*

*

Ads

Senin, 14 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 120

Perahu itu besar, paling besar diantara perahu-perahu lain yang berada di Telaga Tung-ting. Memang perahu itu paling besar, karena pembesar setempat memang menyediakan perahu itu untuk keperluan Jaksa Kwan yang berlibur dan pelesir di telaga bersama keluarganya.

Dan semua pejabat setempat tunduk dan takut kepada Jaksa Kwan, seorang pembesar yang keras dan memegang teguh hukum, tegas dan sama sekali tidak pernah mau disogok. Kwan-taijin (Pembesar Kwan) terkenal sekali sebagai seorang jaksa yang menentang kejahatan, dan bersikap keras sekali terhadap pelanggar hukum, terhadap kaum penjahat sehingga dia dibenci oleh golongan hitam, akan tetapi sebaliknya dia amat dikagumi dan dihormati oleh para pendekar yang menjunjung kebenaran dan keadilan.

Pada waktu itu, jaranglah terdapat seorang pejabat pemerintah seperti Kwan-taijin. Hampir semua pejabat, dari yang paling kecil sampai yang paling besar, pada waktu itu merupakan koruptor-koruptor yang tidak segan-segan melakukan segala macam penindasan terhadap rakyat atau pencurian terhadap pemerintah untuk menggendutkan perut sendiri.

Oleh karena itu, Jaksa Kwan merupakan seorang yang sukar ditemukan keduanya. Kejujuran dan keadilannya membuat dia ditakuti para penjahat dan disegani para pendekar, akan tetapi juga mendatangkan hal lain yang membahayakan, yaitu dia dibenci oleh golongan hitam!

Akan tetapi, karena Kwan-taijin tidak pernah menyimpan sesuatu pamrih demi keuntungan pribadi atau dendam pribadi, karena dia bertindak tegas keras dan adil demi tegaknya hukum yang dipegangnya, maka, diapun tidak pernah merasa takut atau terancam.

Dan tidaklah aneh kalau seorang pejabat pada waktu itu yang tidak mau mengikuti jejak kawan-kawan dan rekan-rekannya, tidak mau berkorupsi, Kwan-taijin hidup sederhana walaupun tidak kekurangan karena sebagai seorang pejabat tinggi dia memperoleh gaji yang cukup besar. Namun dibandingkan dengan para pejabat lain yang lebih rendah tingkatnya daripada Kwan-taijin, yang biasa hidup berkelebihan dan bergelimang kemewahan, keluarga Kwan-taijin dapat dibilang hidup secara sederhana.

Kini keluarga itu, pada waktu Jaksa Kwan mendapat cuti, mengadakan pelesir di Telaga Tung-ting yang indah. Keluarga pembesar lain kalau berpelesir di telaga ini, tentu akan berpesta pora dalam perahu besar, mengundang gadis-gadis penyanyi dan tukang-tukang musiknya, bahkan banyak pula yang membawa gadis-gadis pelacur.

Akan tetapi Jaksa Kwan menikmati rnasa liburnya dengan memancing ikan di telaga, atau minum arak dan membuat sajak memuji keindahan tamasya alam di telaga itu. Pada sore hari itu, Jaksa Kwan duduk seorang diri di kepala perahu, menghadapi guci dan arak, juga kertas dan alat tulis karena dia sedang minum arak dan menulis sajak.

Keluarganya yang tidak besar, hanya seorang isteri dan dua orang anak, mengaso di dalam bilik perahu besar. Seperti sebuah patung, Jaksa Kwan tidak bergerak, termenung dan menikmati keindahan dan kesunyian telaga yang amat luas itu. Dia seorang laki-laki yang usianya kurang lebih lima puluh tahun, berpakaian longgar sederhana, kumis dan jenggotnya terpelihara baik -baik, sepasang mata yang lebar itu berwibawa, dan di lehernya tergantung sebuah batu giok yang warnanya belang-belang merah dan hijau, indah sekali.

Dia menerima batu giok ini sebagai hadiah dari seorang tokoh pendekar yang merasa kagum kepadanya, dan batu giok ini merupakan sebuah pusaka yang amat langka. Kalau dipakai sebagai kalung, dapat menolak datangnya penyakit, dan batu giok itupun dapat memunahkan segala macam racun yang bagaimana jahatpun, selain itu juga air yang merendam batu itu semalam suntuk, dapat merupakan obat kuat yang manjur.

Beberapa buah perahu kecil berseliweran di permukaan telaga, ada pula beberapa buah yang bergerak di dekat perahu besar Kwan-taijin. Akan tetapi pembesar ini agaknya tidak memperhatikan perahu-perahu itu, dan sama sekali tidak tahu bahwa diantara perahu-perahu itu terdapat beberapa buah perahu yang ditumpangi penjahat-penjahat besar yang sejak tadi membayanginya!

Sebuah perahu kecil yang ditumpangi tiga orang yang memegang joran pancing, meluncur dekat dan tiba-tiba dari atas perahu kecil itu melayang sesosok tubuh ke atas perahu besar. Tanpa menimbulkan guncangan, tubuh itu kini hinggap di atas dek perahu besar, di dekat Kwan-taijin yang masih duduk termenung dan sebelum Kwan-taijin sempat bergerak atau berteriak, tiba-tiba saja tubuhnya tertotok lemas dan dilain saat, tubuh pembesar itu telah dipondong oleh kakek kurus itu dan dibawa melompat ke atas perahu kecil dimana dua orang kawannya telah menanti

Seorang pengawal yang kebetulan melihat peristiwa itu berteriak dan gegerlah pasukan pengawal yang hanya terdiri dari selosin orang itu di atas perahu lain yang berada di belakang perahu besar.

Akan tetapi, Min-san Mo-ko yang menawan Kwan-taijin tidak mempedulikan pengejaran para pengawal. Dua orang pembantunya sudah mendayung perahu kecil dengan cepatnya, meluncur pergi ke tengah telaga! Dan ketika perahu pengawal melakukan pengejaran, mereka itu dihadang oleh perahu-perahu kecil yang ditumpangi oleh Ji Sun Bi, Lam-hai Siang-mo, suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan, dan anak buah mereka.






Terjadi pertempuran yang berat sebelah karena dua belas orang pengawal itu sama sekali bukan merupakan lawan berat bagi tokoh-tokoh sesat itu sehingga sebentar saja perahu kecil yang membawa Kwan-taijin lenyap tidak ada yang mengejar! Para pengawal itupun satu demi satu terlempar ke dalam air dan melihat betapa Min-san Mo-ko berhasil melarikan Kwan-taijin, para penjahat itupun cepat melarikan diri dengan perahu-perahu mereka, tidak mau menanti datangnya pasukan bala bantuan yang tentu akan tiba di tempat itu.

Sementara itu, setelah merasa aman dari pengejaran para pengawal, Min-san Mo-ko dan dua orang anak buahnya mendarat di tepian yang sunyi. Akan tetapi, tiba-tiba saja sebuah perahu nelayan kecil meluncur dari samping, dan dari dalam perahu itu berkelebat bayangan orang yang meloncat naik pula ke darat, dan tahu-tahu seorang pemuda telah berdiri di depan Min-san Mo-ko.

Pemuda ini bukan lain adalah Hay Hay! Ketika dia melakukan pengejaran dan tiba di tepi telaga, Hay Hay menyamar sebagai seorang nelayan karena dia melihat beberapa orang penjahat yang pernah dilihatnya menyerbu perkampungan suku Miao, nampak berkeliaran di situ, ada pula yang menunggang perahu! Dia dapat menduga bahwa tentu gerombolan itu sedang hendak melakukan sesuatu di tempat itu, entah apa dia tidak dapat menduga. Maka, diapun menyamar sebagai nelayan dan menyewa sebuah perahu, mendayung perahunya berkeliling sampai akhirnya dia mengenal Min-san Mo-ko dan dua orang anak buahnya dalam sebuah perahu.

Dia tertarik sekali dan membayangi, melindungi mukanya dengan caping lebar. Ketika dia melihat Min-san Mo-ko meloncat ke perahu besar dan menculik seorang laki-laki yang tidak dikenalnya, dan melihat betapa pasukan pengawal dihadapi anak buah Min-san Mo-ko, tahulah dia bahwa tentu pria yang diculiknya itu seorang pembesar penting. Diapun cepat mengikuti dari jauh dengan perahunya dan ketika Min-san Mo-ko membawa Kwan-taijin melompat ke darat, diapun cepat melompat dan kini berhadapan dengan Min-san Mo-ko sambil menyeringai.

"Eh, kiranya Si Dukun Lepus Min-san Mo-ko yang kembali membuat ulah! Hayo lepaskan orang yang kau cilik itu!" bentak Hay Hay.

Melihat munculnya pemuda yang kini amat lihai itu, yang bahkan pandai ilmu sihir sehingga dia tidak mungkin lagi menguasainya dengan sihir, Min-san Mo-ko terkejut bukan main.

"Mundur engkau bocah setan!" bentaknya. "Atau... akan kubunuh dulu Jaksa Kwan ini!"

Dan diapun menempelkan pedangnya pada leher Jaksa Kwan yang masih belum mampu bergerak karena tertotok.

"Mundur dan jangan mengikuti kami!"

Hay Hay yang cerdik maklum bahwa setelah susah payah menculik orang, tidak mungkin Min-san Mo-ko akan membunuhnya begitu saja. Dia tidak mau digertak, maka diapun tertawa.

"Ha-ha-ha, Min-san Mo-ko dukun cabul! Aku sama sekali tidak mengenal orang yang kau culik tu. Mau kau bunuh atau tidak, tidak ada hubungannya dengan aku, dan aku tidak akan rugi. Kalau engkau membunuhnya, silakan, akan tetapi jangan harap aku akan dapat melepaskan engkau lagi!"

Gertakan dibalas dengan gertakan dan Min-san Mo-ko menjadi agak bingung. Hatinya sudah khawatir sekali bertemu dengan Hay Hay dan kini dia bahkan digertak oleh pemuda remaja yang lihai itu. Dia tidak tahu betapa diam-diam Hay Hay merasa tegang karena pemuda ini melihat berkelebatnya bayangan putih yang sudah dapat diduganya siapa orangnya.

"Penjahat busuk terimalah kematianmu!"

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan seperti seekor garuda menyambar, Hui Lian telah meloncat dan menerkam ke arah tengkuk Min-san Mo-ko dengan totokan maut!

"Ihhh…..!"

Min-san Mo-ko mengelak sambil membabatkan pedangnya ke belakang menyambut serangan Hui Lian. Kesempatan ini memang ditunggu-tunggu oleh Hay Hay. Dia menubruk ke depan dan di lain saat, tubuh Kwan-taijin sudah pindah ke dalam pondongannya!

Min-san Mo-ko terkejut, apalagi ketika dua orang pembantunya yang maju hendak membantunya, dirobohkan oleh Hui Lian dengan sebuah tendangan dan tamparan! Diapun meloncat jauh dan melarikan diri tanpa menoleh lagi! Menghadapi Hay Hay seorang saja dia merasa jerih, apalagi di situ masih muncul pemuda berpakaian putih yang juga sudah diketahui kelihaiannya.

"Terima kasih... Kok-toako." kata Hay Hay, tidak mau menyebut enci karena disitu terdapat Kwan-taijin dan dua orang anggauta gerombolan yang mengaduh-aduh dan memijit-mijit pundak dan kaki yang patah tulangnya.

Hui Lian tidak menjawab, melainkan bertanya tentang Kwan-taijin.
"Siapakah orang ini dan mengapa dia diculik?"

Hay Hay membebaskan totokan Kwan-taijin dan pembesar ini setelah mampu bergerak lagi, segera mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat kepada dua orang muda itu.

"Saya adalah Jaksa Kwan dari kota Siang-tan. Banyak penjahat yang memusuhi saya, mungkin untuk membalaskan sakit hati rekan-rekan mereka yang saya tangkap dan tuntut sehingga terhukum berat. Terima kasih kepada Ji-wi Taihiap (Pendekar Besar Berdua) yang telah menyelamatkan saya sehingga saya tidak terbunuh, melainkan kehilangan pusaka saya."

"Pusaka? Pusaka apa yang hilang?" tanya Hay Hay.

“Pusaka batu giok penawar segala racun yang tadinya saya pakai sebagai kalung. Sayang sekali pusaka yang amat langka itu terjatuh ke tangan penjahat. Dia tadi merenggut kalung itu dan disimpannya dalam saku. Ahhh, kalau mereka pergunakan pusaka itu untuk kejahatan, sungguh sayang sekali."

Hui Lian berkata kepada Hay Hay,
"Hay-te, antarkan Kwan-taijin ini kembali kepada keluarganya, aku akan mengejar mereka!"

Tanpa menanti jawaban, sekali berkelebat nampak bayangan putih dan lenyapnya tubuhnya, membuat Kwan-taijin menarik napas kagum.

"Marilah, Taijin, saya antar kembali kesana." kata Hay Hay, girang bukan main mendengar suara Hui Lian tadi yang agaknya sudah tidak marah lagi kepadanya dan sebutan Hay-te (Adik Hay) tadi terdengar demikian akrab.

Keluarga Kwan-taijin merasa gembira sekali melihat pembesar itu kembali dalam keadaan selamat. Kehilangan pusaka batu giok itu tidak begitu besar artinya bagi mereka dan setelah menghaturkan terima kasih kepada Hay Hay, keluarga itu cepat-cepat pulang ke Siang-tan diikuti para pengawal yang juga merasa terkejut dan cemas dengan adanya peristiwa tadi.

Hay Hay cepat meninggalkan tempat itu, mempergunakan ilmu berlari cepat melakukan pengejaran pula ke arah larinya Min-san Mo-ko yang dikejar oleh Hui Lian tadi. Dia merasa khawatir akan keselamatan Hui Lian karena dia maklum betapa berbahayanya Min-san Mo-ko, apalagi ilmu sihirnya yang sukar dilawan oleh Hui Lian. Dia khawatir, lebih-lebih setelah kini dia tahu bahwa Hui Lian adalah seorang wanita! Seorang gadis yang cantik jelita dan... harum bau keringatnya!

Kekhawatirannya bertambah ketika dia tiba di luar sebuah hutan dan masih belum juga dapat menemukan jejak mereka, baik jejak Min-san Mo-ko dan teman-temannya maupun jejak Hui Lian. Dia teringat akan dua orang yang tadi terluka oleh Hui Lian, maka cepat dia berlari seperti terbang menuju ke tepi telaga yang tadi.

Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan mereka yang hanya dapat berjalan perlahan-lahan karena seorang diantara mereka menderita patah tulang kaki kirinya sehingga hanya dapat berjalan terpincang-pincang. Ketika melihat Hay Hay yang tiba-tiba muncul, mereka terkejut bukan main dan menggigil ketakutan!

Hay Hay tidak mau membuang waktu. Segera dia mengerahkan ilmu sihirnya, memandang tajam dan berkata dengan suara yang amat berwibawa,

"Aku ingin kalian mengatakan dimana sarang Min-san Mo-ko. Kalau kalian berbohong, awas! Lihat, aku dapat menjadi seekor raksasa yang akan mengganyang habis kalian!"

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar