*

*

Ads

Jumat, 06 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 004

Setelah melakukan perundingan dengan empat orang pelayan itu bahwa mereka akan melakukan siasat untuk mengelabuhi musuh, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li pura-pura mati bunuh diri dengan minum racun. Ketika kepala daerah melakukan pemeriksaan, tubuh mereka memang berada dalam peti dan dengan ilmu kepandaian mereka yang tinggi, suami isteri itu dapat menghentikan pernapasan mereka, bahkan jalan darah mereka menjadi sedemikian lemahnya sehingga tidak dapat dilihat orang begitu saja, dan wajah mereka menjadi pucat seperti mayat, juga mereka sanggup menahan napas sampai beberapa lamanya.

Dengan kepandaian itu, mereka dapat mengelabuhi kepala daerah dan orang-orangnya. Untuk keperluan pernapasan ketika peti itu tertutup, rnereka sengaja membuat lubang-lubang kecil di kanan kiri peti yang agak tersembunyi diantara bunga hiasan peti.

Malam hari sebelum terjadi kunjungan dua orang suami isteri iblis itu, diam-diam Siangkoan Leng dan Ma Kim Li keluar dari peti mati dan melalui jalan terowongan di bawah tanah, mereka pergi ke dusun diluar kota. Tidak sukar bagi mereka untuk menemukan sebuah rumah terpencil di pinggir dusun.

Setelah melakukan pengintaian, mereka merasa girang sekali menemukan suami isteri yang mereka cari-cari, yaitu sepasang suami isteri berusia kurang lebih tiga puluh lima tahun dan yang lebih cocok lagi dengan siasat mereka adalah bahwa mereka itu hanya tinggal berdua saja dirumah kecil miskin yang sunyi terpencil itu.

Suami isteri petani itu belum tidur dan tentu saja mereka merasa terkejut melihat munculnya Siangkoan Leng dan isterinya yang begitu saja mendorong daun pintu dari luar sampai jebol.

"Eh….apa... siapa….?” teriak petani itu, akan tetapi Siangkoan Leng telah menotoknya sehingga dia tidak lagi mampu bergerak ataupun berteriak, sedangkan Ma Kim Li melakukan hal yang sama terhadap isteri petani.

"Itu ada pakaian anak-anak." bisik Ma Kim Li kepada suaminya.

Mereka mencari dan menggeledah rumah kecil itu, akan tetapi tidak menemukan orang lain. Biarpun mereka adalah orang-orang yang biasa melakukan perbuatan jahat akan tetapi kali ini mereka bekerja secara rahasia dan bersembunyi dari pengintaian musuh, maka keduanya tidak berani mencari lebih jauh dan cepat memanggul tubuh suami isteri petani yang sudah lemas itu, kembaIi ke kota Nan-king.

MelaIui jalan terowongan itu mereka menyeret dua tubuh petani memasuki rumah mereka dan cepat memasukkan tubuh suami isteri petani itu ke dalam peti-peti mati menggantikan tubuh mereka. Sebelum itu, mereka menggunakan obat bius untuk membuat suami isteri petani itu pingsan selama sehari semalam.

Setelah melakukan perbuatan itu yang hanya disaksikan oleh empat orang pembantu mereka, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li lalu keluar dari pekarangan rumah mereka melalui jalan rahasia dan mulailah mereka melakukan pengintaian dari tempat tersembunyi diluar pekarangan. Kini mereka melakukan pengintaian terhadap rumah mereka sendiri!

Mereka melihat kesibukan yang terjadi di pekarangan dan juga di ruangan pendapa dimana dua buah peti mati diletakkan, melihat orang-orang datang berlayat dan bersembahyang untuk memberi penghormatan terakhir kepada "jenazah" mereka. Tentu saja mereka terkejut bukan main melihat seorang anak laki-laki berpakaian kotor dan berambut kusut memasuki pekarangan itu, anak yang bukan lain adalah Siangkoan Hay yang mereka cari-cari.

Hampir saja Ma Kim Li berteriak melihat puteranya, akan tetapi suaminya sudah memegang lengannya dan cepat memberi isyarat agar jangan mengeluarkan suara atau bergerak. Sekali mereka keluar dan kelihatan orang, berarti terbukalah semua rahasia mereka!

Boleh jadi Siangkoan Leng dan Ma Kim Li merupakan dua orang yang sudah kehilangan peri kemanusiaan, perasaan mereka sudah membeku terhadap kehalusan, keadaan hidup mereka yang lalu sebagai dua orang sesat yang berkecimpung dalam dunia hitam dan bergelimang dengan kejahatan membuat hati mereka mengeras dan tidak mengenal keharuan, namun ketika melihat Siangkoan Hay menangis diantara dua buah peti itu, menangis sambil memanggil-manggil ayah ibunya, dua orang ini nampak bengong dan termenung.

Bahkan Ma Kim Li sampai mengusap kedua matanya dan Siangkoan Leng beberapa kali menelan ludah. Bagaimanapun juga, mereka berdua itu menganggap Hay Hay sebagai anak kandung sendiri. Walaupun anak itu bukan anak kandung, akan tetapi mereka memeliharanya, membesarkan dan mendidiknya sejak bayi berusia dua bulan, sampai anak itu kini berusia tujuh tahun.

Dan anak itu cerdas, tabah dan lincah, selalu bergembira dan merupakan cahaya terang dalam kehidupan mereka. Karena watak yang baik dari Siangkoan Hay itulah yang banyak mendorong kepada suami isteri ini untuk memaksa diri melalui jalan benar, tidak pernah lagi mengulangi perbuatan jahat mereka. Demi untuk kehidupan anak mereka itu di kemudian hari maka mereka memaksa diri untuk menjadi “orang baik-baik".






Karena paksaan dan bukan sewajarnya, maka kebaikan-kebaikan yang mereka pertahankan itu pun mudah luntur dan begitu ada ancaman bahaya kepada mereka, timbul kembali watak jahat mereka!

Hidup baik atau kebaikan tidak mungkin dapat dilatih! Kebaikan bukanlah suatu hasil usaha atau hasil latihan, tidak mungkin juga dilakukan karena ketaatan atau karena ingin memperoleh balas jasa. Bukanlah suatu kebaikan kalau dilakukan dengan kesengajaan untuk menjadi baik, bukan pula kebaikan kalau dilakukan dengan pamrih apapun juga, bahkan bukan suatu kebaikan namanya kalau pelakunya menyadari bahwa yang dilakukan itu adalah suatu "kebaikan"!

Kesadaran melakukan kebaikan inipun jelas menyembunyikan pamrih, betapapun halus pamrih itu, sedikitnya tentu merupakan kesadaran akan kebaikan dirinya yang akan membentuk suatu gambar tentang diri sendiri yang penuh dengan kebaikan! Suatu kesombongan terselubung, dan pamrihnya ingin mengulang suatu nikmat yang timbul dalam hati karena telah "berbuat baik"!

Kebaikan adalah suatu keadaan seseorang yang batinnya penuh dengan sinar cinta kasih. Perbuatan yang didasari cinta kasih pasti benar dan baik, bukan "kebaikan" lagi namanya, melainkan suatu perbuatan wajar penuh perikemanusiaan yang berlandaskan cinta kasih.

Adapun kebaikan yang dilakukan orang tanpa dasar cinta kasih, melainkan kebaikan yang dilakukan karena kesadaran bahwa dia "harus" berbuat baik, maka perbuatan seperti itu, betapapun baik nampaknya, tiada lain hanyalah kemunafikan, kepalsuan yang menyembunyikan pamrih untuk diri sendiri, betapa halus pun pamrih itu. Dan kebaikan seperti ini akan mudah luntur. Sekali pamrihnya tidak terdapat, maka perbuatan baiknya pun akan berhenti.

Kebaikan yang dilakukan dengan kesadaran seperti itu hanyalah merupakan suatu jalan atau cara untuk memperoleh suatu tujuan tertentu, dan kebaikan seperti itu tidak ada artinya, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

Tidak anehlah kalau orang-orang seperti Siangkoan Leng dah Ma Kim Li, setelah selama tujuh tahun menjadi "orang-orang baik" lalu tiba-tiba saja dapat kembali menjadi kejam. Kekejaman dalam batin mereka belum lenyap, hanya ditekan-tekan saja selama itu, "demi sesuatu" yang mereka harapkan dalam hal ini, mungkin demi anak mereka!

Kebaikan itu seperti harum bunga. Bunganya adalah cinta kasih dan keharuman itulah kebaikan. Cinta kasih selalu akan menyebarkan kebaikan, tanpa disengaja, karena cinta kasih itu kebaikan, keduanya tak terpisahkan, seperti matahari dengan cahayanya.

Keharuan yang menyentuh hati Siangkoan Leng dan Ma Kim Li segera buyar ketika mereka melihat munculnya Si Tangan Maut Kwee Siong dan Si Jarum Sakti Tong Ci Ki, dua musuh yang ditunggu-tunggu itu! Kembali Ma Kim Li hendak bergerak ketika melihat betapa anaknya ditotok dan ditangkap oleh Tong Ci Ki. Akan tetapi suaminya memegang tangannya dan berbisik.

"Jangan bergerak….."

"Tapi... bagaimana kalau mereka mencelakakan Hay Hay…..?"

"Tidak. Mereka hendak merampas Hay Hay, bukan hendak membunuhnya! Kalau kita muncul dan rahasia kita terbuka, tentu lebih repot lagi bagi kita. Biarkan saja mereka, kita dapat membayangi dan setiap waktu dapat berusaha menyelamatkan anak itu."

Mereka berdua terus mengintai dan ngeri juga rasa hati mereka ketika melihat betapa dengan kekuatan sinkangnya yang dahsyat, iblis dari Guha Iblis Pantai Selatan itu menyerang ke dalam peti, sedangkan isterinya menyerang pula dengan jarum melalui lubang-lubang angin.

Andaikata tubuh mereka yang berada di dalam peti, agaknya sukar bagi mereka untuk dapat menyelamatkan diri. Ketika keadaan menjadi kacau karena suami isteri iblis itu membawa Hay Hay keluar dan merobohkan orang-orang yang berani menghadang mereka, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li cepat menggerakkan tangan menyerang empat orang pembantu yang juga pernah menjadi murid mereka dari jarak jauh.

Tentu saja empat orang itu tidak mampu menghindarkan diri dari sambaran jarum-jarum maut Ma Kim Li yang dalam hal penggunaan senjata rahasia beracun ini tidak kalah oleh Si Jarum Sakti Tong Ci Ki. Empat orang itu roboh dan tewas seketika dan peristiwa pembunuhan ini tidak nampak oleh orang lain karena suasana sedang kacau dan bising.

Tentu saja para tamu yang berlayat di rumah keluarga Siangkoan itu menjadi geger ketika mendapat kenyataan bahwa mayat-mayat didalam dua buah peti mati itu bukanlah Siangkoan Leng dan isterinya dan betapa empat orang pelayan itu tiba-tiba saja mati seperti tanpa sebab. Ada yang bisik-bisik dengan muka pucat bahwa semua ini tentulah perbuatan setan.

Siangkoan Leng dan Ma Kim Li tidak mau peduli lagi akan keributan yang terjadi di rumah mereka, dan mereka pun sudah cepat membayangi dua orang musuh mereka yang kini membawa pergi Hay Hay dengan melakukan perjalanan cepat sekali keluar dari kota Nan-king.

Akan tetapi, suami isteri iblis ini sama sekali tidak mengira bahwa jauh di belakang mereka ada sepasang suami isteri yang tidak kalah kejamnya melakukan pengejaran dan selalu membayangi mereka sejak mereka melarikan diri dari Nan-king membawa anak laki-laki itu. Mereka ini adalah Siangkoan Leng dan Ma Kim Li.

Setelah tiba di atas bukit kecil itu, Kwee Siong dan Tong Ci Ki menghentikan lari mereka dan membawa Hay Hay menuju ke bawah sebatang pohon besar yang berada di puncak bukit. Di bawah pohon itu nampak bersih dan agaknya mereka sudah pernah ditempat itu, dan tempat itu memang menjadi tempat mengaso bagi mereka yang berani melalui daerah rawan ini.

Tempat itu yang paling tinggi, bersih terlindung oleh pohon besar dan rumput yang tebal itu masih bertilamkan daun-daun kering yang lunak, enak untuk duduk maupun untuk tidur.

Kwee Siong menurunkan tubuh Hay Hay yang sejak tadi dipondongnya, dan cara dia menurunkan tubuh itu, dengan hati-hati dan lembut, menunjukkan bahwa dia tidak bersikap keras terhadap anak itu. Hal ini pun dirasakan oleh Hay Hay, apalagi ketika tiba-tiba laki-laki jangkung kurus itu mengusap tengkuknya dan dia pun seketika dapat bergerak maupun mengeluarkan suara kembali, maka Hay Hay menjadi berani dan dia pun segera bangkit berdiri dari keadaan rebah miring.

Semenjak dia diculik dari dekat peti-peti jenazah itu, dia merasa terkejut dan juga diam-diam marah sekali. Apalagi ketika dia melihat betapa dua buah peti mati itu setelah diraba oleh Si Jangkung lalu mengeluarkan darah. Dia merasa ngeri dan tidak mengerti. Kalau ayah ibunya memang sudah mati, kenapa dari kedua petinya keluar darah menetes-netes?

Ketika dia dilarikan dalam keadaan tidak mampu bergerak maupun bersuara. Hay Hay membayangkan semua peristiwa yang dialaminya, sejak malam yang mengerikan itu. Ketika ayah ibunya menjenguknya malam-malam itu, dia merasa curiga dan menduga bahwa melihat wajah ayah bundanya yang tegang, tentu telah terjadi sesuatu yang luar biasa.

Dia seorang anak pemberani. Maka, ketika ayah ibunya keluar lagi, diam-diam diapun lalu cepat meninggalkan kamarnya dan berindap-indap menuju ke belakang rumah. Dan dia pun melihat apa yang telah ditemukan ayah ibunya, bangkai-bangkai binatang dan mayat-mayat bergelimpangan di dalam rumah keluarganya!

Dia lalu lari pula mencari-cari dan akhirnya dia melihat ayah ibunya berhadapan dengan laki-laki dan perempuan yang keadaannya mengerikan, seperti dua sosok mayat hidup. Akan tetapi yang amat menarik perhatiannya adalah percakapan yang terjadi antara ayah ibunya dan dua orang aneh itu.

Dua orang itu agaknya memperebutkan dia! Dan biarpun dia tidak dapat mengerti sepenuhnya akan maksud perbantahan empat orang itu, namun dia mendengar betapa laki-laki dan perempuan berpakaian serba hitam itu mengaku dia sebagai anak mereka! Seminggu lagi mereka akan datang untuk mengambilnya dan sebulan kemudian akan membunuh ayah ibunya!

Melihat bangkai-bangkai dan mayat-mayat tadi sudah mengguncang perasaan Hay Hay! kini mendengar perbantahan itu, dia menjadi semakin bingung. Benarkah dia bukan anak kandung ayah ibunya, melainkan anak kandung sepasang manusia seperti mayat hidup ini? Dia merasa semakin ngeri dan bingung. Mereka datang untuk mengambilnya! Ingatan ini saja yang mengejarnya dan anak ini pun lari meninggalkan rumahnya.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar