*

*

Ads

Selasa, 08 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 104

Kong-goan Siang-houw membawa dua orang tamunya memasuki ruangan tamu. Cu Kat lalu masuk ke dalam untuk mengundang gurunya sedangkan Cu Hoat menemani dua orang tamu-tamu itu. Ruangan tamu itu merupakaan ruangan yang cukup luas, dan di sudut nampak rak penuh senjata tajam, delapan belas macam. Di dinding terdapat tulisan-tulisan indah yang mengagungkan kegagahan.

Tak lama kemudian, terdengar bunyi langkah kaki dan muncullah Cu Kat bersama seorang laki-laki yang membuat suheng dan sumoi itu memandang dengan terbelalak kagum.

Laki-laki itu usianya sekitar enam puluh tahun, namun tubuhnya masih kokoh kuat, berdirinya tegak dan yang membuat dua orang tamu itu terbelalak adalah melihat betapa muka tuan rumah ini, hitam seperti arang! Bukan mukanya saja yang hitam, agaknya seluruh kulit tubuhnya, karena kulit kedua tangannya, juga kulit lehernya, lsemua menghitam! Hitam arang mengkilap dan sepasang matanya demikian lebar dan tajam. Pantaslah perguruan itu dinamakan perguruan silat Harimau Hitam, karena kakek ini memang mengingatkan mereka akan seekor harimau hitam yang gagah dan galak!

Sejenak mereka saling pandang. Kakek itu sendiri memandang dengan sinar mata penuh keheranan. Tak disangkanya bahwa dua orang guru silat yang oleh kedua orang muridnya diceritakan kepadanya telah mengalahkan delapan orang muridnya, ternyata hanyalah seorang laki-laki berlengan sebelah dan seorang gadis muda!

Su Kiat cepat menjura, diturut oleh Hui Lian yang juga kagum melihat kakek itu.
"Apakah kami mendapat kehormatan berhadapan dengan pemimpin Hek-houw Bu-koan?" tanyanya dengan sikap hormat.

Hemm, sama sekali bukan seorang congkak seperti yang diceritakan muridnya, pikir Bouw Kwa Teng. Sebenarnya, ahli silat ini adalah seorang yang berwatak gagah dan baik, akan tetapi sayang sekali, nama besar membuat dia menjadi agak tinggi hati, dan biarpun dia seorang guru silat yang pandai, namun ternyata dia tidak mampu mendidik moral murid-muridnya sehingga dia tidak tahu betapa para murid perguruannya itu bersikap kasar, congkak dan bahkan sewenang-wenang terhadap rakyat yang lemah.

Dia pun membalas penghormatan Su Kiat dan Hui Lian.
"Benar, aku adalah pemimpin Hek-houw Bu-koan bernama Bouw Kwa Teng. Siapakah Ji-wi (AndaBerdua)?"

"Nama saya Ciang Su Kiat dan ini adalah Sumoi saya bernama Kok Hui Lian, kami datang dari dusun Hek-bun di luar kota Kong-goan."

Kakek berkulit hitam arang itu mengangguk-angguk dan sinar matanya menyambar tajam mengamati dua orang di depannya itu.

"Ji-wi yang hendak membuka perguruan silat dan telah merobohkan delapan orang murid Hek-houw Bu-koan?"

"Maaf, Bouw-kauwsu (Guru Silat Bouw), sesungguhnya bukan niat kami untuk berkelahi, akan tetapi ketika kami sedang mencari calon murid di tempat ramai di kota ini, muncul delapan orang itu yang melarang dan menyerang kami."

Kembali guru silat itu mengangguk-angguk. Sukar melihat perasaan hatinya melalui muka yang hitam itu, yang agaknya tidak pernah berubah.

"Ji-wi memandang rendah kepada kami sampai dua kali. Pertama, Ji-wi membuka perguruan silat tanpa memberitahukan kepada kami sebagai rekan, dan kedua, andaikata ada murid kami yang keliru, sepatutnya Ji-wi melaporkan kepada kami. Aku masih sanggup menegur dan menghukum murid-murid kami, tidak semestinya Ji-wi turun tangan menghajar mereka."

"Maaf, karena sungguh tidak tahu siapa mereka dan dari perguruan mana, kami telah lancang tangan, harap Bouw-kauwsu suka memaafkan." kata pula Su Kiat, sementara itu Hui Lian yang sejak tadi diam saja hanya memandang dengan alis berkerut.

Diam-diam ia merasa tidak setuju dan tidak puas melihat betapa suhengnya demikian mengalah, padahal mereka sama sekali tidak salah.

“Baiklah, akan tetapi ketahuilah oleh Ji-wi, bahwa di Kong-goan ini terdapat peraturan diantara para pemimpin perguruan silat, yaitu bahwa hanya orang yang memiliki kepandaian sampai tingkat tertentu saja yang dibenarkan membuka bu-koan. Hal ini adalah untuk mencegah munculnya orang-orang yang melakukan penipuan kepada para muda di Kong-goan dengan membuka perguruan silat dan mengumpulkan uang, padahal mereka itu tidak memiliki kepandaian atau tingkat mereka terlampau rendah untuk menjadi guru silat."

"Bagus!" Hui Lian tak dapat lagi menahan kemarahannya. "Kalau ada peraturan semacam itu, lalu siapa yang menentukan tinggi rendahnya dan tingkat kepandaian mereka yang hendak membuka perguruan silat baru?"






Tantangan berselubung ini disambut oleh Bouw-kauwsu tanpa gugup.
"Biasanya kami tentukan bahwa mereka yang memiliki tingkat seperti tingkat seorang diantara dua murid kepala dari perguruan kami, dibenarkan untuk menjadi guru silat. Yang dapat menandingi seorang diantara Kong-goan Siang-houw ini, dua orang murid kepala yang kini menjadi pelatih di Hek-houw Bu-koan, selama lima puluh jurus tanpa jatuh, dianggap berhak menjadi guru silat."

"Bagus! Sudah kuduga demikian!" kata pula Hui Lian dan Su Kiat membiarkan saja sumoinya marah-marah karena dia sendiripun sudah merasa panas. "Kiranya Hek-houw Bu-koan hendak merajai persilatan di daerah ini. Nah, akulah calon guru silat baru, dan aku akan memasuki ujian yang ditentukan itu! Akan tetapi, jangan hanya seorang yang maju. Biar kedua Kong-goan Siang-houw maju bersama, aku ingin metihat sampai dimana kehebatan Sepasang Harimau Kong-goan ini, apakah benar hebat ataukah hanya macan ompong belaka!" berkata demikian, Hui Lian sudah meloncat ke tengah ruangan yang luas itu, yang agaknya selain dipakai sebagai ruangan tamu, juga dipergunakan sebagai tempat berlatih silat, metihat adanya rak senjata di sudut itu.

Kakek muka hitam arang itu nampak tertegun, bahkan Cu Kat dan Cu Hoat saling pandang dengan bingung. Tentu saja sebagai dua orang terkuat di Kong-goan yang amat disegani, mereka merasa sungkan dan malu kalau harus maju bersama mengeroyok seorang gadis cantik manis ini! Akan tetapi mereka telah ditantang dan mereka kini hanya dapat memandang kepada suhu mereka untuk minta keputusan.

Bouw Kwa Teng tentu saja merasa penasaran dan tidak setuju kalau kedua orang murid kepala yang kini menjadi pembantunya dan pelatih para murid lain, yang sudah mewarisi tiga perempat dari seluruh ilmunya, maju bersama mengeroyok seorang gadis muda.

"Di sini muridku ada dua orang yang menjadi penguji, dan kalian juga dua orang, maka sebaiknya dua lawan dua, barulah adil." katanya. "Harap Ji-wi suka maju melayani Cu Kat dan Cu Hoat, selama lima puluh jurus!"

"Tidak perlu Suheng maju sendiri!" kembali Hui Lian berseru penuh tantangan. "Biarlah kalian maju berdua, atau boleh juga dengan guru kalian. Kalian boleh maju bertiga dan akan kulawan sendiri!"

"Sumoi ….!" Su Kiat terkejut dan menegur sumoinya yang dianggapnya terlalu lancang dan tekebur.

"Biarlah, Suheng. Orang telah menghina dan mengganggu kita, hendak kulihat sampai dimana kelihaian Hek-houw Bu-koan!"

Kong-goan Siang-houw bukan hanya terkejut mendengar tantangan Hui Lian, akan tetapi juga marah. Mereka sudah meloncat dan menghadapi Hui Lian dengan muka merah. Mereka merasa marah karena menganggap bahwa tantangan gadis yang ditujukan kepada mereka dan guru mereka itu merupakan penghinaan terhadap guru mereka.

"Bocah sombong!" bentak Cu Kat sambil menudingkan telunjuknya ke arah muka Hui Lian. "Baru mengalahkan delapan orang murid rendahan saja engkau sudah bersikap sombong! Guru kami terlalu terhormat untuk menandingi seorang bocah seperti engkau. Benarkah engkau menantang kami maju bersama? Jangan-jangan engkau akan mati konyol dan menjadi setan penasaran!"

"Huh!" Hui Lian mendengus dengan sikap mengejek. "Kalau kalian mampu mengalahkan aku dalam lima puluh jurus, biarlah aku berlutut dan menjadi murid Hek-houw Bu-koan!"

"Bagus!" kata Cu Hoat girang membayangkan betapa nona cantik ini akan menjadi muridnya. Dia sendiri yang akan turun tangan melatihnya kalau begitu. "Suhu, perkenankan teecu berdua menyambut tantangan Nona ini!"

Sebetulnya masih berat rasa hati Bouw Kwa Teng membiarkan dua orang murid kepala mengeroyok seorang gadis muda, akan tetapi diapun menjadi penasaran sekali mendengar tantangan gadis itu yang bukan hanya ditujukan kepada dua orang murid kepala itu, melainkan juga kepada dirinya sendiri. Gadis itu sombong sekali dan perlu diberi pelajaran agar tidak memandang rendah kepada Hek-houw Bu-koan, pikirnya.

Biarlah kedua orang muridnya menghajar gadis Itu dan nanti dia sendiri yang akan menghajar orang yang sebelah lengannya buntung. Maka, mendengar perrnintaan CuHoat, dia mengangguk. Melihat suhu mereka memberi persetujuan, Kong-goan Siang-houw lalu menghadapi Hui Lian dari kanan kiri. Hui Lian berdiri tegak, sama sekali tidak memasang kuda-kuda, dan hanya mengikuti gerakan kedua orang lawan itu dengan pandang matanya.

"Sumoi, kendalikan diri dan jangan sampai melukai orang!" tiba-tiba Su Kiat berkata memperingatkan.

Dia tidak menghendaki kalau baru saja tinggal di daerah Kong-goan sudah harus menanam bibit permusuhan dengan perguruan silat yang paling berkuasa di kota itu. Hal ini sama saja dengan mencari penyakit!

Hui Lian yang biarpun berhati keras, namun ia juga seorang gadis yang tidak bodoh. Ia dapat mengerti apa maksud suhengnya, maka iapun mengangguk sambil tersenyum.

Sebagai penguji, Kong-goan Siang-houw itu tidak merasa sungkan untuk menyerang lebih dahulu, maka Cu Kat segera berseru,

"Nona Kok, bersiaplah kami segera menyerang!"

"Majulah. kalian!"

Hui Lian berseru menantang tanpa memasang kuda-kuda seperti kedua orang lawan yang sudah memasang kuda-kuda dengan gagahnya. Melihat sepasang lengan mereka yang bersilang di depan dada membentuk cakar harimau, tahulah Hui Lian bahwa kedua orang lawannya mempergunakan ilmu silat harimau yang tangguh, karena ilmu silat yang sumbernya dari Siauw-lim-pai ini mengandalkan gerak cepat dan tenaga kuat seperti seekor harimau, dan kedua lengan itu amat kuatnya, dengan jari-jari yang membentuk cakar mampu merobek kulit daging lawan, bahkan mampu mencengkeram remuk tulang!

Memang kedua orang itu tidak mau main-main, begitu menyerang langsung saja mempergunakan Houw-kun (Silat Harimau) yang menjadi andalan mereka dan yang membuat mereka dijuluki Sepasang Harimau. Keduanya mengeluarkan suara gerengan seperti harimau dan inipun termasuk bagian ilmu itu yang mempergunakan auman harimau untuk melemahkan semangat lawan. Auman itu dikeluarkan dengan pengerahan tenaga khikang sehingga terdengar menggetarkan jantung.

Namun, gadis muda itu sama sekali tidak terpengaruh, bahkan ia tersenyum manis.
"Hemm, aumannya boleh juga, cukup nyaring!"

Ia bahkan berkata yang tentu saja merupakan ejekan karena ucapan itu seperti ingin melihat apakah ilmu silatnya juga sehebat aumannya! Dan lebih menantang lagi, gadis itu sama sekali tidak memasang kuda-kuda, melainkan berdiri tegak, bahkan kini bertolak pinggang dengan kedua tangannya.

Sesungguhnya, bertolak pinggang dengan kedua tangan ini juga merupakan semacam kuda-kuda, karena kedua tangan itu sudah siap, baik untuk menangkis maupun untuk menyerang. Dan kedua kaki yang berdiri tegak itu kokoh kuat, namun mengandung kelenturan sehingga akan mudah dipergunakan untuk menendang, maupun untuk melompat dan bergeser.

"Haiiittt!!"

Tiba-tiba Cu Kat membentak dengan nyaring, kedua tangannya bagaikan cakar harimau sudah menyerang dengan cengkeraman bertubi ke arah kepala dan pundak kiri Hui Lian. Pada saat yang hampir berbareng, Cu Hoat juga membentak dan menyerang dengan cengkeraman ke arah pundak kanan dan dada.

Serangan itu cepat dan kuat bukan main, namun Hui Lian menyambutnya dengan tenang saja. Ia menggeser kakinya mundur dan kedua tangannya bergerak ke atas dan ke bawah secara berlawanan dan angin besar menyambar dan menyambut cengkeraman kedua orang itu.

"Plakk! Plakk!!"

Tubuh Cu Kat dan Cu Hoat terdorong mundur oleh kekuatan dahsyat dari tangkisan Hui Lian yang sudah menghindarkan diri sambil mundur tadi. Hui Lian tidak mau tinggal diam. Begitu kedua lawan itu terdorong mundur, iapun cepat menggeser kakinya maju lagi dan mengirim tamparan dengan kedua tangannya, satu dari atas dan satu lagi dari bawah, menyambar ke arah kepala Cu Kat dan perut Cu Hoat.

Kembali ada angin keras menyambar yang mengejutkan kedua orang pengeroyok itu sehingga mereka harus melompat ke samping menghindarkan sambaran tangan gadis itu.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar