*

*

Ads

Senin, 14 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 119

Hay Hay memandang ke arah Ji Sun Bi dan teringatlah dia akan semua pengalamannya dengan wanita itu. Wajahnya berubah merah karena malu ketika dia terkenang betapa dla pernah menerima pelajaran bagaimana caranya orang bercumbuan dari wanita yang amat berpengalaman itu. Harus diakuinya bahwa dia pernah dibakar nafsu yang dibangkitkan oleh wanita itu dan masih untung bahwa batinnya cukup kuat untuk mengatasi gelora nafsu berahinya sendiri.

"Wanita itu amat berbahaya dan lihai, namanya Ji Sun Bi dan kalau tidak salah julukannya adalah Tok-sim Mo-li. Kakek kurus pucat itu lebih lihai dan berbahaya lagi karena selain tinggi ilmu silatnya, diapun seorang ahli sihir dan nama julukannya Min-san Mo-ko."

Hui Lian memandang wajah Hay Hay penuh kagum. Pemuda ini memang masih muda sekali, akan tetapi ternyata pengalamannya telah luas sehingga mengenal tokoh-tokoh kang-ouw.

"Hay-te (Adik Hay), ternyata engkau telah banyak mengenal tokoh kang-ouw. Engkau begini muda sudah memiliki kepandaian tinggi dan pengalaman luas!"

Hay Hay tersenyum.
"Aih, Toako jangan terlalu memuji. Dibandingkan dengan Toako, aku belum apa-apa."

"Jangan merendah, Hay-te. Tadi ketika aku berhadapan dengan Min-san Mo-ko, hampir aku celaka oleh sihirnya.” Hui Lian bergidik mengenang peristiwa itu. "Bagaimana engkau dapat menandingi dia yang ahli dalam ilmu sihir itu?"

"Kebetulan sekali aku pernah mempelajari cara untuk menolak pengaruh sihir, Toako. Dalam hal ilmu silat, guru dan murid itu jelas bukan tandinganmu. Kulihat ilmu silatmu hebat bukan main, kalau boleh aku mengetahui, siapakah Gurumu, Toako? Dari perguruan manakah?"

Hui Lian menarik napas panjang dan teringat akan suhengnya.
"Aku tidak punya guru, aku bersama Suheng menemukan kitab-kitab ilmu silat dan kami mempelajarinya bersama. Sudahlah, hal itu tidak penting. Akan tetapi engkau sendiri yang masih begini muda, dari mana engkau memperolah ilmu kepandaian begini tinggi?"

"Wah, Guruku banyak sekali, Toako. Jadi kepandaianku adalah semacam cap-jai, campuran macam-macam. Dasar aku yang tolol, makin banyak diberi pelajaran, semakin bingung dan bodoh saja." Hay Hay mengelak. "Ah, mereka sudah bergerak lagi, Toako. Mari kita bayangi mereka."

"Tidak perlu!" tiba-tiba Hui Lian berkata ketus. "Aku ingin bercakap-cakap dulu denganmu!"

Hay Hay terkejut. Kenapa mendadak saja orang ini demikian ketus?
"Kenapa? Bukankah kita bermaksud untuk membayangi mereka?" kata Hay Hay sambil memandang ke arah gerombolan itu yang mulai meninggalkan tempat dimana mereka tadi beristirahat.

"Nanti dulu, engkau harus menceritakan dulu dari mana engkau memperoleh semua ilmu tadi, ilmu silat tinggi dan juga ilmu menolak kekuatan sihir. Aku harus tahu lebih dulu siapa sebenarnya engkau ini, kawan ataukah lawan."

Hay Hay tersenyum menatap wajah yang tampan itu.
"Toako, engkau sungguh aneh. Apakah masih juga sangsi terhadap diriku yang sudah bekerja sama denganmu menghadapi gerombolan tadi? Kalau aku bukan kawanmu, tentu kita tidak bekerja sama."

"Akan tetapi aku ingin tahu siapa Gurumu!" Hui Lian mendesak.

"Kok-toako, sudah kukatakan bahwa Guruku banyak sekali sampai aku tidak ingat lagi, dan perlu apa mengenal guru-guru kita? Akupun tidak bertanya siapa Gurumu."

Hui Lian mengerutkan alisnya. Pemuda ini bukan orang sembarangan, dan biarpun tadi sudah bekerja sama dengannya menghadapi gerombolan, namun ia belum mengenal benar siapa sesungguhnya dia. Dan sikapnya demikian ramah dan pandai mengambil hati. Masih ada perasaan curiga bahwa pemuda ini seorang laki-laki mata keranjang, mengingat betapa tadi mengikuti sayembara memperebutkan seorang gadis Miao yang cantik.

Selain itu juga timbul rasa penasaran dalam hati Hui Lian untuk menguji sampai dimana kelihaian pemuda ini, karena ketika mereka bertanding dalam sayembara, mereka terutama pemuda itu, tidak bertanding dengan sesungguhnya. Hal ini membuat ia merasa penasaran sekali. Bagaimanapun lihainya, pemuda ini baru berusia dua puluh satu tahun, masih remaja, dan tak mungkin ia tidak mampu mengalahkannya!






"Kalau engkau tidak mau memberitahu siapa Gurumupun tidak mengapa karena dengan bertanding, aku akan dapat mengenal ilmu silatmu. Mari kita main-main sebentar untuk menentukan siapa diantara kita yang lebih pandai, melanjutkan pertandingan dalam sayembara yang tidak sungguh-sungguh itu."

Melihat Hui Lian kini memasang kuda-kuda menghadapinya, siap untuk menyerang, Hay Hay terkejut. Akan tetapi dia tersenyum dan memandang kepada Hui Lian seperti melihat sesuatu yang lucu.

"Wah, Toako, apa-apaan lagi ini? Kenapa engkau menantang aku? Apalagi sekarang yang akan kita perebutkan? Dia menoleh ke kanan kiri. "Tidak ada gadis cantik jelita untuk kita perebutkan sekarang!"

Wajah Hui Lian berubah merah dan hatinya terasa panas.
"Engkau mata keranjang, yang dipikirkan hanya gadis cantik saja!" bentaknya. "Sekali ini kita bertanding untuk menentukan siapa yang lebih unggul. Sambutlah!"

Tanpa banyak cakap lagi, begitu Hay Hay bangkit berdiri, Hui Lian sudah menyerangnya dengan gerakan cepat dan mantap. Hay Hay terkejut. Serangan itu bukan main-main, bahkan berbahaya sekali. Diapun cepat meloncat ke samping untuk menghindarkan pukulan tangan miring yang mengarah lehernya itu. Akan tetapi, begitu pukulannya luput, Hui Lian telah menyusulkan lagi totokan-totokan yang bertubi-tubi kearah tujuh jalan darah utama di tubuh Hay Hay.

"Ahh... ehhh... wah, apakah engkau sudah gila, Toako?"

Hay Hay berseru kaget dan repot mengelak dan menangkis menghadapi serangkaian serangan yang benar-benar amat berbahaya itu. Setiap serangan yang dilakukan lawan itu merupakan ancaman maut dan terhadap serangan seperti itu, dia sama sekali tidak boleh main-main atau lengah.

Akan tetapi, melihat betapa semua serangannya gagal dan pemuda itu memakinya gila, Hui Lian menjadi semakin penasaran dan marah. Setelah serangkaian totokannya tadi gagal, Hui Lian juga terkejut dan maklum bahwa Hay Hay memang lihai sekali, maka tanpa ragu-ragu lagi iapun mulai memainkan Sian-eng Sin-kun yang amat hebat untuk mendesak lawan.

Di lain pihak, melihat gerakan lawan, Hay Hay diam-diam terkejut bukan main. Dalam pertandingan sayembara tadi, ketika mereka saling totol dengan mouw-pit, diapun sudah tahu bahwa pemuda berpakaian putih yang tampan ini memiliki ilmu kepandaian tinggi.

Akan tetapi sekarang barulah dia melihat betapa Kok Hui Lian memang hebat sekali ilmu silatnya. Gerakannya demikian ringan dan cepat sehingga tubuhnya berkelebat menjadi bayangan putih yang menyambar-nyambar, dengan pukulan-pukulan cepat yang sukar diikuti dan diduga kemana arah selanjutnya. Maka dia pun cepat mengeluarkan kepandaiannya, mengerahkan ginkang yang dipelajarinya dari Ciu-sian Sin-kai dan mempergunakan tenaga sinkang yang dipelajarinya dari Go-bi San-jin atau See-thian Lama!

Dan kini Hui Lian yang terkejut bukan main. Kiranya bocah ini dapat mengimbangi kecepatan gerak tubuhnya, dan setiap kali lengan mereka beradu, dirasakannya betapa tubuhnya tergetar dan lengannya nyeri, tanda bahwa bocah itu memiliki tenaga yang tidak kalah kuat dibanding dirinya!

Memang, kalau dibuat ukuran, baik kecepatan, tenaga maupun kelihaian ilmu silat kedua orang ihi tidak banyak selisihnya. Kalau saja Hay Hay mau mempergunakan kekuatan sihirnya, tentu dia akan dapat mengalahkan Hui Lian. Akan tetapi Hay Hay tidak mau melakukan hal ini. Dia dapat menduga bahwa lawannya ini merupakan seorang pemuda halus yang berwatak angkuh, tidak mau dikalahkan, maka dalam pertandingan itupun, dia hanya berusaha mengimbanginya saja, membalas setiap serangan tanpa keinginan untuk merobohkan lawan yang memang tidak mudah dilakukannya.

Setelah lewat seratus jurus, barulah Hui Lian merasa yakin benar bahwa pemuda ini memang hebat, kalau tidak lebih lihai darinya, setidaknya juga setingkat. Makin kagumlah ia, dan makin suka karena baru sekarang ia bertemu dengan seorang pemuda yang demikian menarik.

"Haiiiittt……!"

Tiba-tiba Hui Lian mengeluarkan suara melengking nyaring ketika tubuhnya melayang ke atas dan menukik dengan kedua tangannya mencengkeram ke arah lawan, ke ubun-ubun dan leher! Hay Hay terkejut bukan main. Dia mengelak, namun masih kurang cepat karena tangan kiri Hui Lian sudah mencengkeram pundaknya. Hay Hay mengerahkan tenaga sinkang untuk membuat pundaknya kebal, lalu menangkis dengan keras.

"Brettt ….!"

Baju di bagian pundak Hay Hay terobek lebar, akan tetapi tangkisan itu membuat tangan Hay Hay meleset dan menyentuh dada Hui Lian. Dia hampir berteriak saking kagetnya ketika merasa gumpalan daging yang lembut di dada pemuda berpakaian putih itu!

Hay Hay terbelalak memandang dan baru sekarang dia menginsyafi bahwa pemuda berpakaian putih di depannya itu adalah seorang wanita! Pantas saja wajahnya demikian tampan, kulitnya demikian halus! Dan kini keharuman yang luar biasa menyengat hidungnya. Wanita ini basah oleh keringat, dari dahi sampai lehernya penuh keringat, akan tetapi mengapa kini keharuman itu makin semerbak? Apakah keringatnya yang berbau harum itu? Hay Hay makin terbelalak, menatap wajah Hui Lian dengan penuh takjub.

"Maaf... maafkan aku... tidak sengaja ….." katanya gagap teringat betapa tadi tanpa disengaja ia telah menyentuh payudara wanita itu!

Wajah Hui Lian berubah kemerahan. Iapun tahu bahwa pemuda itu tidak sengaja, akan tetapi bagaimanapun juga, kini rahasianya telah terbuka. Pemuda itu telah tahu bahwa ia adalah seorang wanita. Tadinya ia akan marah sekali dan ingin menyerang lagi karena pemuda itu berani menyentuh dadanya, akan tetapi, iapun tahu diri, maklum bahwa kalau pemuda itu menghendaki, tentu sentuhan pada dadanya tadi akan dapat berubah menjadi totokan atau pukulan yang mematikan!

Ternyata sejak tadi, Hay Hay telah mengalah terhadap dirinya. Maka kemarahannya berubah menjadi perasaan malu dan tanpa banyak cakap lagi, setelah mereka saling pandang sejenak, Hui Lian membalikkan tubuhnya dan meloncat pergi, melarikan diri dengan amat cepatnya.

"Toako...! Ehh... Enci yang baik ….!"

Hay Hay berteriak, akan tetapi Hui Lian telah lari jauh dan Hay Hay tidak berani mengejar karena takut kalau-kalau gadis itu akan menjadi semakin marah. Diapun berdiri termenung, kemudian tersenyum-senyum nakal sambil mencium tangan kanannya yang tadi menyentuh dada.

Bukan main, pikirnya! Seorang gadis yang cantik jelita, gagah perkasa, menyamar sebagai pria. Dan keringatnya berbau harum! Diapun segera melanjutkan perjalanan kearah perginya gerombolan tadi karena dia mengambil keputusan untuk membayangi mereka dan melihat apa yang akan dilakukan oleh gerombolan kaum sesat yang lihai itu.

**** 119 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar