*

*

Ads

Selasa, 24 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 073

Kemana perginya Ci Goat? Tadi malam dia sudah mengalami hal yang sama sekali tak pernah disangkanya. Ketika dia mendengar dari Hay Hay bahwa Pek Han Siong, pemuda yang dicintanya itu, tidak mungkin dapat menyambut dan membalas cintanya, dia merasa berduka walau pun duka itu sudah banyak berkurang karena jasa Hay Hay yang pandai menghiburnya dan menyadarkannya. Akan tetapi bagamana pun juga malam itu dia tidak dapat tidur dan lebih banyak melamun sambil berbaring.

Dia belum tidur ketika ada ketukan daun jendela, dan dapat dibayangkan betapa gembira dan tegang rasa hatinya ketika mendengar bahwa yang mengetuk daun jendela kamarnya adalah Pek Han Siong dan pemuda itu minta dibukakan jendela karena ingin bicara!

Ketegangan dan kegembiraan itu berubah menjadi lautan kebahagian setelah pemuda itu melompat ke dalam kamarnya, menutupkan jendela dan langsung merangkulnya! Hampir dia tidak dapat mempercayai apa yang didengar, dilihat dan dirasakannya, disangkanya dia sedang dalam mimpi.

Akan tetapi, karena pada saat itu dia sedang kehausan kasih sayang, sedang patah hati setelah tadi mendengar bahwa orang yang dicintanya tidak dapat menerima cintanya, kini melihat betapa orang yang dicintanya itu datang-datang merangkul dan menciuminya, Ci Goat kehilangan semua keseimbangan hatinya. Dia hanyut dan terseret. Dia tidak peduli apa pun yang akan menjadi akibatnya. Dia menyerah sebulatnya, penuh kepasrahan dan dengan suka rela, bahkan menyambut dengan api gairah yang menyala-nyala.

Dia dan kekasihnya itu sampai lupa diri, lupa tempat dan waktu. Sesudah Pek Han Siong meninggalkannya baru dia terkejut. Selama tenggelam dalam gelombang nafsu birahi dan kemesraan tadi, keduanya tidak sempat bicara. Dalam keadaan seperti itu, kata-kata tidak ada artinya lagi. Pikiran tidak lagi bekerja, kesadaran tidak lagi bergerak. Yang ada hanya satu, yaitu mengikuti dorongan gairah dan nafsu birahi yang menguasai seluruh diri lahir batin, lain-lain hal tidak masuk hitungan lagi.

Ci Goat baru tersentak kaget setelah Han Siong meninggalkannya. Dia kaget bukan main melihat kenyataan yang tidak masuk di akal itu. Dia sudah menyerahkan diri begitu saja kepada seorang pria, bahkan menyambut dengan gairah yang sama besarnya! Meski dia mencinta pria itu dengan seluruh jiwa raganya, namun penyerahan itu sungguh menyalahi segala peraturan, melanggar kesusilaan dan merendahkan martabatnya sebagai seorang wanita! Dia tidak menyesal, melainkan terkejut dan juga terheran mengapa hal seperti itu bisa terjadi!

Dia mengenal Han Siong bukan sebagai seorang pemuda seperti itu, dan dia sendiri juga seorang gadis yang memiliki harga diri tinggi. Maka timbul rasa penasaran di hatinya dan dia pun keluar dari kamarnya, diam-diam membayangi kekasihnya yang menuju kembali ke kamarnya sendiri itu. Tiba-tiba dia melihat munculnya Hay Hay, lalu dia mendengarkan percakapan antara Han Siong dan Hay Hay.

Semakin didengarkan percakapan itu, semakin pucatlah wajah Ci Goat. Bibirnya gemetar dan kedua matanya segera bercucuran air mata setelah dia mendengar ucapan Hay Hay, "…engkau masuk ke kamar Ci Goat karena dituntun oleh kekuatan hitam! Engkau sudah dicengkeram oleh ilmu hitam tiga orang pendeta Lama itu, Han Siong!"

Dia juga mendengar ucapan Han Siong, "Aku tidak akan mengawini gadis mana pun!"

Kini mengertilah Ci Goat. Dengan hati hancur dia baru mengerti bahwa segala yang telah terjadi semalam hanya merupakan sesuatu yang palsu. Kepalsuan yang harus ditebusnya dengan aib dan kehormatannya. Ternyata Han Siong sama sekali tidak mencintanya! Han Siong melakukan perbuatan tadi bukan atas kehendaknya sendiri, bukan karena cintanya, bahkan tanpa disadarinya! Dia melakukannya atas tuntunan pengaruh sihir atau kekuatan hitam dari pendeta Lama.

Tiga orang pendeta Lama! Ci Goat tersentak dan cepat dia kembali memasuki kamarnya, mengenakan pakaian ringkas dan membawa pedangnya. la tahu ke mana dia harus pergi. Dia telah mendapat keterangan dari seorang penduduk yang ikut menyerbu para penjahat bahwa beberapa hari sebelumnya ada tiga orang pendeta Lama bertanya-tanya tentang orang yang bernama Pek Han Siong alias Sin-tong, dan mereka adalah tiga orang pendeta Lama yang hadir dalam pemakaman tiga orang murid Pek-tiauw-pang. Menurut orang itu, dia bertemu dengan tiga orang pendeta Lama yang tinggal di sebuah kuil tua yang sudah tidak dipergunakan lagi, di sebuah bukit kecil di luar kota Hok-lam.

Kini, setelah dia mendengar kekuasaan ilmu hitam dari tiga orang pendeta Lama, dengan hati penuh duka dan dendam Ci Goat pergi menuju ke bukit itu. Cuaca masih gelap ketika dengan isak tertahan gadis itu berlari mendaki bukit.

Sesudah tiba di depan kuil tua itu, Ci Goat mencabut pedangnya dan dengan nekat, tanpa mengenal rasa takut karena duka dan sakit hati menyesak di dada, dia melompat dan lari memasuki kuil itu. Di tengah kuil itu, di sebuah ruangan yang luas, dia melihat tiga orang pendeta Lama itu duduk bersila menghadapi dupa yang mengepulkan asap tebal dan di atas lantai terdapat coret-coretan, lilin dan jimat-jimat.






Biar pun dia tidak tahu apa artinya semua itu, tetapi Ci Goat dapat menduga bahwa tentu mereka itu sedang melakukan sihir yang menguasai Han Siong. Hal ini mengingatkan dia akan keadaan dirinya yang sudah ternoda.

Kalau saja Han Siong melakukan hal semalam atas dirinya dengan suka rela, atas dasar cinta dan pemuda itu bersedia mempertanggung jawabkannya, tentu dia tak akan merasa ternoda karena dia pun menyerah dengan suka rela. Akan tetapi pemuda itu melakukan hal itu bukan karena cinta, melainkan karena ulah ketiga orang pendeta Lama ini, di luar kesadarannya dan karena itu tidak mau bertanggung jawab. Maka semua dendam dan sakit hati gadis itu ditumpahkan kepada ketiga orang pendeta Lama.

"Pendeta keparat, kalian layak mampus!" bentaknya dan gadis ini telah meloncat masuk.

Namun tiga orang pendeta Lama itu kelihatan tenang-tenang saja, bahkan tidak bergerak seolah-olah tidak tahu akan kehadiran gadis itu. Dengan kemarahan meluap karena sakit hatinya, Ci Goat menerjang dan mengayun pedangnya ke arah kepala pendeta terdekat, yaitu Pat Hoa Lama. Pedangnya menyambar ke arah kepala yang gundul itu dan Pat Hoa Lama sama sekali tidak menangkis atau mengelak, seakan tidak tahu bahwa kepalanya sedang dibacok orang dengan sebatang pedang yang tajam.

"Singgg…! Takkk!"

Ci Goat kaget bukan main. Pedangnya terpental seolah-olah bertemu dengan baja, bukan kepala manusia! Pada saat itu pula pinggangnya dipeluk orang dan tahu-tahu pedangnya sudah dirampas dan tubuhnya sudah ditarik sehingga terjatuh ke atas pangkuan pendeta Lama yang berada di tengah. Pendeta tinggi kurus Janghau Lama sudah menangkapnya. Mata yang amat sipit itu kini terbuka dan mulutnya yang ompong menyeringai.

"Ha-ha-ha-ha, gadis cantik, engkau datang hendak menemani pinceng? Bagus! Memang pinceng sedang merasa kesepian. Suheng dan Sute, kalian lanjutkan saja permainan kita, pinceng ingin bermain-main sejenak dengan gadis manis ini!"

Dua orang pendeta yang lain seperti tidak tahu atau tak peduli, tetap duduk bersila seperti patung. Janghau Lama bangkit sambil memondong tubuh Ci Goat.

Gadis itu merasa ngeri melihat keadaan tiga orang pendeta itu. Dia meronta, akan tetapi sepasang tangannya tidak dapat bergerak karena keduanya telah dipegang dengan amat kuatnya oleh tangan kiri Janghau Lama yang jarinya panjang-panjang.

Janghau Lama membawa Ci Goat ke sudut ruangan itu, lalu dia menjatuhkan diri ke atas lantai sambil mendekap Ci Goat. Tangan kanannya cepat bergerak dan terdengarlah kain robek berulang kali pda waktu tangan yang kurus panjang namun amat kuat itu rnerobek-robek semua pakaian dan merenggutnya lepas dari tubuh Ci Goat.

Jelas bagi Ci Goat apa yang akan dilakukan pendeta itu terhadap dirinya. Dia merasa tak berdaya. Kini dia maklum bahwa dirinya sama sekali bukan tandingan tiga orang pendeta Lama ini. Melawan pun akan percuma saja karena tentu dia akan diperkosa tanpa mampu mempertahankan diri sama sekali.

Rasa ngeri membuat dia rnencari akal. Ketika Janghau Lama nampak terangsang setelah merenggut lepas semua pakaian Ci Goat, pendeta yang kini telah kelihatan watak aslinya itu mendengus dan mencium mulut Ci Goat. Gadis ini pura-pura lunglai dan lemas, tidak melawan lagi seolah membiarkan mulutnya dicium. Akan tetapi begitu bibir Janghau Lama menempel di mulutnya, dia cepat membuka mulut dan menggigit bibir itu sekuat tenaga.

"Auhhh…!" Janghau Lama yang sedang dikuasai nafsu birahi itu menjadi lengah, bibirnya tergigit hampir putus dan terluka. Dia pun segera melepaskan rangkulannya.

Begitu merasa betapa dirinya telah bebas, Ci Goat cepat-cepat menggerakkan kepalanya, dibenturkan sekuatnya pada dinding di dekatnya. Terdengar suara nyaring dan gadis itu terkulai dengan kepala retak! Dia tewas seketika. Agaknya dia memilih mati membunuh diri dari pada membiarkan dirinya dinodai pendeta Tibet itu, yakin bahwa dia tidak mampu melawan, tidak akan mampu menghindarkan diri dari perkosaan.

Janghau Lama terkejut melihat gadis itu rebah tak bernyawa lagi, cairan merah bercampur putih keluar dari retakan kepalanya. Terdengar suara Gunga Lama.

"Sute, engkau sudah bertindak ceroboh. Gadis itu telah tewas, dan urusan tentu menjadi kacau. Mari kita cepat memperkuat daya pengaruh kita untuk memanggil Pek Han Siong ke sini!"

Janghau Lama tidak berani banyak membantah lagi. Dia telah merasa bersalah. Tadi dia terlampau dipengaruhi nafsu birahi sehingga dia kurang waspada, mudah dibuat lengah oleh gadis itu yang membunuh diri. Pada hal dia hanya ingin main-main sebentar sebelum menawan gadis yang datang mengamuk itu.

Dia tahu bahwa permainan mereka bertiga kini sudah diketahui orang. Buktinya gadis itu datang dan menyerang. Hal itu berarti bahwa gadis itu sudah mengetahui atau setidaknya menduga bahwa mereka memainkan suatu permainan rahasia.

Janghau Lama cepat kembali ke tempatnya semula dan mereka bertiga mengerahkan seluruh kekuatan untuk memanggil Pek Han Siong melalui ilmu sihir. Bibir Janghau Lama terluka dan berdarah.

**** 073 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar