*

*

Ads

Minggu, 13 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 114

Tiba giliran Hay Hay. Pemuda ini tadi tentu tidak akan maju dan ikut bertanding kalau saja tidak melihat Hui Lian hadir pula. Dia memang nakal dan hanya ingin menyaingi pemuda itu saja yang dianggap pamer kepandaian! Melihat betapa Hui Lian memanah sambil berdiri di atas punggung kuda Hay Hay tersenyum dan ketika dipersilakan maju, dia mengerling dan tersenyum ke arah Hui Lian yang segera membuang muka ketika melihat pemuda itu tersenyum kepadanya.

Hay Hay sengaja memilih seekor kuda hitam yang nampaknya liar! Semua orang terkejut, bahkan tukang kuda memberi tahu bahwa kuda itu tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai kuda tunggang bagi peserta keahlian memanah ini karena masih liar dan belum jinak benar. Akan tetapi, mana Hay Hay mengerti semua ucapannya? Hay Hay mengira bahwa orang itu mengeluarkan kata-kata memuji padanya karena keberhasilannya tadi, maka diapun hanya mengangguk-angguk dan tetap saja melompat naik ke atas punggung kuda hitam!

Begitu merasa ada yang duduk di atas punggungnya, kuda itu mengeluarkan suara meringkik keras dan segera berloncatan seperti kemasukan setan! Hay Hay terkejut, akan tetapi dia cepat menyambar tali kendali kuda dan membiarkan kuda itu berloncatan sesuka hatinya. Dengan ginkangnya, tentu saja dia mampu duduk di atas punggung kuda hitam. Memang dia hendak menonjolkan kepandaian agar tidak kalah hebat daripada Hui Lian. Dengan kedua kakinya, dia menjepit perut kuda dan mengerahkan sinkang sehingga tubuhnya menjadi berat. Kuda itu tidak berloncatan lagi, bahkan kini keempat kakinya gemetar seperti menahan beban yang amat berat.

“Kuda yang baik, sekarang larilah dan loncati semua rintangan itu. Nah, terbanglah!"

Dia meringankan tubuhnya dan menepuk leher kuda. Kuda itu agaknya maklum bahwa yang berada di punggungnya adalah orang yang jauh lebih kuat darinya dan kini tiba-tiba saja dia menjadi jinak. Apalagi karena Hay Hay mempergunakan kekuatan sihirnya yang mempengaruhi kuda itu!

Kuda itu kini berlari dengan lurus dan indah dan Hay Hay juga merobah kedudukan, dia tidak duduk lagi melainkan tidur telentang di atas punggung kuda! Kendali kuda tetap dipegangnya dan ketika kuda itu meloncati rintangan-rintangan, dia enak-enak tidur telentang di punggung kuda seperti kain basah saja! Semua rintangan berhasil dilewati dan tepuk tangan sorak-sorai tiada hentinya mengikuti semua gerakan kuda itu.

Hay Hay masih tidur telentang ketika tiba saatnya harus memanah sasaran lingkaran yang tergantung di atas pohon. Dia sengaja memasang tiga batang anak panah pada busurnya dan sekali lepas, tiga batang anak panah itu meluncur ke atas, yang dua menembus lingkaran, yang satu mengenai tali gantungan sehingga papan lingkaran yang menjadi sasaran itu terjatuh. Kembali perbuatannya ini disambut sorak-sorai dan juga disambut kerut alis dan mulut cemberut oleh Hui Lian.

Ujian pertama itu dilewati dengan baik oleh keenam orang yang menyertai sayembara. Mereka dinyatakan lulus dan mereka kini siap untuk melakukan ujian ke dua. Belasan ekor rusa muda dilepas dalam sebuah hutan kecil di lereng bukit. Setelah rusa-rusa itu lari memasuki hutan dan lenyap menyelinap diantara semak-semak, enam orang peserta sayembara itu pun diperbolehkan melakukan pengejaran.

Empat orang peserta segera berlari ke dalam hutan. Hui Lian tenang-tenang saja, akan tetapi iapun pergi memasuki hutan. Hanya Hay Hay yang masih enak-enak, sama sekali tidak kelihatan tergesa-gesa biarpun orang-orang yang menjagoinya dan ingin melihat dia menjadi pemenang sudah meneriakinya agar dia cepat masuk ke hutan menangkap seekor rusa.

Hay Hay tentu saja tidak mengerti apa yang mereka maksudkan, bahkan dia sama sekali tidak mengerti apa yang diperintahkan, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Hanya karena melihat rusa-rusa itu dilepas ke hutan, kemudian para peserta lain melakukan pengejaran, dia dapat menduga bahwa kini tiba ujian menangkap seekor rusa liar. Karena hal itu dianggapnya amat mudah, diapun enak-enak saja, dan kini dia berjalan seenaknya, dengan lenggang malas-malasan memasuki hutan.

Semua orang yang menonton sayembara itu menanti dengan hati tegang, dan diantara mereka ada juga yang bertaruhan siapa yang akan lebih dulu mendapatkan seekor rusa. Akan tetapi yang paling ramai menjadi jago dalam taruhan adalah Hui Lian dan Hay Hay. Dari demonstrasi membawa loncat batu kemudian memanah sambil menunggang kuda tadi saja mereka sudah tahu bahwa kedua orang muda Han itu lebih unggul dibandingkan dengan empat orang saingannya yaitu para pemuda suku MIao.

Dugaan mereka benar karena tak lama kemudian, nampak berkelebat dua bayangan orang keluar dari dalam hutan dan ketika mereka tiba disitu, ternyata mereka adalah Hui Lian dan Hay Hay yang masing-masing telah memondong seekor rusa muda!

Mereka tiba disitu dalam waktu yang bersamaan, disambut sorak-sorai para penonton. Muka Hui Lian menjadi merah karena penasaran. Tak disangkanya bahwa gerakannya yang cepat itu dapat diimbangi oleh pemuda bercaping yang kini senyum-senyum kepadanya.






Kembali Hui Lian membuang muka dan hatinya mulai marah karena pemuda bercaping itu dianggapnya sengaja hendak menyaingi dan mempermainkannya. Juga diam-diam ia menganggap pemuda ini mata keranjang. Sayang seorang pemuda yang demikian tampan dan gagah, juga memiliki ilmu kepandaian yang hebat, kini mau saja mempetebutkan seorang gadis suku Miao! Tak mungkin untuk benar-benar diperisteri karena kalau dia mau, pemuda itu tentu bisa mendapatkan gadis yang jauh lebih cantik daripada puteri kepala suku Miao itu. Tentu hanya untuk main-main!

Iapun memandang dengan sinar mata mencorong. Kalau pemuda ini ternyata seorang laki-laki yang suka mempermainkan wanita, ia yang akan menentangnya! Berbahaya kalau seorang laki-laki tukang mempermainkan wanita memiliki ilmu kepandaian begitu tinggi.

Lama setelah kedua orang peserta ini tiba disitu membawa rusa tangkapan mereka, bermunculanlah empat orang peserta lainnya, berturut-turut sambil membawa seekor rusa yang sudah mati karena mereka merobohkan rusa-rusa itu dengan anak panah mereka.

Tentu saja hampir tidak mungkin bagi para pemburu itu untuk dapat menangkap seekor rusa tanpa menggunakan anak panah seperti yang dilakukan Hui Lian dan Hay Hay, dan mereka berempat hanya memandang dengan terheran-heran melihat betapa dua orang pemuda Han itu telah mendahului mereka, bahkan masing-masing telah menangkap seekor rusa yang masih hidup dan sama sekali tidak terluka!

Ujian ketiga lebih menegangkan hati karena para peserta kini diuji kegagahan dan kekuatan mereka dengan melawan seekor kerbau! Mereka itu masing-masing harus dapat merobohkan seekor kerbau dan membuat binatang itu tidak berdaya dan tidak mampu bangkit kembali.

Kerbau adalah seekor binatang yang jinak. Akan tetapi binatang ini kuat sekali dan biarpun jinak, kalau dipaksa akan dirobohkan, tentu melawan dan dapat berbahaya! Disitu telah disediakan belasan ekor kerbau dan setiap orang peserta boleh memilih seekor.

Seorang peserta, pemuda Miao yang bertubuh jangkung dan kumis melengkung, mendapat giliran pertama dan diapun memilih seekor kerbau, menuntunnya keluar dari kandang dan membawanya ke lapangan di bawah panggung.

Semua orang melihat dengan penuh perhatian. Menurut kelajiman diantara suku bangsa Miao, cara merobohkan kerbau dan membuatnya tidak berdaya adalah dengan jalan merangkul lehernya, memegangi kedua tanduk dengan dua tangan dan memuntir lehernya sehingga binatang itu akan terguling.

Dengan terus menindihnya, dan memuntir batang leher, binatang itu tidak akan dapat bangun lagi. Akan tetapi hal ini bukan tidak berbahaya karena kerbau itu kuat sekali dan tentu akan memberontak dan marah. Kalau orangnya kalah kuat, dan kerbau itu sampai dapat melepaskan diri, akan berbahayalah keadaannya.

Pemuda Miao jangkung berkumis itu agaknya cukup kuat dan tahu bagaimana caranya menguasai kerbaunya. Setelah menuntun kerbaunya ke tengah lapangan, dia memilih saat kerbau itu lengah, tiba-tiba saja dia menerkam, memegang kedua tanduk kerbau, menjepit lehernya dan memutar.

Kerbau itu terkejut dan hendak melepaskan diri, namun terlambat karena lehernya sudah dipuntir sehingga ia kehilangan keseimbangan tubuhnya dan roboh terguling. Orang-orang bersorak, akan tetapi dengan hati tetap tegang karena kini saat yang paling berbahayapun tiba.

Kerbau yang sudah rebah miring itu kini meronta dan mencoba untuk melepaskan diri, menggunakan kekuatan lehernya. Di sinilah terjadinya pergulatan itu dan terdengarlah pemimpin sayembara menghitung perlahan-lahan. Menurut peraturan, kalau hitungan itu sampai lima puluh dan kerbau itu tidak terlepas, berarti menanglah peserta sayembara itu. Kalau lebelum lima puluh kerbau itu dapat bangkit berdiri, dia harus merobohkannya kembali dan hitunganpun diulang dari satu sampai lima puluh!

Kerbau yang ditindih dan dipuntir lehernya oleh Si Jangkung berkumis itu berusaha meronta, namun Si Jangkung mempertahankan dan akhirnya hitungan sampal lima puluh. Dengan tubuh penuh keringat, napas agak memburu, peserta jangkung itu melepaskan jepitan lengannya dan kerbau itupun digiring pergi, disambut sorak-sorai penonton yang memujinya.

Peserta kedua maju dan menuntun keluar seekor kerbau lain. Seperti juga peserta pertama, dia merobohkan kerbau itu dengan memuntir lehernya, memegangi kedua tanduknya. Akan tetapi, agaknya kerbau itu amat kuat, atau peserta itu yang kurang kuat. Binatang itu terlalu kuat baginya sehingga ketika hitungan mencapai dua puluh tiga, kerbau yang meronta itu berhasil menggerakkan kepalanya sedemikian kuatnya dan orang itupun tidak lagi dapat menguasainya.

Kerbau itu bangkit dan kepalanya terus digoyang-goyangkan dan orang itu terlempar dengan lengannya berdarah, luka oleh tanduk kerbau. Kalau saja pada saat itu tidak muncul beberapa orang pengatur pertunjukan sayembara ini yang terus mengikat kerbau dan menggiringnya pergi, peserta itu dapat celaka karena diserang kerbau yang mulai marah itu. Gagallah peserta kedua ini dan terpaksa dia harus mengundurkan diri, dinyatakan kalah!

Peserta ketiga mengalami nasib yang sama seperti peserta kedua. Kerbau itu terlampau kuat baginya sehingga dia tidak mampu menahan kerbau itu diatas tanah lebih dari dua puluh hitungan. Bahkan dia menderita luka lebih parah karena kalau peserta kedua hanya luka di lengannya yang berdarah, orang ketiga ini terkena seruduk dadanya sehingga pingsan! Tentu saja dia dinyatakan gagal. Peserta keempat berhasil menahan kerbaunya sampai hitungan kelima puluh, walaupun seperti peserta pertama diapun mandi peluh dan napasnya memburu.

Setelah peserta keempat, majulah Hui Lian. Penonton menyambutnya dengan sorak-sorai, terutama sekali yang menjagoinya dalam taruhan. Akan tetapi Kiao Yi memandang dengan hati berdebar-debar. Ujian ini sepenuhnya merupakan pekerjaan laki-laki yang mempergunakan tenaga, sedangkan wakilnya itu adalah seorang wanita! Bagaimana kalau gagal? Dan lebih celaka lagi, bagaimana kalau sampai terluka? Ngeri dia membayangkan kerbau itu mengamuk dan menyeruduk dada gadis yang menyamar pria itu!

Semua orang menghentikan sorak sambutan mereka ketika melihat Hui Lian menuntun keluar seekor kerbau dari dalam kandang. Melihat banyaknya orang dan tadi mendengar sorak-sorai gaduh, kerbau itu sudah kelihatan panik dan matanya liar memandang ke kanan kiri, dan ia sudah kelihatan curiga kepada Hui Lian sehingga ketika di tuntun keluar beberapa kali kepalanya menoleh ke belakang dan hendak mogok.

Akhirnya, Hui Lian tiba dengan kerbaunya di tengah lapangan. Ia menengok ke atas panggung dan melihat betapa kepala suku dengan keluarganya, termasuk puterinya, menjenguk dari atas panggung dan seperti semua orang, sedang mencurahkan perhatiannya kepadanya.

Ketika ia mengerling ke kiri, ia melihat Hay Hay berjongkok, mukanya sebagian tertutup caping, akan tetapi sebelah mata yang nampak memandang kepadanya dengan berseri, dan mulutnya tersenyum, senyum yang seperti mengejek dan mentertawakannya. Ia tidak tahu bahwa pemuda bercaping itu amat kagum dan tertarik kepadanya, dan ada perasaan penasaran juga keinginan keras dalam hati pemuda bercaping itu untuk menguji kepandaiannya.

Tidak seperti empat orang peserta terdahulu, Hui Lian tidak mau merobohkan kerbaunya dengan puntiran batang lehernya, walaupun kalau ia mau melakukan hal itu, tidak sukar baginya untuk memutar leher kerbau itu sampai patah tulang lehernya! Tidak, ia tidak merangkul dan memuntir lehernya, melainkan dengan cepat sekali kakinya mengirim tendangan, tidak terlalu keras ke arah lutut ke empat kaki binatang itu, cepat sekali bertubi-tubi dan binatang itu pun roboh!

Empat batang kaki itu rasanya lumpuh dan tentu saja kerbau itu tidak mampu berdiri lagi. Setiap kali ia berusaha bangkit berdiri, Hui Lian menyusulkan tendangan, tidak terlalu keras agar tidak membikin patah sambungan lutut, dan kerbau itupun tidak mampu bangkit. Hitungan sampai lima puluh dan binatang itu sama sekali tidak dapat bangkit kembali karena selalu Hui Lian menyusulkan tendangan.

Orang-orang bersorak, walaupun hati mereka tidak puas karena dalam ujian ini, walaupun lulus, Hui Lian tidak memperlihatkan kekuatan, melainkan menggunakan akalnya walaupun semua peserta, kecuali Hay Hay, harus mengakui bahwa mereka tidak akan mampu melakukan tendangan-tendangan seperti itu.

Ketika kerbau itu dituntun pergi, kakinya tidak mengalami cedera,. hanya agak terpincang-pincang sedikit. Legalah hati Kiao Yi dan dia semakin kagum saja kepada pendekar wanita yang menolongnya itu.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar