*

*

Ads

Kamis, 17 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 122

Demikianlah, ketika meninggalkan pulau secara minggat, Ki Liong mencari ibunya yang tinggal di sebuah dusun. Hanya beberapa hari saja dia tinggal disitu. Setelah rasa rindu terhadap ibunya terobati, mulailah dia merantau untuk mencari musuh besarnya, pembunuh ayahnya.

Menurut ibunya, pembunuh ayahnya itu bernama Siangkoan Ci Kang yang dahulu masih saudara seperguruan dengan ayahnya yang bernama Sim Thian Bu. Kata ibunya, Siangkoan Ci Kang adalah seorang laki-laki yang berkepandaian tinggi dan lengan kirinya buntung sebatas siku.

Tidak sukar mencari orang yang buntung lengan kirinya, apalagi kalau orang itu seorang ahli silat yang lihai. Tentu akan mudah dia mencari keterangan di dunia kang-ouw, karena Si Lengan Buntung yang lihai itu tentu dikenal oleh banyak orang kang-ouw.

Akan tetapi, ternyata harapannya itu sia-sia dan dugaannya meleset. Memang banyak orang mendengar nama Siangkoan Ci Kang, putera dari mendiang Siangkoang Lojin yang berjuluk Si Iblis Buta, akan tetapi semenjak belasan tahun sampai duapuluh tahun yang lalu, nama Siangkoan Ci Kang tidak pernah lagi muncul di dunia kang-ouw dan tidak ada seorangpun tokoh kang-ouw yang tahu dimana adanya jagoan itu.

Hal ini tidaklah aneh karena memang Siangkoan Ci Kang bersama Toan Hui Cu “bersembunyi” di dalam kuil Siauw-lim-si, menjadi orang-orang hukuman sehingga mereka berdua itu seolah-oleh lenyap dari dunia kang-ouw, bahkan dunia ramai.

Ki Liong tidak putus asa dan mencari terus sampai akhirnya dia tiba di daerah Propinsi Hu-nan dekat Telaga Tung-ting dimana dia berjumpa dengan Ji Sun Bi. Seperti kita ketahui, bersama teman-temannya, setelah tidak mampu mengalahkan Hay Hay dan Hui Lian, Ji Sun Bi juga melarikan diri dan seperti yang telah mereka rencanakan, mereka itu berkumpul di dalam kuil tua di mana terdapat para tosu Pek-lian-kauw yang untuk sementara menjadikan kuil itu sebagai tempat persembunyian mereka. Di antara para anggauta gerombolan itu dan Pek-lian-kauw memang sudah ada hubungan baik, apalagi kalau diingat bahwa Min-san Mo-ko sendiri adalah bekas seorang tokoh Pek-lian-kauw.

Ji Sun Bi tidak betah tinggal di kuil tua yang buruk itu dan ia pun berkeliaran keluar kuil, dan mendaki bukit itu, keluar dari dalam hutan. Dan di puncak bukit inilah ia melihat seorang pemuda yang amat menarik hatinya. Seperti biasa, setiap kali bertemu dengan seorang pemuda yang tampan dan gagah, tergeraklah hati Ji Sun Bi dan gairahnya pun timbul. Melihat pemuda itu melangkah seorang diri dari atas puncak bukit menuju turun, Ji Sun Bi cepat mencubit pahanya sendiri sampai kain celananya robek dan kulit pahanya membiru, kemudian ia rebah di atas tanah di dekat jalan setapak sambil merintih-rintih.

Ketika Ki Liong berjalan seenaknya menuruni bukit itu, tentu saja dia melihat seorang wanita yang rebah miring di atas tanah sambil merintih-rintih itu. dia terkejut sekali dan dengan beberapa lompatan saja dia sudah menghampiri wanita itu. Wanita itu amat cantik manis, mukanya bulat dan kulitnya putih mulus, tubuhnya padat dan menggairahkan. Sepasang pedang yang melintang di punggungnya menunjukkan bahwa wanita itu bukan wanita sembarangan.

“Aduhh…. aughh…. aduuuhh…” Ji Sun Bi merintih-rintih, pura-pura tidak melihat orang yang datang menghampirinya.

“Toanio, siapakah engkau dan apakah yang telah terjadi?”

Ki Liong bertanya kepada wanita yang dia taksir usianya tentu beberapa tahun lebih tua darinya walaupun masih cantik dan menarik sekali.

Ji Sun Bi menoleh dan seolah-olah baru melihat Ki Liong, tiba-tiba saja ia bangkit duduk dan meloncat berdiri dengan kaki terpincang, memasang kuda-kuda dan memegang gagang pedangnya.

“Engkau siapa…?” bentaknya seperti orang yang khawatir menghadapi musuh dalam keadaan terluka.

Ki Liong tersenyum dan Ji Sun Bi yang mata keranjang itu merasa jantungnya jungkir balik melihat betapa tampannya pemuda ini kalau tersenyum.

“Toanio, jangan salah kira. Aku bukan musuhmu, aku hanya kebetulan saja melihat engkau rebah disini dan merintih kesakitan. Apakah engkau sakit, Toanio? Barangkali aku dapat menolongmu…..?”

“Tidak! Engkau tentu seorang musuh!” kata Ji Sun Bi dan tiba-tiba saja dia menyerang dengan kedua tangannya, menggunakan jurus pukulan yang ampuh.

Tangan kirinya menotok ke arah leher sedangkan tangan kanan mencengkeram ke arah lambung. Serangan hebat ini dilakukan Ji Sun Bi bukan untuk mencelakakan orang, melainkan untuk menguji apakah pemdua ini seorang yang memiliki kepandaian silat seperti yang diduganya, melihat cara pemuda itu tadi berlompatan menghampirinya. Kalau pemuda ini tidak pandai silat, atau tidak begitu pandai sehingga jurusnya ini terlalu berbahaya baginya, tentu ia akan menarik kembali tangannya.

Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati Ji Sun Bi ketika melihat pemuda itu sama sekali tidak mengelak atau menangkis, melainkan membuat gerakan aneh dengan kedua tangannya dan tahu-tahu kedua pergelangan tangannya sudah dipegang oleh pemuda itu!






Sepasang lengan pemuda itu tadi bergerak sedemikian cepatnya seperti dua ekor ular saja, mendahului serangannya. Serangannya disambut oleh serangan pula dan tahu-tahu kedua pergelangan tangannya sudah di pegang dan ia tidak berdaya!

Ki Liong memperlebar senyumnya.
“Aku bukan musuhmu! Aku tidak mungkin mau bermusuhan dengan orang secantik engkau, lebih suka kalau bersahabat denganmu, Toanio.”

Ki Liong melepaskan pegangannya dan Ji Sun Bi yang merasa terkejut, heran dan juga girang mendapat kenyataan bahwa pemuda ini lihai bukan main dan juga ingin bersahabat, lalu sengaja terhuyung dan terpincang lalu rebah pula, seolah-olah kaki kanannya menjadi lumpuh.

“Aduuuh….!”

Kembali Ki Liong sudah berlutut di dekatnya.
“Engkau kenapakah, Toanio? Apanya yang sakit?”

Ji Sun Bi berlagak menahan sakit, mengigit bibirnya kemudian berkata dengan alis berkerut,

“Aku dan kawan-kawan… baru saja berkelahi dengan musuh, dan aku terluka…. pada paha kananku, aduuhh…..!” Dan ia memijit paha kananya.

Ki Liong merasa kasihan.
“Bolehkah aku memeriksanya, Toanio? Mungkin aku dapat menolongmu karena aku membawa obat yang manjur sekali untuk menyembuhkan luka…”

Ji Sun Bi mengangguk dan Ki Liong lalu memeriksa paha kanan itu. Dia membuka kain celana yang terobek cukup lebar sehingga nampaklah paha yang mulus karena kulitnya putih mulus, akan tetapi ada nampak biru kemerahan bekas cubitan. Setelah memeriksa dengan teliti, Ki Liong hampir tertawa, akan tetapi dia cukup cerdik untuk menahannya. Paha itu tidak apa-apa, hanya kulit paha yang halus hangat itu saja yang membiru bekas cubitan. Akan tetapi, dia mengelus paha itu dan jantungnya berdebar penuh gairah. Wanita ini cantik sekali, tubuhnya padat dan pahanya demikian mulus!

“Lukanya tidak parah, Toanio, akan segera sembuh setelah kuurut dan kupijit,” kata Ki Liong sambil mengelus-elus kulit paha yang membiru itu.

Diam-diam Ji Sun Bi merasa girang sekali. Jelas ada tanda-tanda bahwa pemuda ini menyambut dan suka kepadanya, seorang pemuda yang tampan dan gagah, bahkan ia menduga pemuda ini memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi! Ketika pahanya dielus seperti itu, ingin ia langsung saja merangkul pemuda itu, akan tetapi ditahannya karena ia tidak mau gagal, seperti yang pernah terjadi dengan Hay Hay.

“Terima kasih, ahh… terasa nyaman sekarang….”

Ki Liong tersenyum, elusan tangannya semakin berani.
“Enak…?”

“Enak sekali, terima kasih, nyerinya hampir hilang…. ah, sobat yang baik, engkau tadi demikian mudah menangkap kedua pergelangan tanganku. Engkau yang lihai dan baik hati ini, siapakah engkau?”

Tanpa melepas jari-jari tangannya yang mengelus dan membelai, Ki Liong memandang wajah manis itu dan menjawab.

“Namaku Sim Ki Long, aku seorang perantau yang kebetulan lewat disini dan bertemu denganmu, Toanio…”

Dia memandang paha itu dan melihat kulit paha yang demikian putih mulus, demikian hangat terasa di tangannya, Ki Liong lalu menunduk dan mencium paha itu.

Makin keras jantung Ji Sun Bi berdegup dan mukanya menajdi kemerahan, tanda bahwa nafsunya telah naik ke kepala. Sungguh beruntung, pikirnya, sekali ini ia menemukan seorang pemuda yang begini hebat dan menyenangkan!

“Sim-kongcu…. engkau tentu seorang pemuda bangsawan atau hartawan, jangan menyebut Toanio kepadaku karena aku belum…. belum menikah, eh, namaku Sun Bi, Ji Sun Bi….” Suara Sun Bi sudah tidak karuan karena napasnya semakin memburu.

“Baiklah, Enci Sun Bi. Wah, engkau cantik sekali….”

Sun Bi tidak dapat menahan dirinya lagi dan tiba-tiba ia memeluk dan mencium pemuda itu. Makin gembira hati Sun Bi ketika pemuda itu membalas ciumannya, ia mendapat kenyataan betapa canggung pemuda ini melakukan hal itu, menandakan bahwa pemuda yang menarik hatinya ini adalah seorang pemuda yang sama sekali belum berpengalaman.

Ia lalu menarik pemuda itu rebah di atas rumput dan kegembiraannya makin besar ketika ia mendapat kenyataan bahwa ia bertemu dengan seorang perjaka tulen! Dengan penuh gairah dan kesukaan hati iapun lalu mengajar dan membimbing pemuda itu untuk memuaskan berahi dan gairah mereka. Dan dalam hal ini, tentu saja Sun Bi merupakan seorang guru yang amat pandai dan berpengalaman bagi Ki Liong!

Tak lama kemudian, dengan hati yang girang sekali, seperti menemukan sebuah mustika yang hebat, Ji Sun Bi sudah menggandeng tangan Ki Liong dan diajaknya pemuda ini menemui Min-san Mo-ko dan yang lain-lain, memperkenalkan pemuda itu sebagai sahabat barunya, sebagai kekasihnya!

“Suhu, Sim Ki Liong ini adalah sahabat baikku yang boleh dipercaya dan jangan pandang rendah, Suhu, dia amat lihai. Ilmu kepandaiannya tidak kalah dibandingkan dengan siapapun juga, dan andaikata dia membantu ketika kita menghadapi dua orang musuh itu, tentu pihak kita tidak akan kalah!”

Ji Sun Bi adalah murid merangkap kekasih Min-san Mo-ko, akan tetapi Iblis dari Min-san ini tidak merasa cemburu melihat Sun Bi yang gila lelaki itu mendapatkan kekasih baru. Akan tetapi, diam-diam dia merasa tidak senang mendengar ucapan Sun Bi yang memuji-muji Ki Liong dan mengatakan bahwa pemuda ini tidak akan kalah dibandingkan dengan siapapun juga. Ucapan itu seperti merendahkan dirinya, seolah-olah dia sendiripun tentu kalah oleh pemuda yang menjadi kekasih Sun Bi ini. Dia merasa penasaran dan ingin menguji sampai dimana kebenaran pujian Sun Bi.

“Benarkah demikian? Kalau memang Sim-kongcu benar lihai dan dapat menahanku sampai sepuluh jurus, sungguh aku merasa girang sekali karena kita mendapatkan seorang sekutu baru yang boleh diandalkan.”

Ki Liong memang memiliki watak yang tinggi hati. Merasa bahwa dia adalah murid Pendekar Sadis dan isterinya, dia merasa seolah-olah kepandaian silatnya sudah paling tinggi dan tidak ada lawannya! Maka, kini diapun memandang rendah kepada orang tua yang diperkenalkan oleh Sun Bi sebagai gurunya dan yang bernama Min-san Mo-ko itu.

Kini semua orang telah berkumpul disitu, ingin sekali melihat pimpinan mereka menguji kepandaian pemuda yang baru tiba, juga anak buah gerombolan itu berkumpul disitu dengan hati tegang. Setelah memandang ke sekeliling, Ki Liong menghampiri Min-san Mo-ko dan dengan lantang berkata,

“Mo-ko, akupun ingin sekali melihat apakah engkau dapat mengalahkan aku dalam sepuluh jurus, karena kalau begitu halnya, engkau bukan hanya pantas menjadi pimpinan kelompok ini, bahkan pantas menjadi guruku!”

“Bagus!” Min-san Mo-ko menggerakkan tubuhnya dan tahu-tahu dia sudah berdiri di depan Ki Liong. “Orang muda, sambutlah seranganku!”

Dan diapun sudah menyerang dengan amat ganasnya, menyambung suaranya yang melengking tadi. Tangannya bergerak cepat sekali mencengkeram ke arah kepala Ki Liong, disusul tendangan ke arah pusar.

“Hemmm….!”

Ki Liong tenang saja dan dengan amat mudah dia miringkan tubuh mengelak, sedangkan tendangan itu ditangkisnya dengan tangan terbuka. Tendangan itu mental dan kedua pihak kini maklum bahwa lawan memiliki tenaga yang amat kuat!

Jurus pertama gagal, disusul jurus kedua dan makin lama, serangan Min-san Mo-ko menjadi semakin dahsyat dan berbahaya. Namun, bukan saja Ki Liong mampu mengelak dan menangkis, bahkan tiga kali dia mampu membalas dengan serangan yang tentu akan mencelakakan diri Min-san Mo-ko kalau saja Ki Liong tidak menahan dan menarik kembali serangannya sambil tersenyum.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar