kepada kedua orang gurunya itu, juga merasa kagum dan bersimpati. Ia sendiripun sejak kecil menjadi murid dua orang datuk sesat, namun ia sama sekali tidak sudi mengikuti jejak mereka sebagai orang jahat. Sama sekali tidak! Ia benci kepada perbuatan jahat dan menentang mereka yang suka bertindak sewenang-wenang dan jahat.

"Ketika itu, pinceng yang sudah puluhan tahun tidak pernah membayangkan wanita, tiba-tiba saja menjadi lemah dan seperti kemasukan iblis dalam diri pinceng. Pinceng...... tergila-gila kepada Toan Hui Cu!"

Terkejut sekali hati Han Siong mendengar ini. Kalau saja kakek itu tidak membuat pengakuan sendiri, pasti dia tidak akan percaya! Bi Lian menatap wajah kakek itu, sepasang matanya memandang tajam penuh selidik.

Ceng Hok Hwesio menghela napas panjang.
"Batin pinceng masih lemah, mudah dimasuki kotoran. Pinceng tertarik oleh kecantikan Toan Hui Cu dan pinceng menyatakan perasaan ini. Ia menolak pinceng! Kemudian..... kiranya ketika masuk menjadi nikouw, di luar pengetahuannya, Toan Hui Cu telah mengandung akibat hubungan cintanya dengan Siangkoan Ci Kang. Hubungan di luar nikah! Kesempatan ini pinceng pergunakan untuk membalas dendam kepada Toan Hui Cu karena telah mengecewakan pinceng dan menolak perasaan hati pinceng yang sesungguhnya hanyalah gejolak nafsu binatang belaka. Dan membalas dendam kepada Siangkoan Ci Kang karena iri hati dan cemburu yang juga merupakan hafsu pementingan diri sendiri yang merasa dikecewakan. Maka, pinceng lalu menjatuhkan hukuman kepada mereka, hukuman kurung selama dua puluh tahun dalam kamar kurungan terpisah!"

"Aih, betapa kejinya!" tiba-tiba Bi Liar berseru marah, matanya berapi-api memandang kepada hwesio tua itu. "Losuhu sebagai seorang hwesio tua sungguh tidak pantas sekali melakukan perbuatan, yang demikian kejamnya terhadap mereka! Mula-mula tergila-gila kepada seorang wanita muda, kemudian karena tidak mendapat tanggapan lalu membalas dendam dan menghukum meteka sampai dua puluh tahun! Tidak malukah losuhu kepada diri sendiri?"

"Sumoi.....!!"

Han Siong berseru kaget sekali mendengar ucapan yang nadanya amat mencela dan merendahkan ketua kuil itu!

Akan tetapi kakek itu tersenyum, lalu merangkap kedua tangan di depan dada, memejamkan kedua matanya dan berkata,

"Omitohud....., terima kasih, nona. Makian dan celaan sungguh terasa sebagai obat pelunak rasa perih karena penyesalan pinceng. Pinceng memang layak dimaki, bahkan dipukul atau dibunuh kalau perlu. Pinceng akan menerimanya dengan senang hati sekali......"

Mendengar ini, Bi Lian menutup mulutnya dan memandang heran, juga bingung. Ia menoleh kepada Han Siong yang mengedipkan mata dan memberi isyarat kepadanya agar suka menahan diri. Karena Han Siong ingin sekali tahu kemana perginya suhu dan subonya, maka diapun mendesak dengan hati-hati kepada kakek yang masih memejamkan kedua matanya itu.

"Lalu bagaimana kelanjutannya, losuhu?"

Kakek itu membuka matanya, masih tersenyum ketika memandang kepada Bi Lian, dan pandang matanya juga lembut, sama sekali tidak membayangkan kemarahan biarpun tadi dimaki dan ditegur dengan keras oleh gadis itu.

"Ketika engkau pergi meninggalkan kuil, hukuman mereka itu tinggal dua tiga tahun lagi, Han Siong. Akan tetapi pada suatu hari pinceng menyadari dan menginsafi dosa yang pinceng lakukan. Sayang kesadaran itu timbul setelah pinceng begini tua. Pinceng lalu memanggil mereka, membebaskan mereka dari sisa hukuman itu, dan di depan mereka pinceng mengakui semua dosa pinceng, dan menyatakan bahwa pinceng menjatuhi hukuman pada diri pinceng sendiri dengan hukuman kurungan di kamar ini sampai mati"

"Ahhh..... !" Han Siong berseru dan tercengang, akan tetapi Bi Lian bersungut-sungut.
"Hemm, masih terlalu ringan! Mereka yang tidak berdosa harus menjalani hukuman selama hamper duapuluh tahun! Kalau losuhu, melihat usia losuhu yang sudah tua sekali, tentu hanya tinggal beberapa tahun saja....."

"Sumoi....!" kembali Hong Siong menegur gadis itu.

Kembali kakek itu tersenyum dan mengangkat tangannya.
"Biarkan saja, Han Siong! Pinceng malah girang karena gadis ini mewakili mereka untuk mengutuk pinceng. Sungguh pinceng selama ini merasa menyesal sekali, apalagi ketika dikeluarkan dari sini, mereka berdua itu sama sekali tidak mengutuk pinceng. Biarlah nona ini mewakili mereka untuk mengutuk pinceng....! Mereka memang tidak berdosa. Setelah pinceng mendengar akan pengalaman mereka. Mereka memang saling mencinta, sama-sama menderita dengan nasib yang hampir sama. Apakah dosa hubungan antara dua orang yang saling mencinta? Pinceng yang didorong nafsu iblis, nafsu binatang. Bahkan bukan mereka saja yang menderita, anak mereka yang tidak bersalah apapun, ikut pula menderita akibat perbuatan pinceng yang kotor......"

"Anak mereka......! Ah, suhu dan subo mempunyai anak dan bagaimana dengan anak mereka itu?"

Kini Bi Lian bertanya sambil menatap tajam wajah Ceng Hok Hwesio yang masih tersenyum. Mendengar ini, berdebar rasa hati Han Siong. Bi Lian bertanya tentang anak itu, tentang dirinya sendiri! Dan hwesio tua itupun sama sekali tidak pernah mimpi bahwa yang bertanya itu adalah anak itu sendiri, anak dari dua orang hukuman itu! Han Siong merasa serba salah. Tentu saja dia tidak mungkin mencegah kakek itu bercerita atau melarang Bi Lian bertanya. Pertanyaan sudah diajukan dan dengan jantung berdebar penuh ketegangan Han Siong hanya dapat memandang dan mendengarkan, menanti jawaban Ceng Hok Hwesio.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar