*

*

Ads

Rabu, 11 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 025

"Akan tetapi, muridku ini sama sekali bukan Sin-tong!" katanya.

"Maaf, Susiok. Bukankah anak ini yang diperebutkan diantara Lam-hai Siang-mo, Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi? Bukankah anak ini yang tadinya telah dibawa oleh sepasang suami isteri itu untuk diserahkan ke Tibet?"

See-thian Lama mengerti bahwa tentu saja suami isteri iblis itu berbohong dan memutar-balikkan kenyataan tentang diri Hay Hay, mengatakan bahwa mereka berdua tadinya berniat menyerahkan Hay Hay ke Tibet! Akan tetapi, memang Hay Hay yang diperebutkan itu maka dia pun mengangguk.

"Benar, memang anak ini yang diperebutkan, akan tetapi dia bukan Sin-tong."

Tiga orang pendeta Lama itu saling pandang, kemudian Si Jangkung berjenggot itu berkata,

"Harap Susiok maafkan. Bukan maksud kami ingin berbantah dengan Susiok, akan tetapi sudah bertahun-tahun kami mencari dengan susah payah dan setelah sekarang bertemu, terpaksa kami tidak akan membiarkannya terlepas begitu saja."

"Maksud kalian?"

"Dengan atau tanpa perkenan Susiok, kami harus membawa anak itu ke Tibet dan menghaturkannya kepada Suhu di Tibet"

See-thian Lama tertawa,
“Omitohud, kau mendengar itu, Hay Hay? Nah, sekarang tiba saatnya pinceng menguji latihan-latihanmu selama ini. Coba pinceng ingin melihat apakah selama sepuluh jurus engkau mampu menghindarkan diri dari tangkapan tiga orang pendeta Lama ini!" Kepada tiga orang murid keponakan itu, dia pun berkata, "Nah, kalian kuberi kesempatan untuk menangkapnya, selama sepuluh jurus."

Tiga orang pendeta itu kembali saling pandang. Mereka sudah tahu akan kelihaian See-thian Lama yang amat terkenal di Tibet, maka mereka memperlihatkan sikap jerih. Akan tetapi, tentu saja mereka memandang ringan bocah yang usianya baru dua belas tahun itu. Mereka bertiga menangkap selama sepuluh jurus? Satu dua jurus saja tentu seorang diantara mereka akan berhasil menangkapnya, apalagi maju bertiga!

"Baik, Susiok, kami akan mencobanya!"

Dan mereka bertiga lalu menghampiri Hay Hay yang tidak beranjak dari tempatnya. Anak ini memang cerdik. Melihat betapa di kanan kirinya terdapat banyak pohon-pohon besar, dia menganggap bahwa tempat itu amat baik untuk dipakai kucing-kucingan dan menghindarkan diri dari penangkapan tiga orang pendeta itu.

Biarpun dia sudah menguasai Jiauw-pouw-poan-soan dan Yan-cu Coan-in, akan tetapi di tempat terbuka, disergap tiga orang pendeta yang tentu memiliki ilmu kepandaian tinggi itu, sungguh berbahaya. Kalau berada diantara pohon-pohon, dia dapat memanfaatkan batang-batang pohon itu untuk membantunya.

Tiga orang pendeta Lama itu kini sudah tiba dekat dan tiba-tiba saja Si Jangkung berjenggot menubruk ke arah Hay Hay tanpa banyak cakap lagi. Tangan kirinya menyambar ke arah tengkuk dan tangan kanan menyambar lengan kiri Hay Hay. Sambarannya itu amat cepatnya akan tetapi bagi Hay Hay nampak lambat sehingga dengan mudah saja dia mendahului mengelak dengan lompatan ke belakang dan miringkan tubuhnya.

Melihat ini, dua orang pendeta lainnya menyergapnya dari kanan kiri. Gerakan mereka juga cepat sekali dan bagaikan dua ekor biruang mereka menubruk dengan kedua lengan terpentang lebar, kedua tangan membentuk cakar untuk mencengkeram. Namun, dengan menggerakkan kedua kakinya secara aneh dan lincah sekali, miringkan tubuh ke sana-sini, Hay Hay sudah menyelinap diantara batang-batang pohon dan tubrukan dua orang pendeta itu pun luput! !

Tiga orang pendeta Lama itu terkejut. Sungguh tak mereka sangka bahwa anak itu dapat menghindarkan diri sedemikian mudahnya dari tubrukan-tubrukan mereka. Padahal mereka adalah pendeta-pendeta Tibet tingkat dua yang tentu saja sudah memiliki ilmu kepandaian tinggi, tenaga sinkang dan khikang yang kuat, juga memiliki ilmu meringankan tubuh yang sudah hebat.

Mereka tentu saja merasa penasaran dan mulailah mereka melakukan penyergapan dari kanan kiri, mengejar kemana saja anak itu bergerak dan mengelak. Namun, untuk kesekian kalinya mereka hanya menangkap angin dan menubruk tempat kosong saja. Makin cepat mereka bergerak, makin cepat pula Hay Hay mengelak sambil menyelinap diantara pohon-pohon sehingga ketika hwesio Lama, yang agak gendut menubruknya terlalu cepat dan sudah yakin akan berhasil, tahu-tahu yang ditangkapnya adalah sebatang pohon sehingga hidungnya membentur batang pohon dan berdarah!






Kini barulah tiga orang pendeta itu sadar bahwa anak itu benar-benar tak boleh dipandang ringan! Sudah lima jurus mereka berusaha menangkap, tanpa hasil sedikitpun juga. Jangankan menangkap, bahkan menyentuh lengan atau baju anak itu pun tak pernah dapat mereka lakukan!

See-thian Lama melihat betapa muridnya main kucing-kucingan diantara pohon-pohon besar, merasa tidak puas. Dia ingin menguji kepandaian muridnya, bukan akal dan kecerdikannya. Masih ada lima jurus lagi untuk mengujinya.

"Hay Hay, engkau bukan kucing. Keluarlah di tempat terbuka!" teriaknya dan Hay Hay terkejut. Suhunya malah menyuruh dia keluar di tempat terbuka, padahal dia tahu benar betapa lihainya tiga orang itu.

Gerakan mereka cepat dan dari gerakan tangan mereka itu keluar angin yang amat kuat. Bagaimana kalau mereka menyerangnya dan dia roboh terluka? Tentu akan mudah dapat tertangkap. Akan tetapi dia tidak berani membantah perintah suhunya dan sekali meloncat, tubuhnya mencelat keluar dari balik pohon dan kini dia berdiri di tengah-tengah bagian yang terbuka, diatas padang rumput dan berdiri tegak, siap untuk memainkan Jiauw-pouw-poan-soan karena itulah satu-satunya ilmu yang dapat dipergunakannya untuk mengelak dari semua usaha penangkapan. Juga dia mengerahkan ilmu meringankan tubuh Yan-cu Coan-in agar mudah meloncat dengan ringan kalau-kalau terancam oleh tangan tiga orang itu.

Melihat betapa anak, itu kini berdiri ditempat terbuka, tiga orang pendeta itu menjadi girang sekali. Kini kesempatan bagi mereka terbuka untuk dapat menyergap dan menangkap anak itu. Mereka lalu berloncatan mengepung anak itu di tempat terbuka.

Kini tidak terdapat batang pohon dimana anak itu menyelinap dan berlindung dari penyergapan. Hampir saja mereka tertawa saking girang rasa hati mereka. Bertahun-tahun mereka melakukan perjalanan yang amat jauh dan sukar, dan baru sekarang mereka diberi harapan besar untuk akhirnya berhasil membawa Sin-tong ke Tibet dan menerima berkah dan anugerah dari para Dalai Lama di Tibet.

Hay Hay segera menggerakkan kakinya, digeser sedikit demi sedikit mengikuti gerakan tiga orang pengepungnya, mencari posisi yang baik dan menguntungkan sesuai dengan ilmu langkah Jiauw-pouw-poan-soan. Tubuhnya ikut terbawa gerakan kaki, berputaran perlahan dan seluruh urat syaraf di tubuhnya dalam keadaan siap siaga.

Tiba-tiba pendeta Lama jangkung berjenggot mengeluarkan bentakan nyaring dan tubuhnya sudah menubruk ke depan, disusul dua orang temannya yang menubruk pula dari kanan kiri. Tidak ada tempat bagi Hay Hay untuk mengelak, demikian perkiraan tiga orang pendeta itu.

Akan tetapi, sungguh luar biasa sekali. Tubuh anak itu bergerak ke sana-sini, dekat sekali dengan jangkauan tangan mereka, akan tetapi buktinya, tubrukan mereka itu sedikit pun tidak berhasil! Sambaran tangan mereka hanya meluncur di dekat tubuh anak itu! Nampaknya seolah-olah gerakan tangan mereka yang mendorong tubuh anak itu, seperti orang hendak menangkap bulu sutera halus yang amat ringan.

Tentu saja mereka hampir tidak dapat percaya akan apa yang mereka alami. Dengan penasaran mereka berusaha menangkap lagi dan memperketat pengepungan. Melihat ini, Hay Hay maklum bahwa mengandalkan Jiauw-pouw-poan-soan saja amat berbahaya, maka dia pun mulai menambah langkah-langkah ajaibnya dengan loncatan-loncatan dengan menggunakan ilmu Yan-cu Coan-in. Ilmu ini meniru gerakan burung walet yang amat gesit, yang dalam keadaan terbang dapat membalik ke sana-sini, bahkan dalam keadaan terbang berkelompok dan bersimpang-siur, mereka tidak pernah saling bertabrakan.

Dan kini, tiga orang pendeta Lama itu kembali dibikin tertegun karena kemanapun mereka menubruk dan mengulur tangan, sama sekali mereka tidak mampu menyentuh tubuh Hay Hay. Tanpa terasa, sepuluh jurus telah lewat. Mereka tidak menghitung jurus lagi dan kini dengan penasaran, mereka mulai menyerang dengan tamparan-tamparan karena mereka memperhitungkan bahwa sekali anak itu roboh tertampar, biarpun dalam keadaan terluka, tentu akan dapat mereka tangkap dan mereka bawa ke Tibet.

"Omitohud, kalian tidak boleh bertindak curang!"

Tiba-tiba See-thian Lama berkelebat dan tahu-tahu tiga orang pendeta itu merasa tubuh mereka lemas ketika ada bayangan berkelebatan di atas kepala mereka. Kiranya dengan ujung jubahnya yang panjang dan lebar, See-thian Lama telah berhasil menotok jalan darah di pundak mereka, tidak terlalu keras untuk merobohkan mereka, namun cukup untuk membuat mereka lemas dan terpaksa mereka melangkah mundur menghentikan serangan mereka terhadap Hay Hay.

"Susiok, kami adalah utusan dari Tibet! Apakah Susiok bermaksud untuk mengkhianati Tibet dan para Suhu disana?" pendeta jangkung berjenggot kini bertanya, suaranya tegas dan penuh teguran.

"Omitohud, percuma saja kalian berlatih puluhan tahun lamanya kalau tidak mampu menguasai perasaan sendiri. Pinceng tidak ingin berbantahan dengan kalian, akan tetapi kalau para pimpinan dari Tibet datang sendiri, baru pinceng akan membuktikan bahwa murid pinceng ini bukan Sin-tong!"

Melihat sikap See-thian Lama dan mendengar ucapan itu, tiga orang pendeta Lama saling pandang dengan kecewa sekali. Segala susah payah mereka selama bertahun-tahun ini hanya akan membawa hasil laporan bahwa mereka menemukan Sin-tong akan tetapi tidak mampu membawanya ke Tibet!

Akan tetapi karena maklum bahwa menghadapi See-thian Lama, tidak ada gunanya mempergunakan kekerasan karena mereka akan kalah, tiga orang pendeta itu terpaksa memberi hormat dan Si Jangkung berjenggot lalu berkata, nada suaranya mengandung rasa penasaran dan ancaman.

"Apa yang terjadi pagi ini disini tentu akan kami laporkan kepada para suhu!" setelah berkata demikian, tiga orang itu menjura dan membalikkan tubuh dan berjalan pergi dari situ tanpa menoleh lagi. setelah mereka pergi jauh, see-thian Lama menarik napas panjang.

"Omitohud, dirimu dikepung rahasia dan berbahaya, Hay Hay. Pinceng tidak dapat membayangkan apa yang telah terjadi dengan sin-tong yang sesungguhnya dan dimana kini dia berada. Atau……..benar engkau ini putera keluarga Pek akan tetapi terlahir tanpa tanda merah di punggung sehingga ramalan para Dalai Lama itu sekali ini meleset?"

Akan tetapi Hay Hay tidak mempedulikan semua itu. Dia masih merasa tegang dan gembira karena tadi memperoleh kesempatan untuk memainkan ilmu yang selama ini dilatihnya dengan tekun.

"Suhu, bagaimana dengan gerakan teecu tadi? Apakah masih ada yang keliru dan mengecewakan?"

See-thian lama tersenyum.
"Sudah cukup baik, akan tetapi kalau besok atau lusa datang rombongan Lama yang lain, engkau sama sekali tidak boleh lagi memperlihatkan kepandaianmu itu. Yang akan datang kesini adalah orang-orang yang amat lihai, dan biarkan pinceng yang akan menghadapi mereka."

"Suhu, siapakah yang akan datang lagi kesini?" tanya Hay Hay, terkejut juga mendengar bahwa akan datang lagi rombongan Lama yang lebih lihai.

"Guru-guru mereka atau pimpinan Dalai Lama yang tingkatnya sama dengan pinceng."

"Akan tetapi bukankah mereka berada di Tibet? Jaraknya tentu jauh dan bagaimana mereka akan dapat datang demikian cepat, besok atau lusa?"

"Heh-heh, engkau masih belum tahu, Hay Hay. Para pendeta Lama memiliki ilmu yang luar biasa, bukan hanya ilmu silat dan ilmu sihir. Mereka juga dapat melakukan hubungan batin dari jarak jauh. Tiga orang pendeta tadi akan mampu mengundang guru-guru mereka melalui kekuatan batin saja sehingga yang berada di Tibet akan mengetahui dan cepat datang kesini. Dan mereka yang akan datang itu, rata-rata memiliki ilmu berlari cepat yang hebat, biarpun mungkin belum dapat menandingi Yan-cu Coan-in, akan tetapi sudah amat cepat sehingga dalam waktu satu dua hari saja akan dapat tiba disini."

Hay Hay tertegun. Demikian banyaknya orang sakti di dunia ini, pikirnya. Hal ini menebalkan keyakinannya bahwa dia harus belajar penuh semangat, dan sama sekali tidak boleh menilai kepandaian sendiri terlalu tinggi sehingga menjadi besar kepala dan tinggi hati karena di dunia ini banyak sekali orang pandai yang tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi darinya.

Apa yang dikatakan See-thian Lama memang terbukti. Dua hari kemudian, pada suatu pagi, selagi Hay Hay dan See-thian Lama berlatih samadhi di dalam pondok seperti yang diajarkan oleh pendeta itu, terdengar suara di luar pondok itu.

"See-thian Lama, keluarlah, kami ingin bicara!"

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar