*

*

Ads

Rabu, 18 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 036

Tujuh orang anak buah Pulau Hiu yang tewas dalam penyerbuan itu juga diperabukan, Ciu-sian Sin-kai melarang mereka dikubur.

"Pulau kita begini kecil, kalau kita membiasakan diri mengubur orang-orang kita yang mati, sebentar saja pulau ini akan menjadi kuburan dan tidak ada sisanya lagi untuk kita yang masih hidup."

Demikian katanya dan memang ucapannya ini mengandung kebenaran. Maka mayat-mayat itu pun dibakar dengan upacara sederhana.

"Suhu, kenapa Suhu demikian kejam terhadap para bajak itu?"

Hay Hay yang sudah biasa bersikap terbuka kepada Ciu-sian Sin-kai, bertanya dengan nada suara mencela.

Kakek itu tertawa,
"Heh-heh-heh, kejam? Hay Hay, dapatkah engkau membayangkan bagaimana andaikata kita datang terlambat beberapa jam saja? Seluruh anak buahku akan habis dibantai, yang perempuan akan mereka larikan dan permainkan, seluruh kekayaan yang berada di sini akan habis mereka bawa, dan segala yang terdapat di pulau ini, yang tak dapat mereka bawa, akan mereka bakar! Mereka itu jahat dan ganas melebihi binatang buas."

"Akan tetapi, haruskah mereka itu dihukum secara demikian kejam, Suhu?" kembali Hay Hay membantah, masih bergidik membayangkan betapa orang-orang itu dipermainkan ikan-ikan hiu.

Kembali kakek itu tersenyum.
"Menghadapi orang-orang jahat memang kadang-kadang harus tidak mengenal kasihan. Engkau belum tahu tentang kekejaman. Pendekar yang paling kejam terhadap orang-orang jahat, yang tidak mengenal ampun dan bertangan baja menghukum dan membasmi orang-orang jahat, dijuluki orang Pendekar Sadis."

"Pendekar Sadis?"

"Ya, dan engkau akan bergidik melihat betapa dia menyiksa orang-orang jahat. Akan tetapi dia seorang pendekar budiman dan berkepandaian tinggi sekali. Akan tetapi, aku tidak pernah bertemu dengan dia, karena aku tidak pernah mencampuri urusan dunia sudah lama sekali dan dulu pun aku bergerak di sekitar pantai saja. Hanya ketika terjadi gelombang pemberontakan di daerah selatan, aku bersama rekan-rekan lain, termasuk See-thian Lama, mencampuri dan nama kami dikenal orang sebagai Pat-sian. Menurut kabar, isteri dari Pendekar Sadis juga pernah menjadi datuk selatan yang terkenal sekali. Kelak, kalau engkau sudah memiliki ilmu yang cukup, engkau boleh merantau dan berkenalan dengan para pendekar, termasuk Pendekar Sadis."

Ketika Hay Hay diajak masuk ke dalam gedung yang dibangun oleh kakek itu, di tengah pulau, anak ini terbelalak kagum. Gedung itu seperti istana saja! Kiranya gurunya yang baru ini adalah seorang yang kaya-raya dan hidup sebagai seorang raja saja di pulau ini. Pantaslah kalau gerombolan bajak laut itu berusaha untuk merampok tempat ini.

Mulai hari itu, Hay Hay menjadi seorang di antara para penghuni Pulau Hiu. Dia mempelajari rahasia jalan masuk menuju pulau itu, dan selain mempelajari ilmu-ilmu silat tinggi dari Ciu-sian Sin-kai, juga mematangkan ilmu-ilmu pukulan yang diperoleh dengan jalan "mengadu" Ciu-sian Sin-kai dengan See-thian Lama secara tidak langsung, dia pun mempelajari ilmu-ilmu dalam air dari para penghuni Pulau Hiu yang rata-rata pandai bermain di air itu.

Dan sebentar saja Hay Hay menjadi pemuda yang paling terkenal di pulau itu. Bukan hanya karena dia dianggap murid terkasih dari Tocu, akan tetapi karena memang dia cerdas dan lihai bukan main. Di antara para gadis-gadis kelahiran pulau itu, yang sebaya dengan Hay Hay, bahkan yang lebih tua sekalipun, dia amat terkenal karena dia berwajah tampan, bertubuh tegap dan juga lincah jenaka dan ramah, terkenal pandai merayu dan menyenangkan hati para gadis.

Tiga tahun kemudian saja, setelah Hay Hay berusia lima belas tahun, dia pun menjadi rebutan di antara para gadis dan wanita di pulau itu. Setiap orang gadis jatuh cinta kepadanya dan ingin menjadi kawan dekatnya. Dan Hay Hay ternyata memiliki bakat untuk menyenangkan hati para gadis itu. Dia selalu bersikap manis dan ramah terhadap setiap orang gadis sehingga mulailah dia dikenal sebagai seorang pemuda perayu wanita.

Para pemuda lain yang merasa iri kepadanya, menyebutnya pemuda mata keranjang yang seolah-olah hendak menggandeng semua wanita yang berada di situ. Tentu saja sebutan mata keranjang ini mereka lontarkan di belakang Hay Hay karena kalau berhadapan, mereka tidak berani terhadap murid Tocu yang paling lihai ini tentu saja perkembangan ini tidak terlepas dari pengamatan Ciu-sian Sin-kai.

Ketika Hay Hay berusia lima belas tahun dan pemuda ini suka sekali bergaul secara akrab dengan para gadis di pulau itu, sehingga menimbulkan iri hati para pemuda lain, pada suatu malam kakek itu memanggilnya dan mengajaknya bicara di dalam kamar.






"Hay Hay, berapakah usiamu sekarang?"

"Seingat teecu menurut pemberitahuan Suhu See-thian Lama, ketika teecu mengikuti Suhu, teecu sudah berusia dua belas tahun. Sampai sekarang, teecu sudah tiga tahun ikut Suhu sehingga kalau tidak salah, usia teecu kini sudah lima belas tahun."

"Lima belas tahun, ya?" kakek itu mengelus jenggotnya dan memandang dengan tajam, mengamati muridnya itu.

Hay Hay berwajah tampan memang, sepasang matanya tajam, hidungnya mancung dan mulutnya membayangkan kegagahan akan tetapi juga manis, sikapnya periang dan lincah sekali, wajahnya cerah dan pertumbuhan badannya amat baik sehingga dalam usia lima belas tahun dia sudah nampak dewasa.

"Engkau sudah hampir dewasa muridku dan melihat ketekunanmu berlatih, aku tidak merasa heran kalau engkau memperoleh kemajuan begini pesat dalam ilmu silatmu."

"Berkat bimbingan Suhu yang bijaksana, mudah-mudahan teecu akan selalu dapat belajar dengan tekun."

Selain tampan dan ramah, anak ini pun pandai membawa diri, pandai mengeluarkan kata-kata yang menyenangkan hati orang, pikir Ciu-sian Sin-kai. Tidak mengherankan kalau para gadis suka kepadanya. Wanita memang paling suka kepada pria yang pandai merayu dan bersikap manis, apalagi kalau rayuan dan sikap manis itu bukan palsu, melainkan keluar dari watak yang ramah seperti Hay Hay ini.

"Hay Hay, engkau tahu bahwa seorang gagah akan selalu berterus terang dan tidak perlu menyembunyikan segala hal seperti seorang pengecut."

"Teecu mengerti, Suhu." kata Hay Hay dan hatinya merasa agak tidak enak karena dia dapat menduga bahwa tentu suhunya akan membicarakan sesuatu mengenai dirinya dan dia diharapkan untuk bicara terus terang.

"Hay Hay, aku mendengar dan melihat sendiri betapa engkau bergaul akrab sekali dengan semua gadis yang berada di pulau ini. Sampai sejauh manakah pergaulanmu itu?"

Hay Hay tersenyum, agak malu-malu akan tetapi hatinya lega karena kiranya hal itu yang ditanyakan gurunya.

"Salahkah itu, suhu? Teecu bergaul dengan mereka karena bukankah mereka itu masih terhitung sekeluarga pulau ini? Pergaulan teecu hanya akrab saja, bermain-main dengan mereka di tepi pantai, menggoda ikan-ikan hiu, memancing ikan, bekerja di ladang dan kadang-kadang kalau bulan purnama, teecu membantu mereka berlatih silat di pantai berpasir sambil main-main."

Ciu-sian Sin-kai mengangguk-angguk dan tersenyum. Kesenangan seperti itu adalah sehat.

"Apakah hanya seperti itu saja? Apakah tidak pernah engkau melakukan hubungan yang lebih mesra lagi? Merangkul dan mencium seorang gadis misalnya?"

Kembali Hay Hay tersenyum malu-malu, bahkan kini kulit mukanya menjadi agak kemerahan.

"Aihh, Suhu, apakah hal itu juga salah? Kalau sedang main-main, kami saling rangkul dan... , eh, adakalanya... eh, kami saling cium karena dorongan rasa suka, apakah itu….. maksud teecu, melanggar kesusilaan seperti yang pernah teecu pelajari di dalam kitab-kitab yang diberikan oleh Suhu See-thian Lama?"

Ciu-sian Sin-kai tertawa.
"Ha-ha-ha, pelanggaran kesusilaan bukan ditentukan oleh pandangan umum terhadap suatu perbuatan. Jadi, engkau pernah saling rangkul dan saling cium dengan seorang gadis? Apakah ada gadis tertentu di sini yang melakukan hal itu denganmu?"

Hay Hay menggeleng kepala dengan sungguh-sungguh.
"Tidak hanya seorang tertentu, Suhu, akan tetapi... sebagian besar dari mereka. Hampir semua!"

"Dan kau layani mereka semua itu?" suhunya bertanya, kini memandang dengan mata terbelalak walaupun mulutnya mengulum senyum geli.

Hay Hay mengangguk.
"Kami melakukannya karena merasa gembira dan suka, Suhu. Apakah hal itu salah dan dilarang? Kalau Suhu melarangnya, tentu teecu tidak berani lagi melakukannya."

"Tidak, muridku, aku tidak melarangnya. Akan tetapi, kenapa kemesraan itu kau lakukan dengan semua wanita yang berada di sini?"

"Tidak semua, Suhu." kata Hay Hay sejujurnya, "hanya….. mereka yang suka saja dan juga mereka yang teecu sukai……”

"Kau maksudkan, mereka yang suka padamu dan mereka yang kau sukai karena mereka itu cantik? Jadi mereka yang cantik-cantik saja?"

Hay Hay mengangguk dan meledaklah suara ketawa Ciu-sian Sin-kai.
"Ha-ha-ha, kau ini kecil-kecil sudah mata keranjang!"

"Apakah hal itu tidak baik dan tidak boleh, Suhu?"

Dengan senyum lebar kakek itu berkata.
"Semua laki-laki adalah mata keranjang! Tidak ada seorang pun pria di dunia ini yang tidak suka melihat wanita cantik, kecuali kalau dia sakit dan ada kelainan. Kalau kebanyakan pria hanya menyembunyikan rasa sukanya, maka engkau menunjukkannya dengan terus terang. Engkau jujur, akan tetapi sifat mata keranjang ini juga ada bahayanya bagimu sendiri, muridku."

"Bagaimana bahayanya, Suhu?"

"Engkau belum cukup dewasa untuk mengetahuinya dan kelak engkau akan tahu sendiri. Kalau engkau tidak hati-hati, engkau akan menjadi hamba nafsumu sendiri, dan yang jelas, engkau akan mendatangkan rasa iri di dalam hati banyak pria. Sekarang pun di pulau ini para pemuda sudah merasa iri hati kepadamu karena engkau paling disuka oleh para gadis di sini. Para pemuda lainnya merasa tersisihkan!"

"Akan tetapi teecu tidak merebut gadis, Suhu. Para gadis itu sendiri juga suka bermain-main dengan teecu. Kenapa mereka tidak mau seperti teecu, menyenangkan hati para gadis itu?"

"Ha-ha, sudah kukatakan tadi, kebanyakan pria merahasiakan rasa suka terhadap gadis-gadis cantik. Ada yang demi harga diri, ada yang karena malu, atau demi kesopanan dan sebagainya. Sekarang dengar baik-baik, Hay Hay. Engkau boleh saja bergaul dengan mereka, akan tetapi.... eh, urusan peluk cium itu sedapat mungkin harus kau jauhi, atau setidaknya, kau kurangi."

"Kenapa, Suhu? Jahatkah itu, salahkah dan kalau salah, mengapa? Kami sama-sama suka melakukannya dan tidak ada yang memaksa, tidak ada yang merugikan orang lain.”

"Husshh, kau belum mengerti. Permainan seperti itu berbahaya sekali. Wanita dan pria ibarat api dengan minyak, kalau terlalu berdekatan dapat saja terbakar habis-habisan."

"Teecu tidak mengerti, Suhu."

"Sudahlah, kelak engkau akan mengerti sendiri. Asal engkau ingat saja semua percakapan kita ini, dan ingatlah selalu bahwa main-main yang terlalu akrab itu dapat mengobarkan api yang membakar, dapat menimbulkan nafsu dan amat membahayakan. Hanya laki-laki dan perempuan yang sudah menjadi suami isteri sajalah yang patut melakukan kemesraan itu karena di antara mereka tidak ada batas-batas susila dan larangan-larangan, tidak terdapat pula bahaya, misalnya kalau si wanita menjadi hamil karena hubungan dengan pria yang menjadi suaminya."

Hati Hay Hay tertarik sekali. Belum pernah dia mendengar pelajaran tentang itu, dan yang diketahuinya secara sedikit-sedikit hanya kalau dia bercakap-cakap dengan para pemuda di pulau itu. Dia hanya tahu bahwa seorang pemuda dan seorang gadis kalau sudah menikah lalu mempunyai anak. Biarpun dengan malu-malu, para pemuda pernah pula menyentuh urusan hubungan sex dalam percakapan mereka, akan tetapi percakapan itu sifatnya hanya kelakar saja, dilakukan dengan malu-malu dan hanya merupakan pengertian samar-samar saja.

Dan harus diakui bahwa kalau ada seorang gadis manja yang suka bersentuhan dengannya, bahkan dia dan gadis itu saling rangkul leher atau pinggang, dan saling mencium dengan hidung menyentuh pipi, dagu atau leher, timbul gairah yang membuat dia kadang-kadang tergetar hebat. Akan tetapi, dia tidak berani melakukan yang lebih dari itu, karena ada pengertian bahwa satu hal sama sekali merupakan pantangan dan tidak boleh dilanggar, yang dapat menyeret mereka ke dalam bahaya, yaitu kehamilan gadis itu!

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar