*

*

Ads

Minggu, 22 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 058

Murid itu demikian manja kekanak-kanakan, dan gurunya juga demikian menyayang, menciumi lengan yang terbanting, sikapnya seperti seorang yang mencumbu pacarnya saja! Dia menggeleng-geleng kepala, menyelipkan suling di buntalan pakaiannya, kemudian menggerakkan kedua pundak dan memutar tubuh untuk meninggalkan guru dan murid itu. Muak dia melihat tingkah mereka.

"Heiii! Berhenti dulu kau, keparat!"

Bentakan dengan suara melengking tinggi ini membuat Hay Hay menahan kakinya dan dengan alis berkerut dan hati marah dia membalikkan tubuh menghadapi kakek yang membentaknya itu.

Kakek itu masih berjongkok dekat muridnya, akan tetapi kini sudah menghadapi Hay Hay, sepasang matanya mencorong dan kedua tangannya menepuk-nepuk tanah secara aneh sekali, kemudian kedua tangan itu diangkat dengan telapak tangan menghadap ke arah Hay Hay dan terdengarlah suara kecil melengking aneh.

"Majulah engkau ke sini!"

Tentu saja Hay Hay tidak sudi mentaati perintah itu, akan tetapi tiba-tiba saja kedua kakinya melangkah ke depan! Tak dapat ditahannya lagi, seolah-olah kedua kaki itu sudah bukan miliknya lagi, tidak menurut lagi terhadap kehendak dan perintahnya. Terkejutlah dia dan maklumlah Hay Hay bahwa ini tentulah kekuatan sihir yang aneh! Dia mengerahkan kekuatan batinnya dan tiba-tiba ke dua kakinya terhenti melangkah.

Akan tetapi kakek itu menggerak-gerakkan kedua tangannya dengan aneh, sepasang matanya semakin tajam mencorong seperti mata kucing dan suaranya semakin tinggi melengking,

"Berlututlah engkau!"

Kembali Hay Hay ingin menolak, akan tetapi tiba-tiba kedua kakinya sudah bertekuk lutut!

"Jangan mencoba bergerak, engkau tidak mampu bergerak dan tidak akan bergerak sebelum kuperintahkan!"

Hay Hay membantah dalam hatinya, memaksa diri untuk meronta dan bangkit berdiri, akan tetapi seluruh tubuhnya sudah mogok! Dia tetap dalam keadaan berlutut dan tidak mampu bergerak seperti sebuah arca dan matanya seperti melekat pada sepasang mata yang mencorong kehijauan itu!

Melihat ini, tiba-tiba Sun Bi bangkit berdiri.
"Suhu... Suhu... jangan bunuh dia dulu. Biarkan dia melayani aku dulu, baru dibunuh. Suhu suruh dia melayani aku!" Berkata demikian, wanita itu mulai meraba-raba kancing bajunya!

"Heh-heh-heh, bagus sekali!" Kakek itu tertawa, lalu terdengar lagi suaranya yang melengking tinggi penuh wibawa. "Orang muda, engkau harus melayani Ji Sun Bi. Hayo kau buka bajumu!"

Hay Hay masih berada dalam keadaan sadar dan dia terbelalak. Mau apa perempuan itu? Mau memperkosanya dan di depan gurunya sendiri? Gilakah perempuan itu? Gilakah kakek itu? Ataukah dia yang sudah gila? Pikirannya menjadi semakin kacau ketika dia melihat betapa kedua tangannya sendiri mulai membuka kancing bajunya, seperti yang dilakukan oleh Sun Bi yang kini tersenyum-senyum menyeramkan baginya!

Dia berusaha melawan, namun semakin dilawan, kedua tangannya bekerja semakin cepat seperti terdorong oleh tenaga yang tidak nampak atau seolah-olah kedua tangannya telah menjadi tangan-tangan orang lain yang membukakan kancing bajunya!

Pada saat Hay Hay berperang dengan tenaga aneh yang hendak menelanjanginya itu, tiba-tiba ada angin lembut bertiup dan terdengarlah suara yang halus lunak dibawa angin yang bersilir lembut.

"Min-san Mo-ko dan Tok-sim Mo-li, kejahatan takkan membawa kalian ke alam kebahagiaan...!"

Ketika terdengar suara itu,dan merasakan angin semilir meniup mukanya, tiba-tiba Hay Hay merasa kesadarannya pulih kembali, kedua tangannya menurut perintahnya dan berhenti dengan kegiatan mereka yang sama sekali tidak dikehendakinya.

Ketika dia memandang, dia bergidik melihat betapa baju atasnya telah tanggal, sedangkan kedua tangannya tadi mulai membuka celananya. Terlambat sedikit saja tentu dia sudah bertelanjang bulat! Cepat dia mengenakan kembali bajunya dan meloncat berdiri, memandang kepada seorang kakek berambut putih yang tiba-tiba muncul di situ.






"Keparat"' Min-san Mo-ko membentak marah dengan mata melotot. "Berani kau mencampuri urusanku? Aku akan membunuhmu!"

Berkata demikian, Min-san Mo-ko mengangkat pedangnya dan menerjang ke depan. Akan tetapi tiba-tiba tubuhnya tersentak ke belakang, seperti tertolak oleh kekuatan yang hebat, dan betapapun dia berusaha untuk maju, kedua kakinya tetap saja tertumbuk sesuatu dan tidak dapat maju, tidak dapat mendekati kakek yang rambut dan jenggotnya sudah putih semua itu.

"Setan, lihat kekuatanku"'

Min-san Mo-ko berseru dan dia menghentakkan kakinya di atas tanah beberapa kali, mulutnya berkemak-kemik. Hay Hay hanya menonton saja karena merasa tidak mampu menghadapi ilmu-ilmu sihir yang aneh itu.

Tiba-tiba Min-san Mo-ko menggerakkan tangannya dan angin yang keras sekali menyambar ke arahnya, ke arah kakek berambut putih. Rambut dan pakaian kakek itu sampai melambai-lambai dan angin itu mengeluarkan suara menderu-deru. Akan tetapi di tengah badai yang mengamuk itu, terdengar suara yang lunak dan lembut seperti tadi,

"Min-san Mo-ko, perbuatan jahat hanya akan menimpa diri sendiri, bukan orang lain."

Aneh sekali, angin itu kini berputaran di sekeliling kakek berambut putih, dan setelah berputaran beberapa kali, angin itu membalik dan menerjang Min-san Mo-ko dengan kekuatan yang berlipat ganda.

Hay Hay melihat betapa Min-san Mo-ko terjengkang dan bergulingan, sedangkan Ji Sun Bi berlindung di balik batu besar dan sedang memakai kembali pakaiannya karena perempuan ini tadi sudah hampir telanjang sama sekali.

Min-san Mo-ko berteriak-teriak dengan suaranya yang melengking, lalu meloncat bangkit lagi. Kini dia mendorong dengan kedua telapak tagannya dan dari kedua telapak tangan itu kini mencuat sinar yang kemerahan, seperti api yang menyambar perlahan-lahan menuju ke arah kakek berambut putih.

"Siancai-siancai-siancai ……!”

Kakek itu berkata halus, dan dia pun menjulurkan kedua tangan dengan telapak tangan menghadap keluar. Dari kedua telapak tangannya kini keluar sinar terang yang perlahan-lahan meluncur ke depan, menyambut sinar kemerahan yang keluar dari telapak tangan Min-san -Mo -ko.

Dua gulung sinar itu bertemu di antara mereka dan bertaut, akan tetapi Hay Hay melihat betapa perlahan akan tetapi pasti, sinar kemerahan dari Min-san Mo-ko terdorong mundur, terus mundur oleh sinar terang. Akan tetapi Hay Hay juga melihat betapa tubuh Ji Sun Bi berkelebat dan dengan sepasang pedangnya wanita itu berindap-indap menghampiri kakek berambut putih dari belakang, siap untuk menusuk dari belakang dan agaknya kakek rambut putih itu tidak melihatnya. Melihat hal ini, Hay Hay meloncat dan membentak.

"Manusia curang!" Dan kakinya sudah menendang.

"Desss …….!"

Tubuh Ji Sun Bi terlempar dan terbanting keras. Akan tetapi sekali ini pun Hay Hay membatasi tenaganya sehingga wanita itu hanya terbanting saja dengan keras, tidak sampai menderita luka parah.

Sementara itu, sinar merah telah kembali ke telapak tangan Min-san Mo-ko dan sinar terang pun kembali ke tangan kakek berambut putih.

"Pergilah kalian!"

Kakek berambut putih itu berseru perlahan dan tangan kirinya melambai seperti menyuruh mereka pergi dan guru bersama muridnya itu seperti mentaati perintah ini dan mereka berduapun mengambil langkah seribu, melarikan diri dari tempat itu!

Setelah kedua orang itu pergi dan tidak nampak lagi, tiba-tiba kakek berambut putih itu mengeluh dan tubuhnya terhuyung, lalu dia jatuh terduduk dan bersila di atas rumput.

Hay Hay terkejut bukan main, cepat dia menghampiri dan berlutut di dekat kakek itu.
"Locianpwe kenapakah ?" tanyanya, khawatir melihat betapa wajah kakek ini pucat sekali.

Kakek itu membuka matanya, memandang kepada Hay Hay dan tersenyum, wajahnya ramah dan nampak kesabaran luar biasa membayang di seluruh bagian wajahnya.

"Orang muda yang gagah, jangan menyebut Locianpwe padaku, karena aku hanyalah seorang pertapa yang lemah. Bahkan kalau tidak ada engkau, tadi aku tentu sudah tewas di ujung pedang wanita itu."

"Akan tetapi... Locianpwe telah menyelamatkan saya dari... dari ….." Tiba-tiba wajah Hay Hay berubah merah karena dia teringat akan peristiwa yang amat memalukan tadi.

Kakek itu mengangguk-angguk.
"Aku tahu, engkau akan mengalami penghinaan, kemudian mungkin sekali kematian. Guru dan murid itu memang jahat sekali dan mereka seperti bukan manusia lagi, tidak mengenal tata susila dan kesopanan lagi. Akan tetapi, aku hanya dapat mengusir mereka dengan kekuatan sihir. Kalau mereka menyerangku dengan ilmu silat, hemmm, aku sama sekali tidak pandai ilmu silat dan... ahhhhhh!”

Kakek itu memejamkan kedua matanya dan menggigit bibir, nampaknya menahan rasa nyeri yang hebat.

"Locianpwe... apakah Locianpwe terluka …..?"

Hay Hay bertanya khawatir, masih belum dapat menerima bahwa kakek yang telah menyelamatkannya ini seorang pertapa lemah yang tidak pandai silat, hanya pandai dengan ilmu sihir saja.

Kakek itu mengangguk.
"Aku memang sedang menderita sakit, akan tetapi bukan karena pertandingan tadi. Penggunaan sihir memaksa aku mengerahkan tenaga dan membuat penyakitku menjadi bertambah berat. Aahhh, orang muda, kalau tidak mendapatkan obatnya, agaknya paling lama dua puluh empat jam lagi aku akan terpaksa meninggalkan dunia yang keruh ini …."

Tentu saja Hay Hay menjadi prihatin sekali. Bagaimanapun juga, kakek ini adalah penolongnya!

"Locianpwe, apakah obat itu? Di mana mencarinya? Biarlah saya yang akan mencarikan untukmu."

Sepasang mata yang sayu itu kini menjadi terang dan wajah kakek itu berseri, jelas nampak harapan timbul dalam hatinya ketika dia memandang Hay Hay.

"Benarkah engkau mau menolongku, orang muda yang gagah?"

"Harap Locianpwe tidak meragukan kesanggupan saya. Apa artinya saya mempelajari ilmu kalau tidak untuk, menolong siapa saja yang terancam bahaya? Apalagi Locianpwe baru saja menyelamatkan saya. Katakanlah di mana saya dapat menemukan obat itu dan apakah macamnya obat itu."

"Ah, kalau saja kekuatan sihirku dapat menundukkan harimau seperti menundukkan manusia, tentu sudah lama dapat aku mencari sendiri obat itu. Obat yang akan dapat menyembuhkan penyakitku adalah otak seekor harimau dan di hutan yang nampak dari sini itu terdapat banyak harimau hitam yang kumaksudkan."

"Otak seekor harimau hitam? Di hutan itu? Baiklah, harap Locianpwe menunggu di sini sebentar, saya akan mencarikannya!"

Setelah berkata demikian, Hay Hay meloncat dan berlari cepat. Kakek itu tertegun melihat betapa sekali berkelebat saja pemuda itu telah lenyap dari depannya. Seorang pemuda yang gagah perkasa dan memiliki ilmu silat tinggi, pikirnya. Sayang dia tidak mahir ilmu sihir sehingga tadi hampir saja menjadi korban kekuatan sihir Min-sah Mo-ko!

Kakek ini pun mengangguk-angguk karena dia tahu dengan cara apa dia akan membalas kalau pemuda itu benar-benar dapat mencarikan obat dan dapat menyembuhkan penyakit yang dideritanya selama ini.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar