*

*

Ads

Rabu, 30 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 177

"Menurut keterangan kedua orang pejabat tinggi yang bijaksana dan setia itu, gerakan para pemberontak itu dipimpin oleh para datuk sesat, kabarnya diketuai oleh Lam-hai Giam-lo, bahkan Pek-lian-kauw juga bergabung dengan persekutuan itu. Nah, sekarang aku sedang menuju kesana ketika perutku terasa lapar dan aku berburu kijang itu dan bertemu denganmu.” Hay Hay tersenyum ketika teringat akan peristiwa itu. "Dan engkau sendiri, hendak pergi kemanakah?”

“Aku? Aku hanya ingin merantau, meluaskan pengalaman, juga mencari seorang pengkhianat keji, seorang murid murtad yang sudah sepatutnya dihancurkan karena dia dapat menjadi seorang yang amat berbahaya." Kui Hong mengepal tinju dan nampak marah sekali.

Hay Hay terkejut dan mengerutkan alisya. Tak nyaman rasa hatinya melihat gadis itu dicengkeram dendam yang demikian penuh kebencian terhadap seseorang.

"Hemm, siapakah orang itu? Seorang murid Cin-ling-pai?"

"Kalau hanya murid Cin-ling-pai, kiranya tidaklah demikian membahayakan, tidak perlu aku bersusah payah mencarinya sendiri. Akan tetapi dia jauh lebih lihai dari hanya seorang murid Cin-ling-pai, karena dia adalah murid gemblengan dari Kakek dan Nenek di Pulau Teratai Merah."

"Ahhh...! Maksudmu, dia itu murid dari kakekmu Pendekar Sadis?"

"Benar. Namanya Ciang Ki Liong. Seperti juga engkau, dia seorang korban kecelakaan dilaut yang sejak kecil ditolong oleh Kakek dan Nenekku, diambil murid dan digembleng. Aku sendiri ketika tiga tahun yang lalu berkunjung ke pulau itu, sama sekali tidak mampu menandinginya. Tiga tahun yang lalu, dia minggat dari pulau membawa banyak pusaka Pulau Teratai Merah, dan karena itulah Kakek dan Nenek lalu mengajarkan ilmu-ilmu kepadaku agar aku dapat menandinginya."

"Tapi... tapi sebagai murid Pendekar Sadis, tentu dia mempunyai ahlak yang baik. Mengapa dia sampai pergi meninggalkan pulau itu dan membawa banyak pusaka milik Kakekmu?"

"Menurut Kakek dan Nenek, sejak kecil dia memang kelihatan berwatak baik sekali, akan tetapi ketika aku berkunjung ke pulau itu, malam itu dia... dia mempunyai niat kotor dan kurang ajar terhadap diriku. Aku menolak dan menyerangnya, kami berkelahi dan begitulah, pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali dia minggat membawa barang-barang pusaka, termasuk pedang Kakek yang bernama Gin-hwa-kiam (Pedang Bunga Perak)."

"Aih, kiranya begitu?" Hay Hay mengangguk-angguk. "Terbuktilah sekarang bahwa aku tidak membohong ketika aku memuji-muii kecantikanmu, Kui Hong. Pantas saja Ciang Ki Liong itu tergila-gila kepadamu karena engkau memang cantik menggairahkan, hanya dia tidak mampu melawan nafsu berahinya sendiri sehingga melakukan hal yang buruk. Kecantikan, seperti semua keindahan, menjadi berbahaya sekali kalau ingin dimiliki dan dinikmati sebagai kesenangan,."

"Hemm, engkau sendiri seorang laki-laki mata keranjang yang suka akan kecantikan wanita. Tentu engkaupun sering kali tertarik oleh kecantikan wanita, bukan?"

"Tidak kusangkal, Kui Hong. Aku suka sekali dan tertarik akan kecantikan wanita seperti aku suka dan tertarik akan kecantikan bunga-bunga yang beraneka warna dan bentuk. Semuanya indah mengagumkan. Akan tetapi, aku tidak membiarkan diriku dikuasai nafsu untuk memetik bunga-bunga itu, karena hal itu berarti merusak dan merusak adalah perbuatan jahat. Aku hanya menikmati kecantikan wanita melalui pandang mataku, tanpa dipengaruhi berahi yang akan mendorongku ke arah perbuatan yang melanggar susila."

Hening sejenak dan malampun tiba. Tanpa bicara keduanya lalu mengumpulkan kayu kering dan membuat api unggun untuk mengusir nyamuk dan hawa dingin. Api bernyala dengan indahnya karena kayu yang dimakannya sudah kering betul dan malam itu tidak ada angin.

Kehangatan dan penerangan diciptakan api yang bernyala itu. Mereka duduk berhadapan, terhalang api unggun. Hay Hay mengagumi wajah yang tertimpa sinar api itu, mewarnai wajah cantik itu dengan warna kemerahan. Ketika gadis itu mengangkat muka dan menatapnya, dia tidak melepaskan pandang matanya, sehingga sejenak sinar mata mereka bertemu dan bertaut.

"Hay Hay, pernahkah engkau jatuh cinta?"

Hay Hay terkejut. Pertanyaan itu begitu tiba-tiba dan tak tersangka, seperti sebuah jurus serangan yang aneh dan berbahaya. Dia melihat betapa sepasang mata jeli dan tajam itu memandang kepadanya penuh selidik.

Hay Hay tersenyum dan menggeleng kepalanya.
"Aku bersukur bahwa aku belum pernah jatuh cinta, Kui Hong."

"Bersukur? Kenapa mesti bersukur?"






"Karena, seperti katamu tadi, cinta merupakan ikatan, seperti burung dalam sangkar. Aku tidak ingin terkurung dalam sangkar atau terikat kakiku, lebih suka terbang bebas di angkasa seperti seekor burung garuda! Bagaimana dengan engkau sendiri, Kui Hong? Seorang gadis selihai dan secantik engkau tentu banyak pengagumnya dan tentu engkau pernah jatuh cinta."

"Huh, engkau yang sudah berusia dua puluh satu tahun saja belum pernah jatuh cinta, apalagi aku yang baru berusia delapan belas tahun. Sudahlah, tak perlu kita bicara tentang cinta. Aku tertarik mendengar ceritamu tadi tentang para datuk yang bersekutu untuk memberontak itu. Siapa pula nama pemimpin mereka tadi, dan dimana mereka bersarang?"

"Menurut keterangan Menteri Yang, pemimpin mereka adalah Lam-hai Giam-lo seorang datuk sesat yang amat sakti, dan banyak tokoh sesat yang lihai bergabung dalam persekutuan itu, juga Pek-lian-kauw yang memiliki banyak tokoh lihai. Mereka sedang menyusun kekuatan di sepanjang Lembah Yangce, di Pegunungan Yunan."

"Hemm, aku tertarik sekali. Sebagai puteri Ketua Cin-ling-pai, sudah selayaknya kalau aku turun tangan menentang mereka. Dan siapa tahu, disana aku akan dapat bertemu dengan murid murtad itu. Akupun akan pergi kesana, Hay Hay."

"Bagus! Kalau begitu kita melakukan perjalanan bersama, Kui Hong. Betapa senangnya melakukan perjalanan bersamamu!"

"Kenapa senang?”

Kui Hong bertanya sambil mengerling, disertai senyum. Bagaimanapun juga, hati gadis ini senang mendengar pujian-pujian pemuda itu dan menginginkan lebih banyak mendengarnya.

"Kenapa? Tentu saja amat menyenangkan melakukan perjalanan bersama seorang gadis yang cantik manis, lincah jenaka dan lihai pula ilmu silatnya. Biar bertemu setan dan iblis di jalan, aku tidak akan takut kalau melakukan perjalanan bersamamu, Kui Hong."

"Hushh, dimalam gelap dan sunyi seperti ini, jangan bicara tentang setan dan iblis, Hay Hay!"

“Ah, sebentar lagi bulan akan muncul. Lihat di timur itu, sudah ada cahaya merah di langit timur, berarti bulan akan segera muncul."

"Apalagi waktu terang bulan, katanya setan dan iblis suka berkeliaran. Hihh, mengerikan!" Dan Kui Hong benar-benar agak menggigil mengenang tentang setan dan iblis.

"Ha-ha-ha, seorang gadis selihai engkau ini ngeri dan takut soal setan dan iblis? Sesungguhnya, merekalah yang harus merasa ngeri dan takut berhadapan denganmu, Kui Hong, bukan engkau yang takut!" Hay Hay berkelakar.

"Kalau setan dan iblis yang hanya dipakai penjahat untuk julukan mereka, tentu saja aku tidak takut sama sekali. Akan tetapi kalau setan dan iblis sungguh-sungguh, mahluk-mahluk halus, hiiihh, siapa yang tidak merasa ngeri?"

Kui Hong memandang ke kanan kiri, lalu menoleh ke belakang. Ketika melakukan perjalanan seorang diri, gadis ini tidak takut menghadapi siapapun, dan karena tidak pernah bicara atau berpikir tentang setan, maka iapun tidak pernah takut. Kini, sekali Hay Hay menyebut tentang setan dan iblis yang suka mengganggu manusia, teringat ia akan dongeng-dongeng mengerikan tentang setan dan iblis yang suka mengganggu manusia.

"Kui Hong, apakah engkau pernah melihat sendiri setan itu?"

Kui Hong menggeleng kepala menyangkal.
"Kalau belum pernah melihat sendiri, bagaimana engkau bisa percaya adanya setan”.


“Hay Hay, banyak hal-hal yang gaib di dunia ini, yang tak dapat dilihat, namun toh ada dan harus dipercaya keadaannya. Siapa dapat melihat adanya angin? Siapa dapat melihat adanya nyawa? Siapa dapat melihat adanya Tuhan? Namun, kita toh percaya. Aku percaya akan adanya setan dan iblis seperti yang didongengkan orang."

Hay Hay mengangguk.
"Memang, di dalam ilmu sihir, ada ilmu yang disebut ilmu hitam, yang kekuatannya berpangkal kepada kepercayaan dan pemujaan setan dan iblis. Seperti juga kepercayaan terhadap Tuhan, walaupun tak dapat dilihat, namun kekuasaan Tuhan dapat kita lihat dimana-mana, bahkan di dalam detak jantung kita sendiri, dalam pertumbuhan kuku dan rambut dan dalam seluruh kehidupan diri kita. Kalau Tuhan itu sumber segala kebenaran dan kebaikan, maka sebaliknya, setan itu sumber segala kejahatan. Aku sendiri ingin sekali melihat setan dengan mata kepala, namun tak pernah berhasil….”

"Ihhh... sudahlah, Hay Hay, jangan bicara tentang setan dan iblis di waktu seperti ini. Lihat bulan mulai muncul dan bayangan-bayangan pohon itu sungguh menyeramkan!"

Kembali Kui Hong nampak ketakutan dan diam-diam gadis ini merasa beruntung sekali malam itu ada Hay Hay yang menemaninya. Ia menambahkan kayu pada api unggun sehingga api membesar.

"Aku mau tidur, tubuhku masih terasa lelah bukan main." katanya dan iapun merebahkan diri miring di bawah pohon itu berbantal tangan.

"Tidulah, biar aku yang berjaga. Tidurlah dengan tenang dan nyenyak dan jangan takut akan diganggu setan…."

Tiba-tiba Kui Hong menahan jeritnya dan meloncat duduk dengan mata terbelalak memandang ke sebelah kirinya.

"Kui Hong! Ada apakah?" tanya Hay Hay dan diapun menoleh.

Diapun terbelalak karena melihat asap hitam mengepul dan di tengah asap itu muncullah bentuk yang amat menyeramkan, seorang manusia seperti raksasa, tinggi besar, mukanya hitam arang, matanya lebar melotot hidungnya besar dan mulutnya bertaring! Pendeknya, bukan bentuk manusia umum yang muncul dari dalam asap hitam itu, melainkan ujud yang biasanya dimiliki setan datam dongeng!

Kui Hong yang tadinya terkejut sekali, kini tiba-tiba meloncat ke arah bayangan raksasa itu dan ia menyerang dengan pukulan dahsyat. Akan tetapi, gadis itu menahan pekiknya ketika tangannya tembus saja seolah-olah ia memukul bayangan! Dan "raksasa" itu tertawa bergelak, giginya yang besar-besar nampak dan lidahnya terjulur panjang! Kui Hong menjadi pucat dan kini ia tidak meragukan lagi bahwa yang diserangnya itu sudah pasti setan! Bukan manusia biasa.

"Kui Hong, mundurlah dan biarkan aku menghadapinya." terdengar suara Hay Hay di belakangnya dan Kui Hong cepat melompat ke arah Hay Hay dan dengan tubuh gemetar ia ikut duduk di atas rumput dekat Hay Hay karena pemuda itupun masih duduk seperti tadi.

Saking ngeri dan takutnya, tanpa disadarinya Kui Hong duduk merapat dan merangkul leher pemuda itu, minta perlindungan.

"Aku... aku takut…" bisiknya dan suaranya juga gemetar.

Api unggun kini padam karena tidak ditambah kayu, akan tetapi bulan sudah muncul sehingga cuaca cukup terang, akan tetapi penerangan redup yang menambah keseraman suasana.

Kini suara ketawa terdengar semakin ramai dan dengan muka pucat dan mata terbelalak Kui Hong melihat bahwa kini bersama dengan mengepulnya asap hitam, muncul pula empat sosok bayangan lain yang kesemuanya merupakan mahluk-mahluk mengerikan yang mengepung mereka dengan setengah lingkaran dari depan.

Kui Hong merasa semakin takut dan di luar kesadarannya, kedua lengannya merangkul pundak dan leher Hay Hay, seperti seorang anak kecil yang ketakutan dan minta perlindungan dalam dekapan ibunya.

"Tenanglah, Kui Hong, itu hanya permainan kanak-kanak!" bisik Hay Hay.

Padahal, di dalam hatinya, pemuda ini juga terkejut karena dia maklum bahwa dia berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kekuatan sihir yang cukup kuat. Bayangan-bayangan menyeramkan itu adalah jadi-jadian atau ujud yang muncul karena kekuatan sihir ilmu hitam!

Hay Hay mengerahkan kekuatan batinnya, tangannya mengambil tanah di bawah rumput, kemudian menujukan pandang matanya ke arah lima sosok bayangan setan yang menyeramkan itu. Bayangan-bayangan itu masih mengeluarkan suara ketawa yang tidak seperti suara manusia.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar