*

*

Ads

Senin, 23 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 064

Melihat ini, Pek Kong tak dapat menahan kesabarannya lagi, demikian pula Pek Ki Bu.
"Kalian sungguh tak tahu diri!" kata Pek Ki Bu sambil menerjang ke depan.

"Tamu-tamu tak tahu aturan!"

Pek Kong juga menerjang maju. Pek Kong disambut oleh pendeta muka bopeng, sedangkan Pek Ki Bu disambut oleh pendeta tinggi besar muka hitam yang agaknya merupakan pendeta tertua dan terlihai diantara mereka.

“Dess….!"

Pukulan tangan Pek Ki Bu ditangkis dan disambut oleh pendeta muka hitam, mengakibatkan Pek Ki Bu terdorong ke belakang tiga langkah, sedangkan lawannya hanya mundur selangkah.

"Dukkk!"

Pukulan Pek Kong juga tertangkis oleh Si Muka Bopeng dan tangkisan ini membuat tubuh Pek Kong terhuyung. Dalam pertemuan segebrakan ini saja dapat dilihat bahwa baik Pek Kong maupun Pek Ki Bu, bukanlah lawan para pendeta yang amat lihai dan kokoh kuat itu.

Akan tetapi kini anak buah Pek-sim-pang sudah keluar semua, jumlah mereka berpuluh-puluh dan mereka sudah memegang senjata semua, siap untuk mengepung dan mengeroyok.

Pada saat itu, Hay Hay yang sejak tadi hanya menjadi penonton, merasa perlu untuk turun tangan. Bagaimanapun juga, dirinya terlibat secara langsung dalam urusan Sin-tong ini, maka dia pun melangkah lebar ke depan tiga orang pendeta itu dan dengan suara lantang dia berkata,

"Sam-wi Losuhu jauh-jauh datang dari Tibet, apakah untuk menjemput Sin-tong? Nah, setelah Sin-tong berada di depan kalian, mengapa kalian tidak lekas menyambut dan memberi hormat?"

Berkata demikian, dia berdiri tegak dengan dada terangkat dan sikapnya angkuh dan agung sekali.

Semua orang terkejut. Pek Eng juga terkejut akan tetapi dara ini pun mendongkol bukan main, segera membisiki ayahnya yang berdiri di dekatnya,

"Ayah, dia itu pemuda mata keranjang yang kurang ajar."

Akan tetapi Pek Kong dan Pek Ki Bu memandang tajam penuh perhatian, bahkan Pek Kong mengangkat tangan memberi isyarat kepada anak buah atau murid-murid Pek-sim-pang agar tidak bergerak dan tidak menyerang sebelum ada aba-aba darinya.

Semua orang kini memandang kepada Hay Hay dan tiga orang pendeta itu dengan hati tegang, apalagi mereka tadi mendengar pengakuan pemuda itu bahwa dia adalah Sin-tong, putera ketua mereka yang selalu ditunggu-tunggu kedatangannya. Juga tiga orang pendeta Lama itu terbelalak, mengamati Hay Hay dengan penuh perhatian, penuh selidik memandang pemuda itu dari kepala sampai ke kaki.

Sementara itu, Pek Kong dan isterinya, Siauw Bwee, terbelalak menatap wajah Hay Hay, mengingat-ingat, apakah benar pemuda tampan yang kini berdiri dengan mulut tersenyum itu adalah Pek Han Siong, putera mereka. Demikian pula Pek Ki Bu memandang dengan penuh keheranan, juga penuh harapan karena dia pun tidak dapat menentukan apakah benar pemuda ini adalah cucunya atau bukan.

Hanya Pek Eng yang mendongkol, ingin dara ini memaki pemuda itu karena ialah yang tahu bahwa pemuda itu bukan Pek Han Siong, bukan kakaknya, melainkan seorang pemuda mata keranjang. Akan tetapi karena kemunculan pemuda ini agaknya hendak membantu dan berpihak kepada keluarganya, maka ia pun diam saja dan hanya memandang dengan heran mengapa pemuda itu berani menentang tiga orang pendeta Lama yang demikian lihainya. Bahkan mulai timbul keraguan. Siapa tahu pemuda itu memang benar kakaknya, Pek Han Siong, dan tadi tidak mau mengaku kepadanya hanya untuk mempermainkannya saja. Siapa tahu!.

Tiga orang pendeta Lama itu kini berdiri bingung, kadang-kadang saling pandang dan pada wajah mereka terbayang ketegangan, harapan akan tetapi juga keraguan. Selama ini Sin-tong dilarikan keluarganya, disembunyikan dari para pendeta Lama. Mungkinkah kini Sin-tong muncul dan memperkenalkan diri begitu saja?

Mereka adalah tokoh-tokoh Tibet, termasuk pimpinan para pendeta Lama tingkat tiga. Tentu saja selain memiliki ilmu kepandaian tinggi, juga tiga orang Pendeta Lama ini adalah orang-orang yang cerdik, tidak akan mudah menipu mereka.






"Orang muda, jangan engkau main-main dengan kami! Kalau kau hendak menipu kami, dosamu besar sehingga kematian pun belum akan membebaskanmu daripada hukuman!" kata pendeta yang kurus pucat.

"Omitohud ……!" Hay Hay berseru, menirukan lagak seorang pendeta. "Menipu adalah perbuatan yang tidak benar, aku sebagai Sin-tong mana mau melakukannya? Sejak terlahir aku disebut Sin-tong, diperebutkan sebagai Sin-tong, setelah kini menjadi dewasa dan mengaku bahwa akulah Sin-tong, Sam-wi Losuhu dari Tibet malah tidak percaya kepadaku! Sam-wi mengingkari Sin-tong, bukankah itu merupakan dosa yang amat besar pula?"

Tiga orang pendeta Lama itu sating pandang dan kini sikap mereka menjadi agak berbeda, pandang mata mereka mulai menghormat walaupun masih ada keraguan. Nampaknya mereka mulai percaya bahwa pemuda di depan mereka itu mungkin sekali Sin-tong yang mereka cari-cari.

"Dia bukan Sin-tong! Dia bukan putera kami!" tiba-tiba Souw Bwee berseru.

Tentu saja seruan ini mengejutkan dan mengherankan hati Pek Kong dan Pek Ki Bu. Bagaimana wanita itu dapat memastikan bahwa pemuda itu bukan Pek Han Siong?

"Memang Ibu benar! Dia bukan Kakak Pek Han Siong, dia seorang pemuda mata keranjang yang tidak tahu malu, berani memalsukan Kakakku!" teriak pula Pek Eng yang mengira ibunya mengenal betul bahwa pemuda itu bukan Pek Han Siong.

Padahal teriakan Souw Bwee tadi sama sekali bukan karena ia tahu bahwa pemuda itu bukan puteranya. Ia sendiri ragu-ragu dan tentu saja tidak tahu benar, karena puteranya itu dipisahkan dari sampingnya semenjak masih bayi. Kalau ia tadi berteriak menyangkal justru terdorong oleh rasa khawatirnya. Kalau benar pemuda ini puteranya dan hal ini diketahui oleh tiga orang pendeta Lama yang lihai itu, tentu puteranya itu akan mereka bawa!

Dan ia tidak mau kehilangan lagi puteranya yang baru saja pulang. Inilah sebabnya ia berteriak menyangkal agar tiga orang pendeta Lama itu percaya kepadanya dan tidak akan membawa pergi puteranya. Dan Pek Eng yang salah mengerti, kini bahkan membantunya dengan sangkalannya bahwa pemuda itu bukan kakaknya yang dicari-cari.

Pek Kong dan Pek Ki Bu memandang dengan bingung, akan tetapi begitu bertemu pandang dengan isterinya, Pek Kong melihat betapa sinar mata isterinya itu mengandung kegelisahan dan ketakutan dan tahulah dia bahwa penyangkalan isterinya tadi hanya merupakan usaha untuk menyelamatkan pemuda itu! Maka dia sendiri pun merasa bingung dan tidak berkata apa-apa, hanya menanti untuk melihat perkembangan selanjutnya.

Sementara itu, Hay Hay juga terkejut mendengar teriakan nyonya dan puterinya itu. Tak disangkanya mereka berteriak menyangkalnya. Dla berpura-pura menjadi Sin-tong untuk mengalihkan perhatian tiga orang pendeta yang lihai agar tidak lagi mendesak keluarga Pek, akan tetapi ternyata nyonya rumah bahkan menyangkalnya! Apakah mereka itu tidak tahu bahwa dia sengaja hendak membantu mereka? Ataukah keluarga Pek itu demikian tinggi hati sehingga tidak sudi menerima pertolongannya, walaupun jelas bahwa mereka terancam bahaya? Ataukah nyonya itu tidak ingin orang lain celaka karena keluarga mereka? Banyak sekali kemungkinan untuk menjawab dan mencari sebab ulah ibu dan anak itu, akan tetapi dia harus dapat meyakinkan tiga orang pendeta Lama itu bahwa dia benar-benar Sin-tong!

“Hemm, Sam-wi Losuhu adalah tokoh-tokoh pandai dari Tibet, mana mungkin dapat dibohongi? Mereka menyangkal diriku, tentu saja, karena tentu saja mereka tidak ingin melihat aku kalian bawa pergi dari sini!"

Ucapan Hay Hay ini memang tepat sekali sehingga Nyonya Souw Bwee menahan jeritnya, mukanya menjadi pucat dan matanya terbelalak memandang kepada pemuda itu.

Tiga orang pendeta Lama yang tadinya sudah merasa ragu-ragu mendengar teriakan Nyonya Souw Bwee dan Pek Eng yang menyangkal pemuda itu sebagai Sin-tong, kini saling pandang dan harapan baru memancar lagi dari wajah mereka ketika mereka memandang Hay Hay. Memang tepat sekali ucapan pemuda itu, pikir mereka. Kalau benar pemuda ini Sin-tong, tentu ibunya dan adiknya berusaha menyelamatkannya dan satu-satunya cara adalah menyangkalnya!

"Omitohud ……!" Pendeta Lama bermuka bopeng berseru lalu tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, kami bukanlah orang-orang bodoh yang mudah dipermainkan dan ditipu. Orang muda, kau tanggalkanlah bajumu!"

Keluarga Pek menjadi pucat. Mereka tahu bahwa Pek Han Siong yang dianggap Sin-tong oleh para pendeta Lama itu memang memiliki tanda tahi lalat merah di punggungnya sehingga kalau pemuda ini tidak memillki tanda itu, biar mengaku bagaimanapun juga akan nampak bohongnya. Akan tetapi di samping kekhawatirannya ini, juga mereka merasa tegang karena mereka pun ingin melihat siapa sebenarnya pemuda ini, Pek Han Siong ataukah bukan.

Hay Hay tersenyum. Sebelum tuntutan ini diajukan, dia memang sudah menduganya. Sambil tersenyum dia berkata kepada Pek Eng.

"Adik yang baik, jangan menuduh aku kurang ajar kalau aku melepas bajuku di depanmu, karena aku dipaksa oleh ketiga Locianpwe ini."

Berkata demikian, Hay Hay lalu menanggalkan bajunya, membiarkan tubuhnya bagian atas telanjang. Nampak dadanya yang bidang dan tubuh bagian atas yang tegap, dengan otot-otot yang menonjol kuat dan kulit yang putih halus, dada seorang pemuda yang sedang mekar dan kokoh kuat. Dia lalu membalikkan tubuhnya, membiarkan punggungnya nampak oleh mereka.

Keluarga Pek dan tiga orang pendeta Lama ini memandang ke arah punggung dan dengan mudah menemukan tahi lalat merah yang cukup besar dl punggung itu!

"Anakku……!" teriak Souw Bwee.

"Koko ……!"

Pek Eng juga berseru, akan tetapi ketika mereka hendak maju, keduanya dicegah oleh Pek Kong dan Pek Ki Bu. Keluarga itu lalu menonton saja, ingin tahu dengan hati tegang apa yang selanjutnya akan terjadi. Kiranya pemuda itu benar Pek Han Siong, piikir mereka dengan jantung berdebar.

Tentu saja dugaan mereka itu keliru. Pemuda itu adalah Hay Hay, bukan Pek Han Siong. Tanda merah di punggungnya ltu hanyalah hasil muslihat Hay Hay saja. Sebelum tadi turun tangan, pemuda ini sudah berpikir panjang dan teringat bahwa satu-satunya tanda dari Sin-tong yang tak pernah muncul sejak bayi, hanyalah tahi lalat tanda merah di punggungnya, maka tadi diam-diam sebelum turun gelanggang, dia telah lebih dulu menutul kulit punggungnya dengan tinta merah.

Dengan kecerdikannya, menggunakan kesempatan selagi orang ribut-ribut mengepung tiga orang pendeta Lama, dia menyelinap masuk ke dalam rumah dan berhasil mendapatkan tinta merah yang dicarinya. Maka, ketika dia terjun ke dalam lapangan itu, di balik bajunya, di atas kulit punggungnya, telah terdapat tanda merah yang sengaja dibuatnya itu!

"Sin-tong ……!”

Tiga orang pendeta Lama itu terkecoh dan mereka bertiga cepat merangkapkan kedua tangan di depan dada dan memberi hormat kepada "Anak Ajaib" itu!

"Pinceng bertiga mendapat kehormatan untuk menjemput Paduka dan mengiringkan Paduka menuju ke istana Paduka di Tibet." kata pendeta Lama bermuka bopeng dengan sikap hormat sekali, seperti sikap seorang menteri terhadap rajanya.

Hampir saja Hay Hay tertawa karena gelinya. Sikap tiga orang Lama itu menggelitik hatinya. Demikian lucu seolah-olah dia sedang main sandiwara di atas panggung saja. Biarlah, dia akan bermain sandiwara sepuasnya, pikirnya. Bagaimanapun juga, dia telah berhasil memindahkan perhatian tiga orang pendeta Lama yang lihai itu dari keluarga Pek kepada dirinya. Tentu kini yang terpenting bagi mereka hanyalah dirinya yang sudah dipercaya dan diterima sebagai Sin-tong!

“Hemm, begini sajakah penerimaan para pendeta Lama terhadap diriku? Tahukah kalian siapa yang menjelma menjadi diriku sekarang ini?” tanyanya dengan sikap agung berwibawa.

"Pinceng tahu... Paduka adalah calon Dalai Lama, penjelmaan Sang Buddha, omitohud……!" kata pendeta Lama bermuka bopeng.

"Nah, kalau kau sudah tahu, kenapa yang menyambutku hanya tiga orang pendeta Lama tingkat rendahan saja?"

"Kami bertiga yang rendah adalah anggauta pimpinan tingkat tiga…..” kata pendeta Lama kurus pucat untuk memberi tahu bahwa tingkat mereka sudah terhitung tinggi.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar