*

*

Ads

Senin, 23 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 062

Dengan sikap uring-uringan Hay Hay merebahkan diri diantara cabang-cabang pohon yang tinggi itu. Sialan, dia mengomel. Membayangkan sambutan yang meriah dan ramah ternyata yang diterima adalah caci maki bahkan serangan dan ancaman!

Membayangkan tidur nyenyak dengan perut kenyang di dalam kamar yang bersih di atas tempat tidur beralaskan kasur dqn bantal, ternyata kini dia rebah tak enak sekali di atas cabang pohon, diantara ranting dan daun, kotor dan basah, dengan perut lapar pula! Sialan! Sialan gadis itu, pikirnya penasaran. Ditolong malah mencelakakan! Itu namanya dia memberi air susu dibalas air tuba!

Tapi gadis itu manis, dan pinggangnya ramping sekali, dia membayangkan dan senyumnya muncul kembali. Bagaimanapun juga, dia sudah merangkulnya, merasakan kehangatan tubuhnya, kelembutan kulitnya, dan jalan bersama sambil bergandeng tangan! Kawin? Sialan! Siapa yang ingin kawin?

Dengan keadaan gelisah akhirnya Hay Hay dapat tidur nyenyak diantara ranting dan daun pohon, jauh tinggi di atas, aman dari pengejaran orang-orang Yi yang sama sekali tidak menyangka bahwa orang buruan mereka itu berada di atas pohon yang tinggi, yang beberapa kali mereka lewati.

Baru setelah matahari menembuskan sinarnya diantara celah-celah daun dan menimpa mukanya, Hay Hay terbangun pada keesokan harinya. Sinar keemasan matahari pagi nampak indah, seperti jalur-jalur benang emas diantara daun-daun.

Hay Hay bangkit duduk, lalu berdiri di atas cabang yang paling tinggi, memandang ke kanan kiri untuk melihat apakah masih ada orang-orang Yi yang mencarinya di tempat itu. Sunyi saja di sekeliling pohon itu, akan tetapi dia melihat sesuatu yang menarik.

Tidak jauh dari situ, di lereng bukit, dia melihat tembok perkampungan dan jantungnya berdebar tegang. Dia mengenal bentuk pagar tembok orang-orang Han. Perkampungan itu tentulah perkampungan orang Han dan agaknya dia akan dapat mencari keterangan tentang keluarga Pek yang kabarnya tinggal di sekitar pegunungan ini. Dia lalu meloncat turun setelah mengikatkan buntalan pakaian yang tadi dipakai sebagai bantal itu di punggungnya. Hay Hay segera keluar dari hutan itu dan menuiu ke arah bukit dimana dia tadi melihat ada pagar tembok sebuah perkampungan.

Tak lama kemudian dia sudah berdiri di depan pintu gerbang perkampungan Pek-sim-pang! Hatinya girang bukan main ketika dia melihat papan dengan huruf-huruf besar PEK SIM PANG terpasang di depan pintu gerbang itu. Tidak salah, inilah perkampungan Pek-sim-pang, tempat tinggal keluarga Pek yang merupakan satu-satunya keluarga di dunia ini yang dapat menceritakan siapa dirinya yang sesungguhnya, siapa pula orang tuanya!

Jantungnya berdebar penuh ketegangan, juga keharuan. Pagi itu suasana disitu masih sunyi, pintu gerbang agaknya baru saja dibuka dan masih nampak kesibukan di sebelah dalam perkampungan itu, akan tetapi tidak nampak orang keluar masuk.

Tiba-tiba saja, muncul seorang gadis yang membuat Hay Hay membelalakkan matanya. Seorang gadis yang baru saja berangkat dewasa berusia antara enam belas atau tujuh belas tahun. Mata itu, bibir itu! Mempesonakan! Dengan wajah penuh senyum cerah Hay Hay melangkah maju menghampiri gadis yang baru keluar dari pintu gerbang itu.

Gadis itu adalah Pek Eng. Begitu ia melihat Hay Hay, alisnya berkerut. Tentu saja ia segera mengenal pemuda yang menjadi orang buruan suku Yi semalam. Kiranya dia dapat melarikan diri, pikirnya. Melihat pemuda itu menghampirinya dengan wajah berseri, pandang mata bersinar dan mulut tersenyum-senyurn, Pek Eng menghardiknya.

"Mau apa kau cengar-cengir disini? Hayo pergi atau aku akan menyeretmu ke dusun orang-orang Yi agar engkau dihukum!"

Hay Hay membelalakkan matanya.
“Ehh? Bagaimana Nona tahu? Pernahkah kita saling bertemu? Rasanya belum pernah walaupun aku akan merasa berbahagia sekali dapat bertemu dengan Nona, biarpun hanya dalam mimpi."

Selama hidupnya belum pernah Pek Eng menghadapi seorang laki-laki yang bicara seperti ini, maka ia tertegun, hatinya tertarik untuk mengetahui dan bertanya,

"Kenapa merasa berbahagia kalau dapat bertemu denganku?"

Pemuda ini memang tampan dan memiliki wajah yang ramah menyenangkan dan menarik hati, pikirnya sambil menatap wajah Hay Hay.

Kini Hay Hay juga memandang dengan penuh kagum. Setelah tadi membuka mulut dan bicara, nampak jelas bahwa gadis ini memang manis bukan main, ketika menggerakkan mulutnya, muncullah lesung pipit di pipi sebelah kiri. Dan sinar mata gadis itu pun demikian penuh gairah hidup, wajahnya membayangkan kelincahan dan kejenakaan. Seorang gadis pilihan diantara seribu!

"Kenapa, Nona? Siapa yang takkan berbahagia bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita dan manis sepertimu ini?”






Pek Eng adalah seorang gadis yang lincah jenaka, pandai berdebat. Akan tetapi dia sudah melihat pemuda ini hampir dikeroyok orang kemarin sore, karena berani bermain-main dengan seorang gadis Yi. Kiranya seorang pemuda yang pandai merayu wanita, dengan kata-kata manis.

"Hemm, engkau memang mata keranjang dan perayu. Akan tetapi jangan harap akan dapat memikat aku dengan rayuan gombalmu itu, ya? Hayo lekas pergi dari sini, kalau tidak, terpaksa aku akan menghajarmu!"

Hay Hay membuka mata lebar-lebar dan mulutnya mengomel.
“Hayaaa... agaknya daerah ini ditinggali oleh orang-orang yang ringan mulut ringan tangan, mudah menghajar orang yang tidak bersalah. Nona yang baik, aku jauh-jauh datang untuk bertemu dengan Ketua Pek-sim-pang, maka ijinkanlah aku masuk dan menghadap Pek-sim Pangcu (Ketua)."

Pek Eng mengerutkan alisnya. Orang ini benar tidak tahu diri. Mau apa minta bertemu dengan Ketua Pek-sim-pang? Ia tidak percaya bahwa ayahnya mengenal seorang pemuda seperti ini... tiba-tiba wajahnya berubah pucat dan ia bertanya dengan suara agak gemetar.

"Kau... kau... siapakah namamu …..?"

Hay Hay merasa terkejut juga melihat perubahan pada wajah dara cantik ini. Kalau tadi nampak galak dan lincah, kini nampaknya pucat dan suaranya gemetar. Dia merasa tidak tega untuk bermain-main, maka dengan suara sungguh-sungguh dia pun menjawab.

"Namaku Hay, biasa dipanggil Hay Hay ……"

Wajah itu nampak lega akan tetapi masih ragu-ragu.
"Benarkah? Namamu bukan... Han Siong …..?"

Hay Hay tersenyum lebar.
"Aih, kalau namaku Han Siong, kenapa aku mengaku Hay Hay? Aku tidak mempermainkanmu, Nona, aku tidak berani. Namaku Hay Hay, dan aku ingin sekali bertemu dengan Ketua Pek-sim-pang…."

"Apakah engkau mengenal Ayahku?"

Kini Hay Hay terkejut bukan main.
"Eh, jadi Nona... engkau adalah puteri Pek-sim-pang?”

"Benar, sekarang jawab, apakah engkau mengenal Ayahku?"

Hay Hay menggeleng kepala.

"Kalau begitu pergilah dan jangan ganggu kami lagi. Pergilah sebelum ada orang Yi datang kesini dan mengenalmu. Engkau tentu akan diseret!"

"Tidak, Nona, aku harus menghadap Pangcu lebih dulu. Aku mempunyai keperluan yang teramat penting ….." Hay Hay mendesak.

Pada saat itu, tujuh orang penjaga pintu gerbang murid-murid Pek-sim-pang, sudah keluar karena mereka tertarik oleh keributan antara nona mereka dengan seorang pemuda asing.

"Pek-siocia, apakah yang terjadi?"

"Siapakah dia ini?"

Pek Eng menoleh kepada para penjaga itu.
"Dia seorang pendatang yang kemarin telah membuat keributan di perkampungan orang Yi, dan sekarang minta bertemu dengan Ayah. Suruh dia pergi dan jangan mengganggu lebih lanjut." kata Pek Eng dan ia pun masuk ke dalam gardu penjagaan di pintu gerbang dengan sikap tidak peduli lagi.

"Eh, sobat. Kalau engkau datang untuk minta pekerjaan, disini tidak ada pekerjaan." kata komandan jaga kepada Hay Hay.

“Aku datang bukan ingin minta pekerjaan atau minta apa pun, aku datang untuk bertemu dengan Pek-sim Pangcu karena ada suatu hal yang amat penting bagiku untuk kutanyakan kepada Pangcu. Harap kalian suka menyampajkan hal ini kepada Pangcu agar aku dapat diterima menghadap."

Karena tadi Pek Eng sudah memberi perintah agar pemuda ini diusir, maka para anggauta Pek-sim-pang itu bersikap keras.

"Tidak bisa, Pangcu tidak boleh diganggu dan Siocia tadi sudah minta agar engkau pergi. Pergilah dan jangan ganggu kami." kata komandan jaga.

Hay Hay mengerutkan alisnya dan melirik ke arah Pek Eng yang sudah duduk di bangku tempat jaga dengan sikap acuh. Dia menarik napas panjang lalu berkata seperti kepada diri sendlri.

"Ribuan li jauhnya aku melakukan perjalanan dan mendengar bahwa Pek-sim-pang adalah perkumpulan orang-orang gagah. Akan tetapi melihat kenyataannya, lebih tepat kalau huruf Pek (Putih) di diganti dengan Hek (Hitam) saja!"

"Ee-eeeh-eeehhh!"

Tiba-tiba saja tubuh Pek Eng meluncur dari dalam gardu itu, bagaikan seekor burung terbang saja kini melayang dan tiba di depan Hay Hay, bertolak pinggang dan matanya terbelalak walaupun masih agak sipit mencorong penuh kemarahan, dan ia berdiri tegak, dada dibusungkan, kepala ditegakkan dan kedua tangannya bertolak pinggang, lalu tangan kirinya bergerak, telunjuknya yang agak melengkung bentuknya itu, kecil mungil, menunjuk ke arah hidung Hay Hay.

"Apa kamu bilang tadi? Menghina kami, ya? Apa maksudmu mengatakan bahwa Pek-sim-pang harus diganti menjadi Hek-sim-pang (Perkumpulan Hati Hitam)?"

Hay Hay juga sudah marah karena dia ditolak menghadap Ketua Pek-sim-pang.
"Sikap kalian yang menyebabkan aku bermulut lancang, Nona. Nama perkumpulannya Pek-sim-pang, sepatutnya para anggautanya juga berhati putih. Hati putih berarti hatinya baik, akan tetapi melihat sikap kalian menerima kunjunganku sungguh jauh daripada baik dan lebih pantas kalau kalian menjadi anggauta Perkumpulan Hati Hitam saja."

"Keparat bermulut kotor! Kau muncul dan merayu gadis orang, kemudian melarikan diri ketika akan dikawinkan, sudah terlalu bagus perbuatanmu itu, ya? Kamu sendiri jahat, hatimu lebih hitam daripada arang, masih berani memaki kami?"

"Pukul saja mulut lancang itu, Pek-siocia!" kata komandan jaga yang marah sekali mendengar perkumpulannya dihina orang.

Para murid Pek-sim-pang sudah menghampiri Hay Hay dengan sikap mengancam. Pada saat ini terdengar suara yang berat,

"Omitohud... orang-orang Pek-sim-pang sekarang hanya menjadi tukang-tukang pukul yang suka mengeroyok orang!"

Pek Eng dan para murid Pek-sim-pang terkejut dan cepat menengok. Kiranya di situ telah berdiri tiga orang pendeta Lama. Usia mereka antara enam puluh sampai enam puluh lima tahun, memakai jubah panjang berwarna kuning dengan garis-garis merah.

Pek Eng dan para murid Pek-sim-pang sudah mendengar belaka akan riwayat perkumpulan mereka yang terpaksa lari mengungsi dari Tibet karena ulah para pendeta Lama ini. Apalagi Pek Eng. Sejak kecil ia mendengar tentang peristiwa yang menimpa keluarganya, gara-gara para pendeta Lama ingin merampas kakaknya yang mereka namakan Sin-tong. Maka, sejak kecil sudah tertanam perasaan tidak suka kepada para pendeta Lama. Kini disitu muncul tiga orang pendeta Lama, maka seketika ia dan para murid Pek-sim-pang tidak lagi memperhatikan Hay Hay yang dianggap tidak penting.

"Apakah kalian bertiga ini pendeta-pendeta Lama dari Tibet?" tanya Pek Eng dengan sikap yang sama sekali tidak menghormat.

Bukan wataknya demikian. Ia cukup terdidik baik dan biasanya ia bersikap sopan dan halus terhadap orang-orang tua, apalagi terhadap pendeta. Akan tetapi, karena memang ia sudah merasa sakit hati kepada pendeta-pendeta Lama, maka kini ia bersikap kasar ketika menduga bahwa tiga orang ini tentulah pendeta-pendeta Lama dari Tibet.

"Omitohud, tidak keliru dugaanmu, Nona. Kami adalah tiga orang pendeta Lama dari Tibet. Kami ingin bertemu dengan Pek Kong atau ayahnya, Pek Ki Bu." kata seorang diantara mereka yang mukanya penuh bopeng dan matanya melotot lebar.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar