*

*

Ads

Kamis, 19 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 041

"Sialan dangkalan! Susah-susah aku membersihkan ruangan itu, yang memakai orang lain dan pemuda yang mata keranjang itu lagi!"

Yang mengomel panjang pendek ini adalah seorang gadis bermata tajam, bukan lain adalah gadis yang tadi melakukan pengintaian ketika Hay Hay bersendau gurau dengan tujuh orang gadis dusun.

Dengan perasaan gemas, gadis itu lalu berloncatan dan gerakannya sedemikian ringan dan cepatnya sehingga kalau ada orang yang melihatnya tentu akan tercengang keheranan. Dengan muka merah saking marahnya, gadis itu sudah memasuki kuil tanpa mengeluarkan suara dan tahu-tahu sudah berada di dalam ruangan di mana Hay Hay masih duduk bersila. Senja telah mendatang, namun matahari belum kehilangan semua sinarnya sehingga di dalam ruangan kuil rusak itu masih cukup terang.

"Heiii……!” Gadis itu menghardik dengan nyaring.

Hay Hay terkejut, membuka kedua matanya dan begitu dia melihat wajah gadis itu, dia pun meloncat bangun dan dengan mata terbelalak dia pun berseru.

"Heiii…..!" hal yang mengejutkan hati gadis itu pula.

“Ada apa kau berteriak seperti orang gila ?” bentaknya.

"Waaah, itu... wajahmu itu……"

Gadis itu otomatis membawa kedua tangan ke wajahnya. Apakah pipinya coreng-moreng?

"Rambutmu itu...!"

Hay Hay melanjutkan dan kembali Si Gadis meraba kepalanya, takut kalau-kalau rabutnya awut-awutan.

"Matamu...! Hidungmu...! Mulutmu...! Tahi lalat di dagumu! Kulitmu dan bentuk tubuhmu!"

"Heiii! Apakah engkau sudah gila?" teriak gadis itu, merasa dipermainkan.

"Tidak, tidak, siapa yang mempermainkan? Tapi, engkau tentu bidadari dari kahyangan! Atau siluman! Kenapa begitu cepat engkau mengambil alih setiap keindahan dari tujuh orang gadis dusun tadi? Lihat, wajahmu bulat telur, sepasang matamu seperti mata bintang, hidungmu mancung, mulut kecil merah membasah, rambutmu hitam gemuk panjang, kulitmu putih halus, bentuk tubuhmu ramping dan indah. Sungguh masih ditambah tahi lalat di dagumu lagi! Lengkaplah sudah!"

Bukan main marahnya gadis itu. Ia memang merasa jantungnya berdebar girang oleh pujian-pujian itu, akan tetapi ia dimaki siluman!

"Kau bilang aku siluman? Engkaukah yang monyet munyuk, cacing dan kacoa, anjing babi tikus!"

Mendengar makian-makian itu nyerocos keluar dari mulut yang manis itu, Hay Hay terbelalak dan mengangkat kedua tangan ke atas.

"Ampun ya para dewi! Kenapa engkau marah-marah dan memaki-maki aku seperti itu?"

"Huh, apakah engkau kira aku akan bersikap seperti perawan-perawan dusun yang lemah dan takluk menghadapi semua rayuan gombalmu? Jangan harap, ya!"

Gadis itu mengeluarkan suara dari hidung dengan sikap mengejek dan memandang rendah, tangan kirinya dikibaskan seperti orang mengusir lalat.

Hay Hay terpesona. Selama perjalanannya, selama dia menjadi dewasa dan berkenalan dengan banyak wanita, belum pernah rasanya dia bertemu dengan seorang gadis yang demikian hebat dan kuat daya tariknya! Dan dia tadi tidak sekedar memuji atau merayu. Gadis itu bertubuh ramping, kulit tubuhnya putih mulus, rambutnya hitam panjang dikuncir dan digelung, dihias dengan perhiasan rambut yang indah, mukanya bulat telur, hidungnya kecil mancung, matanya tajam seperti bintang, mulutnya kecil berbibir merah membasah, dan di dagunya ada setitik tahi lalat hitam.

Semua keistimewaan tujuh orang gadis dusun itu ditemui dalam diri gadis ini! Dan semua kehebatan ini dimiliki seorang gadis yang luar biasa galaknya! Galak seperti setan, datang-datang memaki-maki padanya dan dalam pandang mata yang bersinar tajam itu nampak jelas keganasan dan kekerasan hatinya. Melihat pakaiannya yang indah dan caranya bicara, dia dapat menduga bahwa gadis ini bukan seorang gadis dusun.






"Ya ampun……! Apakah kesalahan hamba terhadap paduka, maka paduka puteri yang agung menjatuhkan kemarahan yang demikian besarnya terhadap diri hamba?"

Hay Hay masih berusaha untuk meredakan kemarahan gadis itu dengan sikapnya yang terlalu hormat dan lucu.

Akan tetapi agaknya gadis itu sama sekali tidak tertarik akan sikap Hay Hay dan tidak mau melayani kelakarnya.

"Laki-Iaki mata keranjang! Akulah yang membersihkan ruangan ini, dan engkau yang baru datang mau enak-enak saja memakainya? Hayo pergi tinggalkan tempat istirahatku ini!"

"Ampun Dewi...! Kiranya begitu?"

Hay Hay benar-benar tertegun mendengar ini, bukan hanya karena dia telah memakai tempat yang telah lebih dulu ditemukan dan dibersihkan orang lain, juga terheran-heran mendengar bahwa gadis secantik itu memilih tempat ini untuk istirahat. Padahal kalau bukan orang yang tabah sekali tentu akan merasa ngeri bermalam di tempat yang menyeramkan ini. Biasanya, kuil-kuil tua seperti ini, apalagi di tepi hutan yang sunyi, akan dikabarkan sebagai yang dihuni setan-setan dan iblis-iblis, setidaknya mahluk halus dan siluman.

Akan tetapi, betapa kagetnya ketika tiba-tiba tubuh itu berkelebat dan tahu-tahu jari tangan yang mungil itu sudah menyentuh jalan darah di ubun-ubun kepalanya. Diam-diam dia kaget setengah mati. Sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi, dia maklum bahwa sekali saja wanita itu menggerakkan jari tangannya menyerang, dia akan tewas!

"Engkau mengenalku?"

Hay Hay terbelalak dan menggeleng kepala.
"Tidak... tidak... Dewi….."

"Kalau begitu, siapa yang memberi tahu bahwa aku berjuluk Sian-li (Dewi)?" Jari tangan itu masih juga belum meninggalkan ubun-ubun kepalanya.

"Maaf, tidak ada yang memberi tahu, dan juga aku tidak tahu bahwa engkau berjuluk Sian-li. Aku menyebut Dewi karena engkau demikian cantik dan agung seperti seorang dewi... maafkan aku….."

Hay Hay merasa tegang bukan main karena nyawanya berada di ujung jari wanita itu, akan tetapi dia pura-pura tidak tahu dan agaknya hal inilah yang menyelamatkannya. Gadis itu melangkah mundur dan mengomel,

"Perayu……!"

Hay Hay diam-diam bernapas lega. Baru saja dia lolos dari maut yang amat mengerikan dan kini tahulah dia bahwa dia berhadapan dengan seorang gadis kang-ouw yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, kalau tidak tentu tidak akan mampu mengancam ubun-ubun seperti itu. Dia harus bersikap waspada sekali ini.

"Maafkan aku, Nona. Sesungguhnya bukan maksudku untuk merayu atau kurang ajar terhadapmu. Akan tetapi aku sama sekali tidak pernah mimpi bahwa ruangan dalam kuil ini sudah ada yang menempatinya lebih dulu. Kalau begitu, maafkan, aku akan pindah saja ke ruangan lain, di belakang atau di depan."

Berkata demikian Hay Hay mengambil buntalan pakaian dan bekalnya, lalu menggendongnya.

Sejenak gadis itu memandangnya penuh perhatian, lalu berkata, suaranya ketus.
"Engkau harus meninggalkan kuil ini, tidak boleh tinggal di belakang atau di depan, bahkan di pekarangan pun tidak boleh. Engkau harus pergi meninggalkan tempat ini sampai tidak nampak dari sini, dan jangan mencoba-coba untuk mengganggu aku!"

Aduh galaknya, pikir Hay Hay. Sayang gadis secantik jelita seperti ini memiliki watak yang demikian galak.

"Tapi, Nona. Aku tidak akan mengganggumu, dan kiranya engkau pun hanya orang lewat saja yang kemalaman dan singgah di kuil ini. Kuil tua ini tidak ada yang punya, bukan? Siapa saja boleh beristirahat di sini…."

"Cukup! Tahukah engkau bahwa baru saja nyawamu nyaris melayang? Aku tidak biasa mengampuni orang untuk kedua kalinya. Pergilah dan jangan banyak membantah lagi! Thiat-sim Sian-li bicara hanya satu kali, tidak akan dua kali! Yang kedua kalinya, tanganku yang bicara dan nyawamu melayang! Pergi!"

Hay Hay mengerutkan alisnya. Hatinya merasa kecewa sekali. Gadis ini demikian cantik jelita dan manis, akan tetapi juga demikian galak, ganas dan keras! Ingin dia mencoba kepandaian gadis ini, akan tetapi dia tahu bahwa kalau dia melakukan hal itu, tentu akan menimbulkan kemarahan dan kebencian di hati gadis yang ganas ini. Kalau dia menang, tentu gadis ini akan membencinya, dan kalau sebaliknya dia kalah, besar kemungkinan dia akan mati terbunuh. Dia tidak mau mati, juga tidak ingin dibenci seorang gadis secantik ini, tanpa sebab penting. Hanya memperebutkan tempat di kuil kuno dan kotor ini, tidak cukup berharga untuk dijadikan bahan pertentangan. Dia pun tersenyum dan menjura.

"Baiklah, Nona, aku pergi dan mudah-mudahan Nona akan dapat tidur nyenyak malam ini ditempat yang serem dan banyak setannya ini. Selamat tinggal."

Dan dia pun melangkah pergi, diikuti pandang mata gadis itu yang mengerutkan alisnya. Tak sedap rasa hatinya mendengar ucapan Hay Hay itu. Tentu saja ia tidak takut setan, akan tetapi bayangan-bayangan yang menyeramkan dapat saja mengganggu tidurnya malam ini.

"Sialan." gerutunya, "bertemu dengan pemuda berandalan mata keranjang!"

Siapakah gadis berjuluk Thiat-sim sian-li (Dewi Berhati Besi) yang galak dan ganas itu? Ia adalah puteri tunggal siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu yang kini menjadi orang hukuman di kuil siauw-lim-si di tepi sungai Cin-sha itu! Namanya adalah Bi Lian, siangkoan Bi Lian.

Akan tetapi ia sendiri mengenal dirinya sebagai Cu Bi Lian, puteri Cu Pak Sun petani di dusun tak jauh dari kuil itu. Hal ini disengaja oleh siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Mereka menghendaki agar puteri mereka itu, untuk sementara tidak tahu bahwa orang-orang yang dipanggil suhu dan subo sebenarnya adalah ayah dan ibu kandungnya sendiri.

Hal ini mereka lakukan untuk menjaga agar keadaan puteri mereka tetap rahasia dan tersembunyi tidak diketahui oleh para hwesio, dan ke dua, agar puterinya itu tidak menjadi prihatin kalau mendengar bahwa ayah ibu kandungnya menjadi orang-orang hukuman di kuil siauw-lim-si. Karena itu, Bi Lian sejak kecil menganggap dirinya puteri keluarga Cu dan ia memakai nama Cu Bi Lian. Seringkali di waktu malam suhu dan subonya datang berkunjung dan sejak kecil ia dilatih dan digembleng oleh mereka.

Akan tetapi pada suatu hari, ketika Bi Lian berusia kurang lebih sepuluh tahun, terjadilah peristiwa yang amat hebat di dusunnya yang kecil itu. Peristiwa yang tak pernah diimpikan oleh para penduduk dusun, malapetaka hebat yang menimpa dusun itu sehingga hampir menghancurkan dan membinasakan semua penduduknya.

Memang penduduk dusun itu sedang mengalami nasib sial karena pada suatu malam, muncullah dua orang manusia iblis di dusun itu. Mereka ini bukan lain adalah Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi, dua orang di antara Empat Setan yang terkenal jahat dan kejam, juga memiliki kesaktian luar biasa itu. Dua orang ini memang sudah berjanji akan saling bertemu di Pegunungan Heng-tuan-san, di tepi Sungai Cin-sha dan kebetulan sekali mereka saling bertemu di dusun itu!

Mula-mula, pada sore hari itu, seorang kakek yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa, mukanya brewok, kulitnya hitam, matanya lebar dan sikapnya menakutkan sekali, dengan sikap acuh memasuki dusun. Karena kakek ini merupakan orang asing, dan pakaiannya penuh debu, sepatunya compang-camping, para penduduk mengira bahwa dia seorang dusun yang biasanya bersikap polos dan ramah, mencoba untuk menyapanya.

Akan tetapi kakek itu, sama sekali tidak menjawab, menengok pun tidak, melainkan berjalan saja dengan kepala tunduk, mulutnya kemak-kemik, berkeliaran di dalam dusun tanpa tujuan. Sedikitpun tak pernah tersenyum, nampak galak dan sepasang mata yang lebar itu mencorong menakutkan.

Para penduduk dusun menjadi ketakutan dan menyangka dia seorang yang terlantar dan gila. Mereka tidak tahu bahwa kakek raksasa yang mereka sangka gila ini adalah seorang manusia iblis yang amat lihai dan berjuluk Tung-hek-kwi, seorang di antara Empat Setan yang membuat semua tokoh kang-ouw gemetar kalau melihatnya!

Akhirnya kakek itu duduk di tepi jalan, di bawah sebatang pohon besar. Agaknya bukan para penduduk dusun itu saja yang menaruh curiga kepada kakek ini, juga dua ekor anjing dusun itu, datang menyerbu, menggonggong dan menyalak di sekeliling kakek itu, nampak marah akan tetapi juga takut-takut.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar